Bab 15

175 14 3
                                    

"Bapak tenang dulu, anak bapak selamat. Tapi-" Sang dokter menggantungkan ucapannya.

"Tapi apa dok?"

Sang dokter menatap satu persatu kearah mereka semua. Tatapan penuh harap mereka berikan pada dokter tersebut.

"Tapi...

...Anak bapak mengalami patah tulang, pada bagian kaki dan tangan kanannya karena benturan yang cukup keras. Sedangkan untuk luka dibagian kepala, itu tidak masalah, tidak menganggu kerja otak. Namun saraf gerak nya sedikit terganggu. Hingga anak bapak mengalami lumpuh untuk sementara waktu" Jelas sang dokter panjang lebar.

Jo terkejut, hatinya terasa tertusuk ribuan pisau. Bahu nya seperti ada beban yang begitu berat. Dunianya terasa seperti berhenti berputar saat itu juga. Kepalanya terasa begitu sakit bahkan kaki-kakinya terasa begitu lemas hingga tak mampu menahan berat tubuhnya. Namun ditahan oleh sang ayah.

"Tapi cucu saya tetap bisa kembali seperti semula kan dok? Tetap masih bisa sembuh?" Tanya ayah penuh harap.

"Masih pak. Dengan terapi dan obat dari kami. Insyaallah cucu bapak bisa sembuh"

Ketiga orang tersebut menghela nafas lega. Dunia Jo tak benar benar hancur. Rasa syukur terus Jo ucapkan dalam hati. Tak henti-hentinya memuji tuhan karena masih memberinya kebaikan.

"Terima kasih tuhan. Engkau masih membiarkan Marvel hidup"


~~~•~~~


Pintu ruang rawat Marvel terbuka. Terlihat seorang anak laki-laki yang tengah tertidur di sebuah brangkar dengan tangan kanan yang terbungkus perban, kaki kanan yang digift serta tangan kiri yang terdapat selang impus. Juga beberapa perban kecil yang menutupi luka goresan.

Hati Jo berdenyut nyeri melihat kondisi anak pertamanya itu. Ditambah sebuah kenyataan yang benar benar membuat dunianya hancur.

Tanpa sadar air matanya lolos begitu saja. Ia yang masih berada diambang pintu enggan untuk masuk. Enggan untuk memberitahukan semuanya pada sang anak. Tidak mau membuat anaknya sedih.

Kakinya yang berdiri tegak mulai terasa gemetar dan lemas. Ia mencoba untuk mengambil langkah, namun kakinya terasa begitu berat. Nafasnya juga ikut memberat dengan dada yang begitu sesak.

Jo mengambil nafas dalam-dalam. Ia mulai menguatkan diri dan melangkahkan kaki mendekati brangkar sang anak.

Dilihatnya tubuh kecil itu yang terbaring lemah. Mata yang masih tertutup dan bibir yang pusat.

Sungguh! Rasanya Jo sudah lalai menjadi seorang ayah. Rasanya Jo gagal menjaga anak-anaknya.

Air matanya kembali turun mengalir melewati pipinya. Jatuh pada jas nya yang kusut dan juga lusuh.

"Ma-maafin daddy sayang..." Lirih Jo dengan terbata-bata. Rasanya, ia tak pantas mengatakan kata maaf atas apa yang terjadi pada anaknya.

Diusapnya kepala Marvel dengan lembut. Begitu lembut, takut akan menyakiti anaknya.

Ditariknya nafas panjang yang sedikit tersendat karena ia menahan tangis. Dadanya begitu sesak.

Bulan sudah berada tepat diatas sana. Jam pun sudah menunjukkan pukul 02.15 dini hari. Namun Jo enggan untuk pulang. Ia bahkan tidak mengganti baju nya terlebih dahulu. Ia tidak memikirkan dirinya sendiri.

"Jo" Panggil bunda yang berada di ambang pintu kamar rawat Marvel.

Jo tak menjawab. Ia menunduk, menatap pada putranya yang masih memejamkan mata. Padahal sudah 15 jam lamanya. Namun Marvel seakan enggan untuk membuka mata.

Daddy JoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang