"Sayang, sebenarnya apa yang terjadi? ibu nggak berniat bahas apa yang bikin kamu terluka, tapi boleh nggak ibu tau apa yang terjadi sama anak ibu?"
Aku terdiam, ketika ibu dan ayah menatapku secara bersamaan, aku merasa pertanyaan itu membuat kepalaku pusing, dan sebaiknya memang aku diam.
"Seumur hidup, baru kali ini anak ayah hujan-hujanan sambil nangis"
Kemudian netraku menatap ayah, yang tengah menatapku juga. aku melihat ayah mulai memegang tanganku dan menggenggamnya.
"Coba bilang, siapa yang bikin kamu sedih hm?
Dari pertanyaan dan tatapannya , ayah terlihat lelah, mungkin beberapa jam terakhir ayah dan ibu mendiskusikan aku yang tiba-tiba saja seperti ini.
Aku menatap ayah, suasana hening mendominasi. air mataku berurai begitu saja, aku menggeleng dan tak mampu mengatakan apapun.
Seketika ayah memelukku, dan kemudian memgusap puncak kepalaku.
"Sudahlah ayah, tidak perlu bertanya lagi biarkan Windy istirahat"
Ayah mengangguk, dan masih memelukku sambil menenangkanku.
Malam itu waktu terasa panjang, aku, ibu dan ayah kemudian saling berfikir satu sama lain, aku tidak kenal dengan keadaan ini, yang mana kami saling diam dan terasa asing. biasanya tiap waktu keadaan kami selalu hangat dan penuh canda tawa, tapi mungkin semua ini karena aku.
.
Menjelang pagi, aku mengerjapkan kedua netraku. saat membuka mata aku melihat ibu tengah menunaikan shalat, namun ini pukul berapa? bahkan matahari sudah naik.
Ibu menatapku, menyelesaikan doanya sebentar kemudian beranjak menghampiriku.
"Semaleman kamu nggak bangun, udah enakan nak?"
"Lumayan bu" sambil mengangguk menatap ibu, aku menarik tangan ibu dan menggenggamnya. "Ibu, maafin Windy ya"
Ibu terdiam menatapku, aku tidak bohong kalau ibu sepertinya memang terluka karena aku.
"Windy banyak ngerepotin, Windy janji abis ini Windy nggak bakal ngerepotin ayah atau ibu lagi"
"Windy, kamu ini masih tanggung jawab kami, nggak ada itu yang namanya ngerepotin. kamu mau apa insyaallah ibu sama ayah kasih, tapi tolong jangan kaya gini, kalau ada apa-apa bilang sama kami, entah itu soal kuliah kamu, situasi kamu, atau soal percintaan?"
Aku sedikit terkejut nendengar ucapan ibu, aku menyadari ketika ibu mengerti apa yang aku rasakan. tidak mungkin jika ia tidak mnegerti ada apa denganku. aku menarik nafas dan mengangguk.
"Mulai sekarang, aku bakal bilang kalau ada apa-apa"
"Janji ya, nggak boleh diem kaya gini hm?"
"Iya bu, maafin Windy ya bu"
Ibu memelukku tanpa mengatakan apapun, ia hanya mengangguk dan menarik aku kedalam pelukannya. sungguh, aku merindukan akan hangatnya pelukan ini.
Sudah lama aku tidak merasakannya, aku menjauh dari semua hal romantis yang biasa aku dapatkan, entah kenapa aku pun tidak bisa menjelaskannya.
Ibu melepaskan pelukannya dan menatapku. Ibu mengusap pipiku dan tersenyum kecil.
"Makan dulu, habis itu minum obat"
"Kapan Windy bisa pulang bu?"
"Nanti dokter kesini, makan dulu yang banyak ya .. ayah udah beli makanan kesukaan kamu"
"Oh iya, ayah kemana bu?"
"Ayah kekantor, nanti jam makan siang dia pulang"
Aku mengerti mendengar ucapan ibu.