jaemin

750 85 11
                                    





Jeno bukan tak mau menjadi lebih dekat dengan renjun, tapi ia hanya takut jika ia menerima renjun dalam hidupnya maka perasaannya tak akan bisa ia lupakan, tak akan bisa ia kubur lebih dalam.

Selama ini ia selalu menghindari renjun agar ia bisa dengan mudah merelakan renjun menjadi adiknya, namun anak itu begitu gigih untuk dekat dengannya, selalu membuat sesuatu untuk diberikan kepadanya.

Jeno bukan tak tahu bahwa anak itu kadang menyelinap kedalam kamarnya di malam hari hanya karena ingin mengajaknya bercerita meski ia sama sekali tak akan mendengarkan.

Renjun selalu datang kepadanya di waktu malam untuk menanyakan sesuatu atau menceritakan hal random kepadanya.

Namun kembali pada keadaan, bahwa ia tak akan bisa menerima jika renjun menjadi adiknya, jeno tak sanggup untuk itu, maka dari itu ia mulai melakukan sesuatu yang sekiranya membuat renjun lelah dan berakhir tak menyukainya.

Mengabaikan renjun, membuang semua makanan yang renjun buat untuknya, bahkan membuang dengan sengaja barang yang renjun buat untuknya itu semua ia lakukan agar renjun tak lagi mau mendekatinya, agar anak itu merasa tersinggung dan menjauhinya.

Tapi anak itu justru semakin gencar mendekatinya dan sekarang begitu terang-terangan menanyakan sikapnya selama ini.

Dan jeno tak ada pilihan lain selain mengatakan semua kobongan itu, mengatakan membenci renjun dan mengatakan tak menyukai apapun yang renjun buat untuknya, agar renjun berhenti untuk mendekat kepadanya, agar renjun membencinya.

Jeno mengatakan hal kasar itu kepada renjun agar renjun membencinya, tapi ia justru membuat renjun menangis dengan keras dan meminta maaf. Bukan itu tujuan jeno, tapi mengapa justru malah menjadi seperti ini.

Kemarahannya justru mendatangkan petaka baginya pula, ia keterlaluan dalam berkata kepada renjun, ia hanya kelepasan dalam mengatai renjun dan berakhir menyakiti terlalu jauh, tangisan itu begitu menyakitinya dan parahnya lagi, justru ia yang menyebabkan renjun begitu sakit hati.

______

Kamar renjun terlihat begitu gelap karena lampu yang tak menyela, jendela besar pembatas antara kamar dan balkon itu nampak terbuka sehingga angin malam yang sedikit kencang membuat tirai putih itu berterbangan.

Diatas ayunan tunggal itu, renjun hanya duduk dengan memeluk lututnya, menatap kosong dengan mata yang bahkan masih sembab akibat tangis yang tak pernah berhenti sejak tadi pagi.

Darah yang mengering akibat tak diobati itu begitu mengganggu penglihatan, renjun bahkan tak memperdulikan lukanya yang sudah mengering, ia masih saja kefikiran kejadian hari ini, tentang kelancangannya dan kemarahan kakaknya, ia telah mengacaukan segalanya.

Hiks.....

Menutup wajahnya dengan tangan yang masih terdapat darah dan luka itu, renjun kembali menangis karena teringat ucapan kakaknya.

"hiks...maaf"

Renjun tak pernah menyangka bahwa hanya dengan satu kata 'benci' itu ternyata mampu membuatnya seterpuruk ini, ia tak menyangka bahwa kata itu begitu membuat perasaannya seterluka itu.

"Aku hanya ingin dianggap adik olehnya tapi mengapa balasan yang kudapat harus seperti ini"

Kepalanya ia rebahkan diatas lipatan tangannya, memandang hamparan bintang yang menghiasi langit malam ini. Dingin yang menusuk permukaan kulitnya bahkan tak renjun hiraukan.

Matanya perlahan tertutup, mungkin ia sudah mengantuk akibat terlalu banyak menangis, kepalanya bahkan sudah begitu sakit sekarang. Renjun tertidur diatas ayunannya dalam keadaan duduk tanpa selimut untuk menghangatkan tubuhnya.

Summer Rain [ Noren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang