31

9 2 0
                                    

Justin tentu saja merasa bahagia lantaran ia bisa berjalan seperti sedia kala walaupun masih pelan-pelan. Meskipun awalnya Justin sempat putus asa tapi setelah menjalani terapi selama dua bulan akhirnya berhasil. Namun, atas dukungan anggota keluarganya Justin akhirnya tetap berjuang.

“Justin, tolong jangan lari-lari? Mama takut kamu jatuh? Nak kamu mau makan apa biar mama siapkan?”

Justin tentu saja menoleh. “Justin pengen semur daging, mama kok Jordan udah lama nggak kasih kabar.  Jangan bilang Jordan yang donorin paru-paru buat Justin. Tolong jawab mama?” Remaja itu segera mendekat ke arah Tania.

“Jordan memang kuliah di luar negeri. Kalau kamu nggak percaya. Ini mama mau video call sama Jordan. Awalnya memang Jordan mau donorin, mama sama papa tidak setuju dengan permintaannya. Karna mama tau kamu pasti sedih banget?”

Tania tentu saja memanggil Jordan walaupun ia tau di Amerika udah malam hari soalnya di sini pagi.  Tania bersama Justin segera duduk di sofa sembari menunggu panggilan itu tersambung ke Jordan. Beberapa saat kemudian video call itu akhirnya tersambung dengan Jordan.

“Mama, tolong transfer Jordan? Apalagi tabungan Jordan juga udah habis? Ini pun Jordan juga hasil kerja part time di kafe? Justin gimana keadaan lo udah baikan ya?”

“Justin udah bisa jalan. Jordan kamu mau berapa juta? Biar mama transfer ke kamu? Apalagi lihat kamu begitu mama jadi nggak tega sama kamu.”

“Jordan cuma minta 10 juta. Justin kakak minta maaf nggak bilang ke lo. Apalagi posisi Lo saat itu lagi koma. Sebenarnya gue mau nunggu Lo sampai sadar tapi ternyata nggak sadar-sadar, padahal gue udah nemenin Lo selama satu pekan.”

“Jordan,  Lo itu lagi dimana. Gue pengen banget datang ke Amerika. Soalnya pemandangan kelihatan bagus banget?”

“Oh ini tempat tinggal gue. Justin kapan Lo kesini nanti gue jemput di bandara. Memangnya mama mengizinkan Lo pergi ke Amerika apalagi posisi Lo juga lagi masa penyembuhan. tapi lo udah nggak papa,'kan?

Tania tentu saja langsung menatap tajam ke arah Justin yang berniat berkunjung ke Amerika dan remaja itu seketika langsung terdiam. Jordan yang berada di apartemen seketika memperlihatkan ia memakan makanan yang serba sehat. Sebab, Tania selalu meminta dirinya untuk mengurangi makanan siap saji.

“Padahal Justin pengen ke Amerika juga. Tolonglah kalau kalian ke sana ajak Justin. Masak iya Justin di rumah sama bik Tinah sedangkan kalian menemani Jordan?”

“Iya, nanti kalau ke sana? Kamu mama ajak? Ayo sekarang bantuin mama memasak? Justin gimana kalo kita hiburan ke Bogor ke tempat tinggalnya bik Tinah?”

“Boleh banget, rencana kapan. Namun Justin boleh ajak Zaskia apa nggak?”

Tania tentu saja mengelus rambut Justin dengan lembut sembari tersenyum ke arah remaja yang mengenakan sweater rajut. “Gimana kalo besok pagi?” Justin mendengar hal itu seketika langsung bahagia soalnya ia juga pengen lihat perkebunan teh. 

Ibu bersama anak itu menuju ke dapur sedangkan bik Tinah yang baru dari luar seketika memandang keakraban mereka berdua. Wanita paruh baya itu segera membantu Tania terlihat memotong beberapa sayuran sedangkan Justin mencuci piring. Namun secara tiba-tiba Justin menjatuhkan gelas hingga berbunyi.

“Den Justin, kamu nggak papa,’kan? Sini biar bibi yang beresin? Kamu duduk saja di ruang tamu?”

“Nggak usah, biar Justin bersihkan sendiri. Mama bolehkah Justin yang beresin. Apalagi pekerjaan bik Tinah juga udah banyak.

“Bibi istirahat saja kalau capek. Karna Justin mau makan makanan yang saya masak. bibi bisa tolong jemput Stella.”

Bik Tinah hanya menggagukan kepala sebagai tanda dia telah setuju dengan permintaannya nyonya besarnya itu.  Sedangkan Justin membersihkan pecahan kaca tapi secara tiba-tiba tangan remaja itu tergores, Tania melihat hal itu seketika panik. Namun remaja itu tampak baik-baik saja. 

Eternally yours (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang