"Anak sialan ini! Oh sialan sekali"
Mallory berdecak pelan. Belum genap seminggu ia kembali ke akademi dan lihat- surat berwarna cokelat dengan lambang bunga anggrek Kediaman Caldwell sudah terpampang nyata di hadapannya.
Tentunya siapa lagi yang mengirimkannya selain gadis kecil itu, Maela.
Bukan kah ini sedikit keterlaluan. Dan oh- bukankah seharusnya Maela masih bisa mengingat dengan baik bahwa hubungan mereka saat ini tidak dalam kondisi yang cukup baik untuk saling mengirim surat? Bukan kah seharusnya gadis itu paham tentang hal yang satu ini- bahwa mereka sedang dalam hubungan persaudaraan yang tidak baik-baik saja.
Sialan, sialan.
Kakak. Maela tidak tahu harus mengatakan apa pada kakak.
Oh. Lalu kenapa dia memberikan surat pada Mallory jika dia saja tidak tahu harus menuliskan apa?!
Kakak, di sini semuanya kacau. Mereka- mereka kembali mengirimkan teror pada kami.
Tunggu- apa? Teror itu masih berlanjut?
Kakak, Maela tidak tahu harus mengeluh kepada siapa lagi. Ibu terus mengurung diri di kamar setelah tadi pagi sebuah peti berisi pakaian-pakaian bayi disertai banyaknya darah yang menodainya membuat ibu ketakutan.
Ini adalah berita baru yang Mallory belum tahu.
Kakak, ayah juga mengurung diri di ruang kerjanya. Maela mendengar ayah dan ibu sempat bertengkar tadi- kakak, Maela tidak tahu harus apa. Maela harus bagaimana?
Lalu Mallory juga harus bagaimana? Ia juga tidak tahu harus melakukan apa. Mallory kan tidak ada di sana saat ini, jadi Mallory harus melakukan apa?
Maela takut, kakak.
Gadis kecil yang malang.
"Surat dari adikmu?"
Mallory mengendikkan bahu acuh atas pertanyaan yang dilayangkan oleh Elodie, ia melipat surat berwarna cokelat muda dari Maela menjadi empat bagian, kemudian menyimpannya pada laci meja rias seperti yang telah ia lakukan pada surat-surat Maela sebelumnya.
"Ada masalah? Wajahmu terlihat kusut"
Mallory menggeleng. Meyakinkan Elodie bahwa ia tengah baik-baik saja. Hei, langka sekali bukan Putri Archduke Orion yang terhormat ini menanyakan keadaannya? Oke, itu agak berlebihan.
"Kau sudah bertemu Claude?"
Mallory menggeleng. Seminggu ini, ia berencana menemui Claude, ketua kelas memanah yang dulu pernah ia pergoki di hutan dengan kotak peti yang laki-laki itu sembunyikan di semak-semak. Terdengar agak lucu ketika Mallory dan Claude ternyata pernah bertemu sebelumnya.
Dan kini, Mallory berniat menemui laki-laki itu untuk menanyakan sesuatu- perihal keributan yang pernah dia ciptakan dengan melibatkan Maela serta Duchess Kathena.
Entahlah, Mallory hanya merasa bahwa ia perlu mengetahui tentang hal yang satu ini.
Ia merasa- bahwa semua kepingan puzzle tentang kejadian-kejadian janggal yang selama ini ia dan keluarganya alami ada hubungannya dengan Claude.
Baiklah. Mungkin terdengar sedikit konyol tetapi- bukan kah sebuah permainan cantik harus dimainkan secara cantik pula?
"Aku tidak yakin dengannya" Mallory menghela nafas, melirik pada Elodie yang hanya mengendikkan bahu acuh.
"Bukan kah semuanya memang sudah aneh dari awal? Maksudku- hei, apa alasan ibu dan adikmu turut serta dalam penculikan saat itu? Lalu keributan saat di pesta Duke Harofit? Claude, kembaran Cesare itu menjadi tersangka utama dalam hal ini"

KAMU SEDANG MEMBACA
The Antagonist's Throne
FantasyMallory pikir, hidupnya sudah berakhir. Ya, seharusnya begitu. Namun, kenapa ia malah berada di sini? "Jangan bermimpi untuk menaiki kursi takhta, adik. Sebaiknya, berlatihlah untuk mencium kakiku di masa depan mulai dari sekarang, adikku sayang" Eh...