Kelas sudah usai, aku akan pulang kerumah namun sebelum itu aku akan mampir ke toko roti, aku berjalan bersama dengan Sean menuju halaman parkir, akhir-akhir ini kami sering pergi bersama, seperti hangout, Sean juga lebih sering main kerumah meski bersama Dini dan Yudi.
Anak itu memang jarang main kerumah seorang diri, dia pasti membawa yang lain entah karena apa, namun terkadang Sean itu lucu, sikapnya seperti anak kecil yang menggemaskan.
Aku bahkan selalu memperhatikan gerak-gerik Sean yang canggung. dia seperti terlihat malu-malu, namun dia memang seperti itu dari awal hingga hari ini, Sean itu seperti pemalu namun sikapnya menuntun. Aku tidak melupakan saat dimana dia menemaniku disaat aku kemarin terpuruk.
Tiap hari datang, menemuiku, membawa semua hal kesukaaanku, memberikan aku kata-kata penyemangat, memastikan aku tetap baik dan tenang ketika sedang tidak bersamanya, Sean is a beautiful man.
"Nanti malem kamu mau dateng kerumah Pinky nggak?"
Aku menghentikan langkahku tepat didepan mobilku, aku saling menatap dengan Sean.
"Nggak tau deh , liat nanti aja ya"
"Dateng aja ya, nanti aku jemput kamu nggak usah bawa mobil"
Aku kembali terdiam mendengar ucapan Sean. "Mm, yaudah aku sekalian mau beli kado deh buat Pinky"
"Yaudah kalau gitu"
"Aku pulang yah Sean"
Sean menatapku dengan senyuman dan mengangguk, anehnya Sean hanya berdiri disamping mobilku. Aku masuk kedalam mobil, kemudian membuka kaca mobil menatap Sean yang masih memperhatikanku.
"Kamu ngapain deh, bukannya masuk mobil"
"Aku nunggu kamu pergi, kalau kamu udah jalan aku baru pulang"
Aku menatap Sean yang menatapku masih dengan senyumannya yang tidak berubah, dia tetap memperhatikanku, memastikan aku baik-baik saja, dan tidak pernah mendahuluiku.
"Yaudah aku pulang ya"
"Hm, hati-hati"
Lengannya mengulur mengusap puncak kepalaku singkat, setelah mengatakan hati-hati padaku. Aku berat meninggalkannya, namun aku harus pergi sekarang dan emudian, aku melajukan mobilku.
Bahkan, ketika aku sudah melajukan mobilku Sean masih terlihat berdiri didepan mobilnya menatap kepergianku, aku melihat pria itu tetap berdiri melalui kaca spion
Aku menggigit bibirku, rasanya perasaanku tidak menentu memikirkan selembut itu Sean dan semenghormati itu Sean padaku, padahal dia pasti tahu aku ini orang yang seperti apa.
Rasanya tidak adil, ketika aku tidak bisa jatuh cinta padanya. kenapa aku bicara seperti ini? seharusnya semesta mempertemukanku dengan Sean sebagai pasangan kekasih, bukan sebagai teman.
Namun sungguh, mencintai Sean butuh proses. apa memang harus seperti itu? karena yang jatuh cinta dengan singkat saja dikecewakan, dan berakhir terluka. mungkin jika berproses akan menghasilkan sesuatu yang bahagia? entahlah..
Semenjak anak-anak mengetahui masalahku, justru aku merasa semakin dekat dengan Sean, dia banyak membantuku, menghiburku, dan Sean tidak pernah membiarkanku sendiri.