Duapuluh Enam

63 9 0
                                    

Setahun setelah kejadian itu hubungan Jean dan Jane semakin dekat. Tapi keduanya tak berkomitmen apapun seperti yang Jean lakukan pada Adzkiya dulu.

Selama setahun penuh pun keduanya sering terlibat dalam satu team. Dan saling melindungi satu sama lain.

Bagi Jean, Jane adalah segalanya karena Janelah yang menyelamatkannya dari keterpurukan saat ia kehilangan sosok Mama yang dibunuh oleh mantan suaminya sendiri yang tak lain adalah Papa kandung Jean sendiri.

Sedangkan bagi Jane, Jean adalah semangat barunya. Sosok yang memberikan warna baru dalam hidupnya yang kosong dan tak berwarna.

Jean selalu melindunginya dalam kondisi apapun dan ia melakukan itu dengan tulus.

"Jane, awas !" Teriak Jean saat ia melihat seorang sniper yang berjarak 10 meter dari tempatnya berdiri melepaskan tembakan ke arah Jane.

Brukk

Jean menabrakkan tubuhnya ke tubuh Jane untuk melindunginya dari sebuah peluru tajam yang ditembakkan oleh sniper yang berjarak tak jauh dari tempat mereka berdiri.

Bahu Jean pun terkena timah panas karena melindungi Jane. Ia meringis kesakitan namun ia lega karena bisa menyelamatkan Jane dari timah panas yang bisa menembus kepala Jane walaupun harus melukai tubuhnya sendiri.

"Je..." Bisik Jane kemudian.

"Aku gapapa, yang penting kamu ga kena" ujar Jean dengan berbisik pula.

"Kamu tetep berbaring ya" pinta Jean kemudian.

Jane dan Jean sekarang berada di tengah  hutan belantara dan sedang berperang melawan separatis yang menginginkan wilayahnya merdeka dan berpisah dari NKRI dan menggunakan kekerasan untuk mendapatkan keinginannya.

Sudah ratusan warga sipil dan aparat yang menjadi korban dari pemberontakan yang sia sia ini karena sesungguhnya para pemberontak yang berhasil tertangkap dan di penjara mengungkapkan bahwa ia hanya dibayar untuk berjuang tanpa tau apa makna dari perjuangan itu sendiri.

Jean bergerak pelan dengan merayap di tanah.  Memisahkan diri dari Jane yang dibiarkannya telungkup untuk memancing sniper yang sedaritadi mengamati mereka sejak turun dari helikopter di landingzone yang jarak tidak begitu jauh dari tempatnya kini berada

Sniper yang tanpa baju pelindung dan hanya menggunakan kaos biasa yang sudah lusuh dan tercompang camping itu berjalan pelan mendekati Jane yang sedang tertelungkup sambil menodongkan senjatanya.

"Segini doang kemampuanmu ?" Ujar sniper itu sambil menodongkan senjatanya ke kepala Jane dan siap meletuskannya.

Jean yang bersandar di bawah sebuah pohon yang cukup besar itu mengambil posisi untuk menembak sniper itu sambil meringis kesakitan merasakan peluru yang melesak ke bahunya sekarang mulai menyakitinya.

Suara peluru yang teredam oleh silencer di senjata milik Jean terdengar jelas di telinganya, ia pun memejamkan mata dan berharap bahwa tembakannya mengenai paha sniper itu.

Brukkk

"Aaaaah sialan !" Pekik sniper itu sambil memegangi pahanya.

Jane pun langsung bangun dan mengeluarkan borgolnya untuk menahan pria itu.

Jean pun segera mendekat dan menekan paha pria yang sudah terluka itu membuat pria itu berteriak kencang dan memakinya.

"ANJIIIIING" teriak pria itu kesakitan.

Jean pun menjauhkan tangannya dari paha pria itu dan menatapnya dengan dingin.

"Dimana markas kalian ?" Tanya Jean kemudian.

The Story About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang