Aku Bersamamu

8 9 0
                                    

Malam itu, setelah Abian meletakkan gelas wine, suasana rumah mendadak berubah. Suara angin yang berhembus lembut terasa asing, seolah membawa sesuatu yang lebih berat dari sekadar udara. Abian bangkit dari sofa, berjalan menuju jendela, dan menatap keluar dengan pikiran yang berkecamuk.

Tiba-tiba, telinganya menangkap sesuatu. Sebuah suara. Lembut, namun jelas. Suara yang pernah ia kenal sangat baik.

"Abian..."

Abian terdiam, jantungnya berdebar lebih cepat. Suara itu—suara yang sudah lama tak ia dengar. Suara Anita.

"Kamu pikir ini sudah berakhir? Ini baru permulaan..." bisikan itu kembali terdengar, kali ini lebih dekat, lebih nyata.

Abian menoleh ke sekeliling, mencari sumber suara. Tapi tidak ada siapa-siapa. Hanya dia seorang diri di rumah itu. Jantungnya makin berdegup kencang, sementara pikirannya mulai dipenuhi kebingungan. Apakah ini hanya halusinasi? Atau... ada yang lebih dari sekadar bisikan ini?

"Kamu tahu ada yang lebih besar dari semua ini, kan, Abian? Jangan lari lagi..." suara Anita terdengar lagi, seolah datang dari sudut-sudut rumah.

Abian memejamkan matanya, berusaha mengabaikan suara itu, tapi ia tidak bisa. Ada sesuatu yang menyelinap di balik setiap bisikan itu. Sesuatu yang membuatnya sadar, ada misteri yang belum terpecahkan. Sesuatu tentang kematian Anita, dan mungkin... juga Aletta.

"Mereka tidak mati karena kebetulan," gumam Abian pada dirinya sendiri, mencoba menyusun kepingan-kepingan yang ada di pikirannya. Dia tahu ada yang salah, tapi selama ini dia terjebak dalam rasa bersalah dan dendamnya sendiri, hingga tak pernah mencari tahu kebenarannya.

Sekarang, dengan bisikan-bisikan itu, semuanya menjadi jelas. Ada dalang di balik kematian mereka, dan Abian harus menemukannya.

"Mulailah dari awal, Abian..." suara Anita terdengar lebih jelas kali ini, seperti sebuah perintah.

Abian menghela napas panjang, tubuhnya bergetar antara ketakutan dan tekad yang mulai tumbuh. Mungkin ini adalah petunjuk yang dia butuhkan untuk menebus kesalahannya. Dia tidak akan tinggal diam lagi. Waktunya untuk menemukan siapa yang sebenarnya bermain di balik bayang-bayang, siapa yang menghancurkan hidupnya dan orang-orang yang ia cintai.

Dengan langkah mantap, Abian berjalan keluar dari rumah. Dia tahu ke mana dia harus pergi—ke tempat di mana semuanya bermula. Ke tempat yang bisa memberikan jawaban. Mungkin di sana, bisikan Anita akan mengarahkannya lebih jauh.

Abian melangkah keluar dari rumah, udara malam terasa dingin menusuk kulitnya, tapi pikirannya tak berhenti bekerja. Setiap langkah membawanya semakin dekat ke tempat yang sudah lama ia hindari—apartemen lama tempat dia dan Anita dulu tinggal bersama. Di sanalah semuanya bermula, dan di sanalah mungkin ia akan menemukan petunjuk.

Sesampainya di apartemen, tempat itu masih sama seperti dulu, seolah waktu tak pernah bergerak di sini. Tapi bagi Abian, semuanya sudah berubah. Dia berdiri di depan pintu apartemen yang sudah lama ditinggalkannya, menggenggam kunci yang masih tersimpan rapi di sakunya.

Saat pintu terbuka, ruangan itu gelap dan berdebu. Setiap sudut membawa kenangan tentang Anita, tentang masa-masa mereka masih bersama sebelum semuanya berantakan. Namun kali ini, dia tidak datang untuk mengingat. Dia datang untuk mencari kebenaran.

Abian menyalakan lampu dan mulai memeriksa ruangan. Dia membuka laci-laci, lemari, dan bahkan kotak-kotak yang sudah berlapis debu. Tapi tidak ada yang mencurigakan. Hanya barang-barang lama yang penuh kenangan.

Tiba-tiba, suara itu kembali. Bisikan Anita.

"Abian, kamu harus melihat lebih dalam..." suaranya terdengar samar, namun jelas di telinga Abian.

Dia berhenti sejenak, mendengarkan. Lalu, sesuatu menarik perhatiannya. Sebuah kotak kecil di sudut lemari yang selama ini ia abaikan. Kotak itu berwarna cokelat pudar, hampir tersembunyi di balik tumpukan barang lain. Dengan ragu, Abian mengambil kotak itu dan membukanya.

Di dalamnya, ada sebuah amplop usang. Abian mengerutkan kening, perlahan membuka amplop itu. Di dalamnya, ada beberapa foto lama—foto Anita bersama seorang pria yang tidak ia kenal. Pria itu tampak dekat dengan Anita, lebih dari sekadar teman. Perasaan cemburu dan curiga mulai merayap ke dalam diri Abian, tapi dia tahu ini bukan saatnya terjebak emosi.

Selain foto, ada juga sebuah surat. Abian membacanya dengan cepat, dan semakin lama ia membaca, semakin jelas bahwa pria itu adalah bagian dari kehidupan rahasia Anita yang tidak pernah ia ketahui. Nama pria itu tertulis di akhir surat—Andrian.

"Dia tahu sesuatu..." suara Anita berbisik lagi, kali ini lebih tegas.

Abian meremas surat itu di tangannya, otaknya mulai bekerja lebih cepat. Mungkin pria ini tahu lebih banyak tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Anita. Bisa jadi, Andrian adalah kunci untuk mengungkap dalang di balik semua ini. Atau lebih buruk lagi—dia mungkin terlibat langsung.

Abian segera keluar dari apartemen, matanya penuh dengan tekad baru. Dia tahu apa yang harus dia lakukan. Langkah pertama adalah menemukan Andrian dan mendapatkan jawaban. Jika pria itu tahu sesuatu, maka Abian akan memaksanya untuk berbicara, apapun caranya.

"Aku bersamamu, Abian... jangan menyerah." Bisikan Anita terdengar untuk terakhir kalinya malam itu, memberikan kekuatan bagi Abian untuk terus maju.

Whispers (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang