Part 3

92 46 88
                                    

Clairen's POV

Pekan akhir semester tiba dengan cepat dan jujur aja, semua orang di kampus mulai terlihat seperti zombie. Tidur berantakan, mata sembab, dan senyuman hanya jadi mitos. Termasuk aku dan sahabat-sahabatku. Kami berenam berusaha bertahan hidup dengan cara masing-masing. Ohh itu terdengar berlebihan.

"Gue udah nggak ngerti sama otak gue. Semua yang gue pelajari kayak masuk, keluar lagi. Apa gunanya belajar semalaman?" gerutu Nadya di kantin pagi itu. Matanya setengah tertutup sambil menyeruput kopi.

"Lo kebanyakan minum kopi Nad," kata Amora sambil menggeleng. "Coba deh teh herbal, katanya bikin fokus."

"Fokus buat tidur, mungkin," jawab Nadya sinis, membuat kami semua ketawa.

Aku sendiri tidak jauh berbeda dari Nadya, walaupun mencoba lebih santai. Buku-buku tebal dan catatan berserakan di atas meja belajarku setiap malam. Setiap kali merasa hampir paham, aku kembali tersadar kalau sebenarnya belum begitu paham. Tapi, di antara semua kepenatan itu, ada satu hal yang aku syukuri, aku punya sahabat-sahabat yang selalu bikin suasana jadi lebih ringan.

Pekan akhir semester ini tidak jauh berbeda sama semester sebelumnya. Setiap hari, aku dan sahabat-sahabatku bertarung di medan pertempuran soal ujian, bertukar materi, saling menguatkan, dan di akhiri berdoa dengan harapan nilai kami tidak zonk.

Dan ini adalah hari terakhir ujian. Sesampainya di kos, aku langsung merebahkan badan di atas kasur, merasa sangat lega. Akhirnya final test selesai juga!


Author's POV

Tiga hari setelah final test berlalu, kampus mulai sepi. Beberapa sahabat Clairen sudah mulai mudik. Nadya, Amora dan Hanna jadi yang pertama pulang. Mereka semua berasal dari kota yang berbeda-beda, dan begitu ujian selesai, rasanya mereka tidak sabar buat balik ke rumah masing-masing.

"See you next semester, Clay!" kata Amora sambil melambai saat dijemput taksi online di depan kos. Yup, kos Amora berada tepat di sebelah kos Clairen.

Clairen berdiri di depan pintu kos, balas melambai. "Have a nice holiday! Jangan lupa oleh-oleh buat gue nanti."

"Ntar gue bawain lumpia Semarang!" janji Amora dengan senyum lebar.

Hanna dan Nadya sudah berangkat sedari pagi. Mereka bertiga sudah dalam perjalanan, suasana di kos Clairen langsung terasa beda. Sunyi. Tanpa tawa dan canda mereka, kos yang biasanya ramai karena menjadi tempat mereka kumpul itu kini seperti kosong.

Tinggal Eunita, Winter dan Clairen. Meski begitu, suasana mulai terasa berat, karena dua hari lagi Winter juga akan pulang kampung. Sedangkan Eunita sudah memesan tiket pesawat untuk pekan depan.

"Lo yakin nggak mau balik kampung juga, Clay?" tanya Winter saat mereka ngopi bareng di kafe dekat kampus. "Nanti lo bosen sendiri di sini, lho."

Clairen mengangguk. "Iya, gue udah pesan tiket buat balik juga kok. Gue nggak mau kesepian di kos karena keputusan konyol gak mau mudik."

Winter terkekeh pelan. "Good choice! Gue juga nggak sabar buat pulang."

Eunita yang ada di sebelah Clairen ikut tersenyum. "Keberangkatan lo hari apa, Clay? Gue di Senin siang"

"Gue juga senin tapi pagi sih," jawab Clairen

"Seriusan? berarti kita bisa berangkat bareng ke bandara, gue siang sih tapi ga ada salahnya kan ikut lo kebandaranya." Eunita menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal, ia hanya merasa kesepian jika harus berangkat sendiri ke bandara.

"Lo yakin ikut gue ke bandara dari pagi? lumayan lama loh" Kata Clairen yang hanya di jawab kekehan pelan dari Eunita.

Clairen's POV

Besok Winter bakal cabut, dan hari ini dia dan Eunita setuju buat nemenin aku belanja oleh-oleh buat dibawa mudik nanti. Kita bakal ke salah satu pusat perbelanjaan di kota ini. Aku udah punya daftar apa aja yang mau dibeli, dan mereka juga kelihatan semangat nemenin aku hari ini.

"Lo mau beli apaan aja, Clay?" tanya Winter sambil menggandeng tanganku.

"Maybe, Snack, aksesoris atau perintilan lucu buat adik-adik gue sama baju buat ortu," jawabku sambil milih-milih cokelat dan camilan.

Eunita ngangguk setuju. "wih sayang adik, nih." Aku hanya tertawa. 

Kami bertiga sibuk mengeliling pusat perbelanjaan, menikmati waktu belanja ini sebagai kesempatan terakhir untuk bareng-bareng sebelum semuanya pulang. Setiap kali kami berhenti di salah satu toko, pasti ada canda tawa, dan hari itu rasanya benar-benar menyenangkan.

Author's POV

Malam itu, Clairen duduk di lantai kamarnya, mulai mempersiapkan barang-barang yang akan ia bawa untuk pulang kampung. Koper kecilnya sudah terbuka, dan ia sibuk memilah-milih baju yang akan dibawa. Di sudut ruangan, ponselnya tergeletak di atas kasur, sesekali bergetar menerima pesan dari grup sahabatnya yang masih aktif mengobrol.

Namun, di tengah-tengah proses packing itu, tiba-tiba pikiran Clairen teralih ke sesuatu yang sempat ia pikirkan pekan lalu, sebelum mereka berlibur ke pantai. Ide aneh itu kembali muncul di benaknya.

"Gak ada salahnya kan gue coba?" gumam Clairen pelan, senyum kecil mulai mengembang di bibirnya. Rasanya aneh, tapi... menarik.

Dengan cepat, ia mengambil ponselnya dan membuka aplikasi Play Store. Jari-jarinya mengetik di kotak pencarian dan menekan ikon salah satu aplikasi yang muncul di layar.

Beberapa detik kemudian, ia sudah menekan tombol Install.

Saat aplikasi itu mulai diunduh, Clairen mengetuk-ngetukkan jarinya ke belakang ponselnya, mencoba menahan rasa gugup dan antusias yang mulai muncul. "Gue lagi ngapain sih?"

Ketika unduhan selesai, senyum makin merekah di bibirnya. Aplikasi itu terbuka dengan cepat, dan Clairen mulai mengisi informasi pengguna. Nama, gender, usia, asal negara—semua diisi dengan santai.

"Foto profil? Hmm..."

Clairen tertawa kecil sambil memilih foto yang akan dipakai. Setelah semuanya selesai, ia terbaring tengkurap di atas kasur, ponsel di tangan, matanya terpaku pada layar.

"Beneran, Clay? Aplikasi kencan?" pikirnya sambil terkekeh pelan.

Ya betul sekali, gadis itu baru saja mengisi informasi pengguna untuk sebuah aplikasi kencan.

Senyumnya semakin lebar saat aplikasi itu menyatakan bahwa profilnya sudah aktif. Matanya berbinar dengan antusias. "Ini bakal menarik," gumamnya dengan nada jahil.

Dan saat itulah, layar ponselnya menampilkan pesan selamat datang dari aplikasi kencan itu. Clairen menggigit bibirnya, menahan tawa kecil.

"Apa yang gue lakuin?" bisiknya lagi, tapi kali ini dengan semangat. Ia tahu bahwa ini akan menjadi pengalaman yang berbeda, mungkin bahkan sedikit gila, tapi juga sangat menarik.

Di saat itulah, untuk pertama kalinya, ia mulai menyadari bahwa libur kali ini mungkin tidak akan sesepi yang ia bayangkan, dan bahkan mungkin sangat di luar ekspetasinya.

"Oke, jadi gue beneran udah daftar aplikasi kencan. Nggak tahu ini bakal jadi ide bagus atau justru konyol. Tapi, gak salahkan mencoba sesuatu yang baru. Toh, liburan ini nggak harus membosankan, kan?" ucap Clairen pada dirinya sendiri. "Ah, nggak sabar!" gumamnya lagi sambil mendang-nendngkan kakinya ke udara.

Clairen menutup ponselnya dengan perasaan campur aduk, antara senang, penasaran, dan sedikit gugup. Tapi, satu hal yang pasti, hidupnya dalam beberapa waktu ke depan mungkin akan berubah. Dengan senyum jahil di wajahnya, ia menatap langit-langit kamar.

"Petualangan baru baru saja dimulai, Clay!" Ucapnya dengan semangat.

.

.

.

To be continued


Walahh walahh, berani banget si Clay main datting apps :(

App-Tastic LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang