10

258 33 5
                                    

..

"Rosé pelan-pelan tidak ada yang akan mencuri itu dari mu."

Saat ini aku sedang menjejali mulutku dengan cupcake buatan Bibi Manoban.

Mereka berdua sedang memperhatikanku duduk dengan tenang dan bersabar saat aku menghabiskan sekitar 6 cupcake.

"Aku tidak bisa menahannya, ini benar-benar enak!" Aku tersenyum setelah menelan sisa cupcake di mulutku.

Lisa menatapku dengan rahang ternganga.

"Kamu baru saja makan enam cupcake dalam waktu 3 menit!" Lisa sedikit tersedak.

"Itu mengerikan. Aku tidak percaya aku berteman denganmu!"

Sejujurnya aku bisa saja makan beberapa lagi jika itu tidak melukai Lisa.

"Aku senang kamu menyukainya, Rosé."

Aku menatap Bibi Manoban dan dia menatapku dengan penuh kasih sayang, membuatku tersenyum padanya.

Dia selalu memperlakukanku seperti putri keduanya. Aku tidak pernah tidak merasa diterima di rumah mereka.

"Bibi memang yang terbaik, kamu tidak pernah mengecewakanku!" Aku tersenyum lebih lebar, mengacungkan dua jempol padanya, membuat wanita paruh baya itu tertawa.

Bibi Manoban bangkit sambil membawa beberapa cupcake yang tersisa kembali ke dapur, meninggalkan Lisa dan aku sendirian.

Suasana hening sejenak saat aku bersandar dan merasakan semua cupcake di dalam diriku.

Mungkin enam cupcake ide yang buruk.

"Bagaimana perasaanmu hari ini?" Lisa bangkit dari kursi yang dia duduki dan beralih ke kursi di sebelahku.

Aku mencondongkan tubuhku dan menatap gadis Thailand itu yang menatapku dengan mata khawatir.

"Sekarang lebih baik, aku minta maaf. Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku kemarin."

Lisa mendesah dan menggelengkan kepalanya.

"Kamu tidak perlu minta maaf, Menangis itu wajar. Apalagi bagi seseorang yang kehilangan ibunya."

Aku tersenyum sambil mencondongkan tubuhku dan mencium pipinya.

"Terima kasih, Lisa. Aku senang memilikimu dalam hidupku."

Ada sedikit semburat merah muda di pipinya yang membuatku tersenyum.

Aku suka pipinya.

Ngomong-ngomong soal pipi, Jennie juga punya pipi yang menggemaskan. Setiap kali aku melihatnya, aku harus menahan keinginan untuk mencubitnya. Jennie sudah menyentuh wajahku, jadi aku boleh menyentuh wajahnya juga. Benar, kan?

"Rosé, bisakah kita bicara serius sebentar?"

Aku tersadar dari lamunanku tentang Jennie saat Lisa meletakkan tangannya di lututku.

"Ya, ada apa?"

Lisa menarik napas dalam-dalam dan melepaskan tangannya sambil terlihat gugup.

"Kita ini sebenarnya apa?
Aku ingin memberimu banyak waktu untuk mencari tahu, tapi aku tidak tahu berapa lama lagi aku bisa bertahan."

Aku merasa detak jantungku meningkat. Aku tidak tau dia akan membicarakan ini secepat ini.

Kami tau apa yang kami rasakan sebenarnya, tapi tidak seorang pun dari kami bisa memulai itu karena takut merusak apa yang telah kami miliki.

Aku berdiri dan mulai mondar-mandir.

"Kenapa kamu mengungkit hal ini? Bukankah semuanya baik-baik saja?!?!" Alisku berkerut saat aku mencoba mengatur napas.

Back To 1998Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang