Permulaan

8 9 0
                                    

Tubuh Abian semakin terasa berat, seolah ada kekuatan misterius yang mengikatnya. Wajah Andrian semakin mendekat, dan di dalam tatapan pria itu, Abian melihat sesuatu yang menakutkan—sebuah kepuasan yang aneh, seolah Andrian tahu sesuatu yang tidak ia ketahui.

"Kamu benar-benar tidak paham, ya?" Andrian berkata, suaranya penuh ejekan. "Kamu pikir bisa menyelamatkan diri dari bayangan masa lalumu? Dari apa yang kamu lakukan pada Anita?"

Abian mencoba menenangkan diri, berusaha berpikir jernih. Dia tahu dia harus melawan, harus menemukan cara untuk mengubah situasi ini. Tapi suara Anita terus berputar di kepalanya, semakin membingungkan dan mengacaukan pikirannya.

"Hancurkan dia, Abian! Dia yang menghancurkan kita! Jangan biarkan dia lolos!" bisikan itu berulang kali menekan batinnya, mendorongnya untuk bertindak.

Satu sisi dari Abian ingin berlari, tetapi sisi lain merasa terjebak dalam lingkaran kebencian dan kemarahan yang diciptakan oleh masa lalunya. "Apa yang kamu inginkan dariku, Andrian?" dia bertanya lagi, berusaha memperjelas situasi.

"Aku ingin kamu merasakan sakit yang sama. Aku ingin kamu tahu betapa menyedihkannya melihat orang yang kamu cintai diambil darimu, hanya karena keputusan bodoh yang kamu buat," Andrian menjawab, suaranya sekarang mengandung nada marah.

Satu lagi bisikan dari Anita muncul. "Abian, jangan biarkan dia mengendalikanmu! Ini saatnya untuk bertindak!"

Dengan seluruh kekuatan yang tersisa, Abian berusaha membuang rasa takutnya. "Kau tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi!" teriaknya. "Anita tidak seharusnya berakhir seperti ini!"

Andrian hanya tersenyum sinis, seolah dia menikmati pertunjukan. "Oh, aku tahu lebih banyak dari yang kamu kira, Abian. Ini bukan tentang benar atau salah. Ini tentang bagaimana kamu akan menghancurkan dirimu sendiri dengan ketidakmampuanmu untuk menghadapi kenyataan."

Seketika, Abian merasa sebuah lonjakan energi, seolah semua emosi yang terkumpul dalam dirinya meledak. Dia tidak akan membiarkan Andrian mengendalikan hidupnya atau membiarkan bayangan Anita menggerogoti pikirannya lebih jauh.

Dengan keberanian yang tiba-tiba muncul, Abian menantang Andrian. "Kau tidak bisa menghancurkan aku! Aku akan menemukan cara untuk mengakhiri semua ini—dan aku akan melakukannya tanpa membiarkan suara-suara itu mengendalikan hidupku!"

Tapi saat itu juga, Andrian melangkah maju, meraih lengan Abian, dan menekannya dengan kuat. "Kamu tidak punya pilihan, Abian. Anita tidak akan membiarkanmu pergi begitu saja. Dia ada di sini—di dalam kepalamu, berbisik padamu untuk membalas dendam. Kau hanya perlu sedikit dorongan untuk menjadikannya nyata."

Abian berjuang melawan cengkeraman Andrian, merasakan semakin dalamnya rasa sakit. Tapi di saat yang sama, dia merasakan keinginan untuk mengendalikan hidupnya kembali. Mungkin Andrian benar, tapi dia tidak bisa membiarkan semua itu mempengaruhi keputusannya.

Tiba-tiba, sebuah ide melintas di benaknya. Jika Andrian ingin memanfaatkan rasa sakit dan kemarahan, mungkin dia bisa menggunakan itu untuk mendapatkan keunggulan. Abian menarik napas dalam-dalam, kemudian berbicara dengan tenang, "Baiklah, jika ini permainan yang kau inginkan, aku akan bermain. Tapi ingat, aku tidak akan membiarkanmu menang."

Andrian melepaskan pegangan, terkejut mendengar ketegasan dalam suara Abian. "Apa yang kau maksud?"

Dengan penuh keberanian, Abian menyusun rencana. Dia harus mencari cara untuk membalikkan keadaan. Dia tidak hanya akan mencari kebenaran mengenai kematian Anita dan Aletta, tetapi juga akan menemukan cara untuk menghentikan Andrian sebelum semuanya terlambat.

"Bersiaplah, Andrian. Ini baru permulaan."

Whispers (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang