17. Dunia Kami

9 5 0
                                    

🍃🍃🍃

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍃🍃🍃

"Sebesar apapun kebaikan yang dimiliki seseorang, mereka tetap memiliki hak untuk memilih menjadi jahat. Namun, tidak ada satu pun dari kita yang berhak untuk menjahati orang lain. Kekuatan sejati bukan terletak pada pilihan untuk melukai, tetapi pada kebijaksanaan untuk menahan diri dan tetap menjaga hati orang lain."

Written by Sarah Asiyah

***

Sudah menjadi rutinitas bagi Dayana duduk di tempat yang sama selama empat hari berturut-turut. Setiap hari, ia menempati sebuah meja kecil dengan satu kursi yang menghadap ke sebuah jendela bulat besar. Pemandangan dari balik jendela itu sudah menjadi hal biasa baginya, namun pikirannya selalu terpaut pada satu hal: buku yang menarik perhatiannya di rak terakhir perpustakaan ini.

Setelah empat hari mencari dengan penuh kesabaran, ia akhirnya menemukan buku yang berbeda dari yang lainnya. Kali ini, ia berharap lebih. Jika buku ini tidak memberikan petunjuk apapun, ia berniat menyerah. Dengan perasaan bercampur antara harapan dan keputusasaan, Dayana membuka buku itu. Seperti biasa, ia membaca daftar isinya terlebih dahulu. Matanya berhenti pada sebuah judul yang menarik: Dunia Kami

Sebuah rasa senang muncul di dalam dirinya. Ia cepat-cepat membuka halaman tersebut dan mulai membaca dengan cermat. Namun, seiring dengan bertambahnya kalimat yang ia baca, kebingungan mulai memancar di wajahnya. Setelah beberapa saat, ia membalik halaman kembali ke depan buku, lalu lagi ke bagian setelah daftar isi.

Di sana, tepat seperti kemarin, tertulis Cerita ini hanya Fiksi, semua tempat, nama, dan kejadian hanyalah karangan sang penulis...

"Aneh banget," gumam Dayana dengan pelan, hampir tak terdengar di antara kesunyian perpustakaan. Perasaan aneh, bercampur rasa penasaran yang mendalam, melingkupi dirinya. Pikirannya dipenuhi oleh teka-teki yang tersirat dalam buku yang ada di hadapannya. Dengan penuh konsentrasi, ia kembali membuka halaman-halaman buku itu, matanya bergerak cepat mengikuti baris demi baris teks, berusaha menangkap setiap detail cerita yang terasa semakin familiar.

Tanpa ia sadari, waktu terus berlalu. Jam di dinding berdetak pelan, sementara cahaya matahari yang tadinya menerangi ruangan mulai memudar. Suara-suara di perpustakaan perlahan menghilang. Satu per satu, para pengunjung meninggalkan tempat itu, membawa serta bisikan dan langkah kaki mereka yang semakin menjauh. Keheningan mulai mendominasi, hanya menyisakan Dayana yang masih tenggelam dalam buku di mejanya, seolah dunia di sekitarnya tak lagi berarti.

Ketika kegelapan mulai menyelimuti ruangan, Dayana menoleh ke arah jendela. Cahaya matahari yang tadi menyinari meja kecilnya kini meredup, berganti dengan bayangan senja yang panjang. Dengan sedikit terkejut, ia menutup bukunya dengan cepat. "Sial, udah malam lagi," gerutunya sambil bergegas turun dari kursinya. Tanpa membuang waktu, ia berjalan menuju pintu depan perpustakaan.

Dunia SamaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang