Pagi itu, Clairen Jaya, yang akrab dipanggil 'Clay' melangkah ringan di koridor kampus, matanya sedikit sipit karena menahan kantuk. Jam di tangannya baru menunjukkan pukul 08.15, dan ia baru saja selesai mengerjakan tugas makalah yang dikejar deadline semalam. Kopi yang ia beli dari kafe kampus menjadi penyelamat hari ini. Rambut coklat panjangnya yang sedikit bergelombang diikat seadanya, namun tetap terkesan rapi. Seperti biasa, kampus sudah ramai dengan mahasiswa yang sibuk bergegas menuju kelas masing-masing, dan Clairen menikmati pemandangan itu. Tempat ini adalah dunianya.
Clairen adalah tipikal gadis yang mudah beradaptasi, meski cenderung pendiam di awal. Saat bersama teman-teman dekatnya, ia bisa berubah menjadi pribadi yang ceria dan penuh tawa. Teman-temannya sering menyebutnya 'gadis amfibi,' karena sifatnya yang seolah berubah tergantung orang yang sedang bersamanya.
Sebelum sampai di kelas, Clairen mendengar langkah kaki yang terburu-buru mendekat. Tanpa perlu menoleh, ia sudah tahu siapa yang datang.
"Clairen!" Suara Nadya, sahabatnya, membuat Clairen tersenyum tipis.
"Terlambat, ya?" tanya Clairen tanpa menoleh.
Nadya menyalipnya, mengibaskan rambut panjang lurusnya. "Yupp. Udah bosen kamu nanya itu setiap hari, Clay. Kayak nggak tahu aja."
Clairen terkekeh. Nadya adalah sosok yang sangat berbeda darinya, jutek dan suka bicara tanpa filter. Tapi mungkin itulah yang membuat mereka cocok sebagai teman.
Begitu mereka berdua sampai di kelas, meja favorit mereka di pojok belakang sudah dipenuhi oleh empat orang sahabat Clairen lainnya. Amora, Hanna dan Winter duduk di sana, berbicara dengan suara rendah, sementara Eunita sibuk mengetik di laptopnya, mungkin menyelesaikan tugas yang sama seperti Clairen.
"Pagi, gurls!" sapa Clairen riang, menghempaskan dirinya ke kursi kosong di antara Amora dan Winter.
"Pagi, Clay," sahut Amora dengan suara pelan. Dia selalu begitu—si pendiam dan pemalu, tapi juga terkadang berisik ketika sedang menceritakan sesuatu.
"Gue baru liat lo semangat pagi-pagi kayak gini, ada apa?" Winter, yang terkenal cerewet dan banyak tingkah, sudah menebar kecurigaan dengan senyuman lebar miliknya.
Clairen terkekeh, "Nggak ada apa-apa. Cuma merasa lega aja tugas gue akhirnya kelar semalam."
"Udah kelar?!" Eunita, si tertua, mendongak dari laptopnya. "Wah, gue salut sama lo. Gue masih setengah jalan."
"Jangan ditanya gue," ujar Nadya, "Gue baru mau mulai nanti malam."
Mereka tertawa bersama. Tawa mereka, suara percakapan ringan, serta suasana kelas yang sibuk dengan mahasiswa lain membuat pagi itu terasa hangat dan menyenangkan. Hidup kampus Clairen tak jauh dari ini—dikelilingi sahabat-sahabat yang meski berbeda karakter, selalu mampu membuatnya merasa nyaman.
Ketika dosen mereka, Pak Agus, masuk ke kelas dan mulai memberikan materi, Clairen menghela napas kecil. Jam kuliah pagi selalu terasa panjang dan melelahkan. Ia mencoba tetap fokus pada materi, tapi sesekali pikirannya melayang ke hal-hal kecil seperti jadwal kuliah, hal yang akan dilakukannya saat weekend, atau makanan apa yang akan ia makan siang nanti. Sesekali, ia mencatat, tapi kebanyakan waktu ia lebih banyak mengobrol pelan dengan Winter atau sekadar memperhatikan dosen yang sedang menjelaskan dengan serius.
"Clay, lo paham?" bisik Winter tiba-tiba, memotong lamunan Clairen.
"Hah?" Clairen terpaku. "Apaan?"
Winter mengerutkan kening. "Lo nggak nyimak sama sekali, kan?"
Clairen hanya bisa tersenyum malu. "Gue lagi mikir tentang si bapak yang entah gimana bisa ngomong lama banget dan bikin orang ngantuk."
Winter menahan tawa, sedangkan dari sebelah, Nadya menimpali, "Gue heran, dosen kok suaranya bisa kayak lagu nina bobo ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
App-Tastic Love
RomanceClairen Jaya, gadis yang cerdas dan periang, menjalani kehidupan perkuliahan layaknya mahasiswa biasa. Namun, saat libur semester tiba Clairen merasa terjebak dalam rutinitas yang sunyi. Untuk mengusir kebosanan, ia mendownload sebuah aplikasi kenc...