Bab 48

21 3 2
                                    

*******
Sambil stel lagu nya, enak.
*******

Hari ini adalah hari peluncuran album debut Pentachord. Mereka akan tampil pada siang hari ini, dengan formasi lengkap. Para guru sekolah dan penggemar Pentachord yang mengenal dan ingin mendukung mereka, datang ke hall tempat mereka akan tampil.

Aku pun mendapatkan undangan nya. Namun aku tidak menggubrisnya. Luka ku masih sangat basah. Kecewa ku masih dengan jelas terpampang nyata.

Bagaimana kalau nanti nya aku kalah? Berlari menghambur ke pelukannya? Lagi pun apa dia akan menerima ku kembali setelah aku menyakitinya dengan sebegitu hebatnya?

Rayyan sempat tidak enak badan, kata Gia. Gia menjadi perantara dengan Eki meski aku tidak menginginkan informasi tentang lelaki itu, namun Gia tetaplah Gia. Keras kepala.

Eki bilang ke Gia, Rayyan tampak linglung dari H-2 tampil. Sempat mereka panik dan khawatir melihat kondisi Rayyan, mereka membujuk Rayyan untuk istirahat namun Rayyan menolaknya. Bahkan di hari terakhir mereka latihan, Rayyan harus memasang infus di tangan.

Rasa khawatir menyelimuti hati ku. Bertanya tanya tentang Rayyan sakit apa sampai harus di infus? Bagaimana pola makan nya sampai bisa tumbang seperti itu. Apa kesibukannya sangat menyita waktu nya hingga untuk makan dan memperhatikan diri sendiri saja ia tidak sempat.

Mati-matian aku menahan diri untuk tidak mendatangi rumah nya, mencari tau kabar nya langsung. Melihat kondisi nya yang sebenarnya. Apa ia seperti ini karena aku? Apa aku yang menjadi penyebab dia sakit?

Tapi Gia memberiku kabar baik tadi, katanya Rayyan sudah kembali sehat dan bugar, terlihat tampak menawan dalam balutan setelan kasual hitam putih yang ia pakai hari ini. Khas Pentachord.

" Lo serius Karamel, gak mau datang? At least jadi temen gue 'lho ini. Temenin gue. Bukan buat nonton Rayyan."

Diseberang sana Gia bertutur, aku mengambil ponsel ku mendirikannya di meja rias. Tangan ku masih sibuk merapihkan kasur, sambil memasang telinga ku mendengarkan suara Gia melalui speaker yang ku aktifkan.

" Gue gak bisa Gi, gue belum sanggup." Jujur ku

" Hufttt. Paham gue Ra, apa gue balik aja ya Ra? Gue temenin lo aja di rumah?" Usul Gia membuat ku melotot ke arah ponsel meski Gia tidak melihatnya.

" Jangan! Gak perlu Gi. Lagian, lo diundang khusus sama Pentachord 'lho, gak enak kalau lo pergi duluan begitu aja. Apalagi konser nya aja belum mulai." Jelas ku.

" Tapi, lo lagi galau Kara. Sahabat macam apa gue—"

" Gia." Panggil ku

" Ya Karamel? Gue pulang aja ya?" Lagi, ia bertanya.

Menarik nafas panjang, aku mendudukkan diri di kursi meja rias, menatap ponsel ku yang menampilkan profil Gia yang berpose berlatarkan Merlion statue lalu menjawab nya.

" Gue gak apa apa Gia. Malah kalau gue datang kesana, gue takut malah bikin hancur mood nya Rayyan. Dan, gue masih belum berani berhadapan sama Rayyan, beside Gi, we're over. Gak ada alasan buat gue ada disana." Kembali ku menjelaskan kepada Gia.

Hari pertama putusan ku dengan Rayyan, aku langsung menghubungi Gia. Dan malam nya Gia menginap di rumah ku, menemaniku yang sedang patah hati. Ia membawa banyak camilan dan menghiburku dengan mengajak ku fan girling. Bernyanyi dan menari mengikuti lagu idol K-Pop kesukaannya.

" Oke Karamel, nanti gue kirimin deh video penampilan mereka ya."

" Gak usah Gi, Gue—halo? Halo Gi? Ck, anak ini benar-benar." Ketus ku menyadari sambungan telepon kami terputus.

A Million Feeling (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang