Dayana, Baylee, dan Chloe terjebak di sebuah dunia yang penuh misteri dan rahasia kelam. Dayana, sebagai pemimpin rela mengorbankan dirinya demi menjaga kedua temannya dari bahaya Di dunia asing ini, banyak keanehan yang mereka temui, namun satu hal...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
🍃🍃🍃
"Ini bukan waktunya meratapi kesedihan, karena jika kita terlalu larut dalam duka, yang kita temukan bukanlah jalan keluar, melainkan tenggelam semakin dalam tanpa harapan"
Written by Sarah Asiyah
***
Dayana duduk di teras depan Domatio. Kakinya yang mulai membaik, meski masih terasa pegal, diluruskan ke depan untuk mencari kenyamanan. Sinar matahari hangat menyinari kulitnya, menciptakan kontras dengan dinginnya angin yang sesekali bertiup lembut.
Sudah lima hari berlalu, Dayana hanya berada di dalam Domatio, mengikuti saran kedua temannya yang melarangnya keluar demi kesehatannya. Dia tahu bahwa mereka berniat baik, berusaha melindunginya dan memberikan waktu baginya untuk pulih. Namun, seiring berjalannya waktu, perasaan bersalah mulai tumbuh dalam dirinya. Setiap kali melihat Chloe dan Baylee yang selalu mengurusnya, Dayana merasa semakin tertekan. Mereka begitu perhatian, selalu memastikan bahwa ia baik-baik saja, sementara ia hanya bisa duduk diam, tanpa kemajuan berarti dalam misinya untuk menemukan cara kembali ke bumi.
Perasaan bersyukur dan terharu menyelimutinya saat ia menyadari betapa besar kebaikan yang telah mereka berikan. Chloe yang bolak-balik setiap hari, memastikan perutnya kenyang, dan Baylee yang bekerja untuk kelangsung hidup mereka bertiga. Mereka telah memberikan segalanya tanpa meminta imbalan, dan Dayana tahu, dia tidak bisa terus-menerus bergantung pada mereka.
Dayana menyadari sesuatu yang mendalam. Ia berjanji pada dirinya sendiri, bahwa sebelum menemukan cara untuk pulang ke dunianya, ia akan memastikan kedua temannya tetap aman dan bahagia. Mereka tidak perlu memikirkan rencana rumit atau cara untuk Kembali, itu adalah tanggung jawab Dayana.
Mereka cukup bersenang-senang, berbaur dengan penduduk dunia ini, menikmati hidup mereka tanpa beban. Sebelum Bahaya di dunia ini sampai ke pada temannya, Dayana akan berada di barisan paling depan. Dia siap untuk melindungi mereka, apapun yang terjadi.
Selama lima hari terakhir, tanpa ada kegiatan yang berarti, pikiran Dayana terasa semakin berat. Kebosanan berubah menjadi sesuatu yang lebih gelap—kesedihan yang merayap perlahan ke dalam dirinya. Ini bukan hanya rasa hampa karena kurangnya aktivitas, tetapi lebih dalam dari itu. Ia merasa kehilangan, terjebak di dunia yang asing, jauh dari rumah dan orang-orang yang dicintainya.
Emosi itu membuatnya mudah tersentuh, dan ia benci akan hal itu. Dayana selalu menghindari kesedihan, ia tidak suka perasaan melankolis yang membuatnya merasa rapuh. Tangisan, menurutnya, hanya menggambarkan kelemahan yang ingin ia hindari. Namun, semakin ia melawan perasaan itu, semakin kuat bayangan tentang rumah muncul di benaknya.
Ia merindukan kedua orang tuanya, dengan senyuman hangat dan kasih sayang yang selalu mereka berikan. Bayangan adik laki-lakinya yang selalu ceria juga muncul di pikirannya. Tapi yang paling menyakitkan adalah membayangkan mereka menangis, mencari-cari dirinya yang menghilang tanpa jejak. Itu membuat hatinya terasa semakin berat