32

10 1 0
                                    

Rencana hiburan ke Bogor mengalami kegagalan lantaran kesehatan Justin seketika drop untuk pertama kalinya setelah menjalani operasi.  Justin tentu saja merasa tidak nyaman berbaring di ranjang pasien serta beberapa alat kedokteran menempel di tubuh kurus itu. Namun, sorot mata Justin seketika kearah wanita paruh baya yang tampak sangat kelelahan tapi tetap setia menemaninya.

“Justin, kamu udah bangun. Apa mau mama panggilkan dokter. Apalagi mama khawatir banget tau kamu pingsan saat tidur. Tolong bilang mama apa yang kamu keluhkan sekarang jangan diam saja?”

“Mama, sekarang  jam berapa. Udah berapa lama Justin tidak sadarkan diri. Kepala Justin juga seperti di tusuk ribuan jarum dan rasanya sangat menyakitkan. Andai dulu Justin nggak berbuat nekat supaya di cintai mama dan papa.”

“selama 12 jam. Memangnya kamu tidak pengen seperti yang lain. Jordan saja udah masuk kuliah sedangkan kamu belum punya pencapaian apa-apa.  Demi mendapatkan kasih sayang mama sampai berbuat sesuatu yang mengancam nyawa.”

“Mama, kenapa sih suka membanding-bandingkan. Padahal Justin dengan Jordan memiliki sifat berbeda.  Sampai Justin lagi sakit pun masih diperlakukan kayak begitu. Justin melakukan hal itu karna mama hanya menyukai Jordan soalnya dia selalu mendapatkan rank tinggi.”

Remaja yang mengenakan pakaian rumah sakit tentu saja langsung beranjak dari tempat tidur sembari keluar dari ruangan itu. Justin berjalan melewati lorong dengan tubuh yang bergetar hebat. Namun, secara tiba-tiba salah satu perawat menghampiri remaja yang tampak tidak sehat dan segera mengandeng lengan Justin.

“Justin, kamu mau pergi kemana? Apalagi wajahmu juga pucat banget? Ayo kembali ke kamar biar saya antar? Kamu masih kuat berjalan atau mau duduk di kursi roda? Tunggu disini biar saya ambilkan?”

Namun, sebelum Justin menjawab pertanyaan  itu dia seketika mengalami kejang-kejang dan untungnya perawat bernama Mia segera menangkap tubuh Justin.  Remaja itu dibaringkan di lantai sembari mendapatkan pertolongan pertama. Namun, ketika Justin hendak dilarikan ke ruang perawatan intensif secara tiba-tiba Tania datang.

“Tolong beritahu saya. Justin mau di bawa kemana.” Tania seketika langsung berteriak histeris ketika melihat wajah Justin tampak sangat pucat sebab remaja itu masih membuka mata. Justin, maafin mama? Tolong jangan marah?” ucapnya sembari memegang tangan Justin tapi akhirnya terlepas.

Tania memandang ke dalam ruangan yang dibatasi sebuah kaca sembari merasa resah lantaran Justin secara tiba-tiba mengalami gagal jantung. Semua dokter yang berada di sana dengan sekuat tenaga memberikan alat kejut jantung berulang-ulang kali dan melakukan intubasi kepada Justin. Alex tentu saja merasa heran kenapa istrinya tiba-tiba menangis di depan umum.

“Mama, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Justin masuk ruang ICU? Bukannya tadi dia cuma pingsan tapi sekarang kayak begitu? Apalagi wajah Justin juga pucat banget? Jangan bilang mama tadi..?”

“Justin tadi mengeluh kepalanya sakit. Mama cuma bilang kebenaran. Apalagi Justin sendiri yang buat penyakit dengan alasan yang tak masuk akal. Akan tetapi Justin tiba-tiba pergi dan mengatakan kalau mama suka membanding-bandingkan dia dengan Jordan.”

“Mama harusnya paham. Semenjak Justin sakit dia jadi sensitif. Lain kali jangan ungkit masalah itu. Takutnya Justin nggak mau berobat. Tau sendiri, Justin kalau udah marah bakal susah nenanginnya.”

“Papa, mama jadi tidak tega. Di saat anak seusia Justin lagi sibuk mengejar karier. Sedangkan dia harus keluar masuk rumah sakit dan harus minum obat seumur hidupnya. Andai mama bisa menggantikan Justin untuk terbaring di ruangan itu?”

Alex tentu saja memeluk istrinya sembari mengelus punggung Tania secara berlahan dan memandang sosok yang tertidur pulas. Pria paruh baya itu segera menyuruh Tania untuk pulang terlebih dahulu dan Alex memberitahu kalau Justin sadar. Atas bujukan Alex Tania akhirnya kembali ke rumah untuk mengambil sesuatu.

Eternally yours (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang