Isabelle Milikku!

7 8 0
                                    

Sheikh Umar mengangguk pelan, tatapannya penuh keyakinan. "Kita harus kembali ke tempat itu. Tempat di mana semuanya dimulai. Hanya di sana kau bisa memutus rantai kebencian ini."

Ustadz Adam merasakan keraguan sejenak. Kembali ke rumah itu, ke kegelapan di mana Isabelle kini terperangkap, membuatnya ngeri. Namun, dia tahu tidak ada pilihan lain. "Bagaimana kita bisa menghadapi sesuatu yang tak kasat mata? Anita... dia sudah mati."

Sheikh Umar tersenyum, seolah memahami ketakutan Ustadz Adam. "Yang kita hadapi bukanlah tubuhnya, tapi jiwanya yang penuh luka. Dia berusaha mencari keadilan di dunia yang salah. Kau akan melawan bukan hanya dengan kata-kata, tapi dengan kekuatan iman."

Perjalanan kembali ke rumah itu terasa panjang. Setiap langkah membawa Ustadz Adam lebih dekat pada takdirnya, dan pada penebusan Isabelle. Hujan belum berhenti, suara gemuruh petir di kejauhan semakin menambah kesan horor malam itu.

Setibanya mereka di depan rumah, Ustadz Adam merasakan hawa dingin menusuk yang bukan berasal dari cuaca. Ini adalah hawa kematian, penuh dendam dan amarah. Rumah tua itu berdiri seperti monster yang siap menelan siapa saja yang mendekat.

"Kita masuk," ujar Sheikh Umar dengan tenang, seolah tempat itu tak mengusik keberaniannya sedikit pun.

Ketika pintu kayu tua itu berderit terbuka, ruangan dalam rumah terlihat lebih gelap dan menyeramkan daripada sebelumnya. Ustadz Adam merasakan bayangan gelap mengelilinginya, tapi Sheikh Umar tetap berjalan dengan tegap. "Jangan takut. Mereka hanya bayangan... kekuatan sesungguhnya ada di dalam hatimu."

Di dalam ruangan, bayangan Isabelle duduk di sudut, pisau masih tergenggam erat di tangannya, darah Abian menetes dari ujungnya. Wajahnya tampak hampa, tapi matanya penuh kemarahan yang mendalam.

"Isabelle!" seru Ustadz Adam, suaranya bergetar, namun penuh tekad. "Ini aku, Adam. Aku di sini untuk menolongmu. Tolong... sadarlah!"

Isabelle mendongak perlahan, menatap Ustadz Adam dengan mata yang sekarang sepenuhnya kosong. "Tidak ada yang bisa menolongku... Tidak ada..." suaranya terdengar seperti bisikan dari neraka. "Aku... telah mati bersama Ayahku..."

Sheikh Umar melangkah ke depan. "Isabelle, kau belum mati. Kau masih hidup, tapi terjebak dalam kebencian yang bukan milikmu. Dengar suara hatimu, bukan bisikan dari masa lalu."

Namun, sebelum kata-kata itu mencapai Isabelle, suara Anita bergema di seluruh ruangan, seolah datang dari segala arah. "Dia bukan lagi Isabelle, Adam. Isabelle adalah milikku sekarang. Aku yang mengendalikan hidupnya."

Ustadz Adam merasa tekanan luar biasa di dadanya. "Anita! Cukup! Apa yang kau inginkan? Apa yang akan memuaskan dendammu?"

Tawa Anita bergema nyaring, penuh kemenangan. "Kepuasan? Tidak ada kepuasan untukku, Adam. Kau tahu itu. Aku tak akan pernah berhenti sampai semuanya hancur. Isabelle, Abian, Aletta, kau... semuanya."

Sheikh Umar merapalkan doa-doa dengan tenang, tangannya terangkat, sementara Ustadz Adam merasakan ketegangan meningkat di dalam ruangan. "Ini bukan akhir, Anita. Kau bisa mencari kedamaian, tapi bukan dengan cara ini."

Ruangan itu mulai bergetar, cahaya redup tiba-tiba menyinari Isabelle. Wajahnya berubah menjadi sesuatu yang lebih gelap, seolah-olah kepribadiannya terkoyak antara dirinya dan roh Anita yang merasukinya.

"Adam..." suara Isabelle bergetar, dan untuk sesaat, kemarahan di matanya menghilang. "Aku... aku tak ingin seperti ini. Tolong aku..."

Whispers (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang