Matahari begitu terik, sepuluh menit yang lalu Pinky bertanya dimana aku, dan aku memintanya untuk menyusul kesini, mungkin sekarang Pinky sedang diperjalanan? entahlah, tidak ada kabar lagi darinya.
Aku memutuskan untuk menghubungi ibu, barangkali ibu mau aku belikan makanan?
"Halo ibu?"
"Ya nak?"
"Ibu disini banyak yang jualan, ibu mau makanan apa nanti Windy beliin?"
"Nggak usah nak, ibu bentar lagi pulang ko"
"Bener nih bu? tapi Windy mau jajan dulu ya, sambil nunggu Pinky"
"Yaudah nak, ibu pulang sama ayah ya"
"Iya bu, hati-hati ya"
Setelah itu obrolan pun selesai, aku menghelakan nafasku sebentar. menolehkan pandanganku ke arah kanan dan kiri, banyak sekali orang di sini, bahkan aku merasa pusing karena terik matahari, dan ramainya orang-orang.
"Aku laper banget, makan apa ya? pusing juga lagi"
"Mau bakso?"
Aku menoleh, cukup terkejut dengan bisikan cepat itu. aku mengerjapkan netraku beberapa kali, hingga aku menutup netraku karena cahaya matahari yang membuat pandanganku menjadi silau.
"Bima?"
Bima mengulaskan senyumnya, kemudian pria mapan itu memperlihatkan payung hitam yang dibawanya. Bima membuka payung tersebut, dan memayungi aku berserta dirinya.
Kami menjadi pusat perhatian, beberapa orang saling berbisik, memotret, dan beberapa orang menatap kami dengan senyumannya, apa yang mereka fikirkan? aku pun tidak tahu.
Aku merasa malu, dan ini tidak seharusnya.
Aku menarik diriku dari Bima, namun tangan Bima lebih kencang menariku untuk tetap berdiri disampingnya."Panas, jadi pake payung ya"
"Bima, ini .."
"Biarin aja, aku bukan seleb yang kalau dipotoin orang aku ngumpet-ngumpet"
"Tapi kan?"
"Kamu mikir apa tentang aku?"
"Kamu pembisnis loh, kamu terkenal"
"Win? aku orang biasa, kita sama. nggak ada bedanya, nggak ada yang spesial, lagi pula aku bisnis untuk keluarga kalau nggak aku si udah males, dari pada ngebisnis mending macarin kamu"
Seketika fikiranku menjadi blank mendengar ucapan Bima.
"Bercanda, kenapa serius banget sih ngeliatnya" sambil menyentuh ujung hidungku Bima menertawai ke kakuan sikapku setelah Bima mengatakan hal itu.
Aku menelan salivaku, dan tertawa mengikuti candaan Bima, oke itu bercanda nggak ada yang perlu di seriusin. dalam batin aku berbisik.
"Nyari bakso kan?" tanya Bima, aku hanya mengangguk. "Bakso adanya di sebrang, mau aku anter?"
"Tapi jauh, nggak apa-apa aku aja sendiri kamu kan sibuk"
Bima malah tersenyum menatapku.
"Aku nggak sibuk, aku laper .. ayo makan bakso"
Lagi-lagi, tanganku ditarik begitu saja oleh Bima, diajak melangkah bersama tanpa memperhatikan kesibukannya.
Meski tidak jauh, aku memperhatikan jika tangan itu memegang jemariku erat, Bima melepaskannya saat kami sudah berada didepan gerobak bakso.
"A second date, masa bakso lagi?" ucap Bima.
"Hah?"
"Tuhkan, kalau aku ngomong hah, hah terus"