Upacara pagi ini sangat spesial. Sekolah memberi sambutan hangat untuk murid-murid yang terpilih mewakili sekolah di ajang kompetisi nasional olimpiade. Tiga orang terpilih berdiri bersampingan di depan podium yang biasa menjadi tempat amanat pembina upacara.
Rayyan ku ada disana, dengan luka disudut bibirnya. Luka yang tidak jauh berbeda juga saudara nya dapatkan, Rafka. Saat aku tidak sengaja berpapasan dengannya ketika masuk ke gerbang sekolah.
Firasat ku mereka bertengkar, untuk alasan apa itu yang ingin aku cari tau.
" Gils Rayyan ganteng banget."
" Rayyan paling tinggi lho itu, dia apa sih yang gak bisa? Udah ganteng, berbakat di olahraga, musik, akademik juga pinter. Maka nikmat mana lagi yang engkau dustakan??"
" Rayyan ya ampun idola gue!"
" Kemarin hot banget pas main basket ujan ujanan. Lo liat gak?"
" Coook!!! Rayyan sumpah aura nya awur - awuran."
" Ehh help! Rahim gue anget!"
Euw!! Sejak kapan Rayyan mempunyai fans-fans seperti itu? Apa tadi kata mereka? Apa mereka gak malu berkata seperti itu? Aku sangat kesal mendengar mereka membicarakan Rayyan-ku seperti itu.
" Ra, gokil sih ini cegil cegil lakik lo." Gia berbisik dari belakang ku.
Ya dia sudah kembali lebih cepat dari liburan singkat ala Gia. Katanya di Singapore membosankan dan makanan nya jarang ada yang cocok di lidahnya, lebih baik masuk sekolah dan jajan makanan kantin tuturnya.
Aku hanya tertawa saat Gia menceritakannya tadi, sembari memberi oleh-oleh untukku.
" Biarin aja Gi, gak usah digubris." Bisik ku membalas.
Gia berdecak, " Mereka pura pura tolol apa emang gak tau malu sih ngomongin Rayyan dideket ceweknya?" Kesal nya lagi
Aku menggeleng pelan, bingung juga ya.
" Gak tau juga Gi. Mungkin mereka gak tau gue sama Rayyan pacaran."
" Meh! Mana mungkin! Satu sekolah tau betapa bucinnya seorang Rayyan ke lo."
Aku mengulum senyum ku malu, mata ku menatap Rayyan yang tersenyum dengan sangat menawan di depan sana.
" Ra, lakik lo bibir nya luka gitu, dia abis berantem kah? Apa abis cipokan?"
Tebak asal Gia membuat ku terdiam kaku, kilasan apa yang terjadi kemarin kembali terputar di pikiran ku. Aku bersemu kembali mengingatnya.
" Beuhh baru gue tinggal berapa hari aja lo udah saling sosor-sosoran gitu Ra, bahaya emang kalau ditinggal nih anak." Usil Gia menyenggol bahu ku saat aku terdiam lama tanpa menjawab pertanyaan nya.
" Apaan deh Gia?! Jangan usil!!" Ingat ku kepada Gia
"....Coba nanti gue tanya kenapa sampai luka gitu." Lanjut ku menetralkan situasi.
" Halah, itu gara-gara lo kali Ra terlalu ganas."
" GIA! GUE GAK GITU!" Elak ku
Suara Gia tertawa terdengar pelan, aku kembali mengingatkan diri, aku masih ada di lapangan. Bukan tidak mungkin orang lain akan mendengarkan percakapan ku dengan Gia meski kami sudah berbisik-bisik.
" Karamel yang ku ajarkan dengan sepenuh hati sekarang sudah beranjak dewasa." jahil Gia menarik rambut ku pelan yang hari ini ku ikat satu ponytail.
Aku tak menanggapi nya lagi, fokus mendengarkan amanat pembina upacara di depan sana dengan khidmat.
" Lo utang banyak cerita sama gue ya Karamel." bisik Gia lagi di telinga ku
KAMU SEDANG MEMBACA
A Million Feeling (COMPLETED)
Roman pour Adolescents((ON GOING)) ((Warning 16+ banyak umpatan/ucapan kasar )) Menjadi anak tunggal tapi gak kaya raya gak selalu hidup-nya enak. Adakala nya aku merasa jenuh, kesepian gak punya teman curhat atau teman bermain, tapi di sisi lain aku buuuaaaahagiaa karen...