20

186 30 9
                                    

Sudah beberapa minggu sejak konfrontasiku dengan Lisa dan aku telah menghabiskan banyak waktu di masa lalu. Lisa juga menjauhiku. Aku hanya membiarkannya saja.

Aku tahu dia butuh ruang. Aku menyakitinya dan aku tidak bisa mengambilnya kembali.
Namun selama itu aku menjadi lebih lebih dekat dengan Jennie.

Kami belum membicarakan perasaan kami satu sama lain lagi sejak saat itu di dekat pohon.

Aku sangat menyukainya. Aku tahu aku menyukainya. Aku hanya tidak melihat ini akan berhasil. Terkadang aku berharap aku tidak pernah bertemu dengannya agar aku tidak memiliki perasaan ini.

Aku baru saja kembali, dan mendapati diriku kamar Rose masalalu, duduk di mejanya dengan diary terbuka. Aku menunduk dan menyadari dia sedang menulis sesuatu.







1 Maret 1998

Rosé, jika kamu membaca ini, ada sesuatu yang aneh terjadi.
Saat kamu datang, biasanya aku hanya merasa seperti sedang tertidur, tetapi akhir-akhir ini aku seperti sadar? Jika aku berusaha sangat keras, rasanya seperti aku bisa mendengar seseorang berbicara atau kamu berbicara, aku tidak tau.

Itu hanya terjadi beberapa kali. Aku akan berusaha lebih keras agar aku bisa menemukan jawabannya.

Rosé (pemilik tubuh ini)


Astaga jadi sekarang dia sudah sadar? Ini mengerikan. Ini menyebalkan.
Awalnya aku baik-baik saja dengan ini karena setidaknya dia tidak menderita karena dia tertidur atau hanya pingsan. Dia bilang tidak yakin, tetapi dia bisa mendengarku? Atau dia bisa mendengar sesuatu? Aku harus mencari tahu cara mengendalikan ini.

"Rosé, Jennie sedang menelepon."

Aku menoleh dan melihat ayahnya berdiri di pintu dengan telepon rumah di tangannya.

SIAL! Aku seharusnya bertemu Jennie di taman pukul enam. Aku melihat jam dan itu sudah pukul sembilan.

Ya Tuhan.

Aku berlari ke arahnya, mengambil telepon dari tangannya, dan melihatnya berjalan menuruni tangga, lalu segera menutup pintu dan menempelkan telepon ke telingaku.

"Jennie, aku minta maaf. Aku minta maaf. Aku lupa waktu. Apa kamu baik-baik saja?"

Aku mondar-mandir di kamar itu sementara di ujung telepon yang lain hanya terdiam.

Sial, aku tidak percaya aku melakukan ini padanya. Seharusnya aku meninggalkan catatan untuk Rosé masa lalu.

Astaga, aku benar-benar bodoh.

"Jennie?"

Apa dia masih di sana? Aku menjauhkan telepon dari telingaku dan melihatnya masih menelepon. Aku menempelkan telepon itu kembali ketelingaku dan ketika aku melakukannya, hatiku terasa hancur. Aku mendengar isakan kecil dan napasnya yang berat.

"Aku menunggu selama tiga jam." Astaga. Isak tangisnya terus berlanjut.

"Jennie, aku minta maaf. Aku benar-benar menyesal. Bagaimana kamu pulang tadi? Hari sudah larut dan gelap." Suasana hening sejenak.

"Jennie, kamu sudah pulangkan? Jennie kamu di mana?"

"Aku masih di taman."

Aku mendesah, memejamkan mata mencoba menenangkan kegugupanku.

Mengapa dia masih menunggu di sana begitu lama? Tidak aman keluar sendirian di malam hari.

"Dengar, Jennie. Tetaplah di tempatmu, jangan bergerak. Aku akan datang sekarang. Oke?" Aku mengatakan semua ini saat aku menemukan sepasang sepatu acak, dan memakainya. Aku sadar aku mengenakan piyama, tetapi aku tidak peduli. Aku tidak ingin meninggalkannya di sana lebih lama lagi.

Back To 1998Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang