23-Kematian Pandawa

116 19 1
                                    

Dalam kobaran api pemakaman para Pandawa, mereka semua menghadirinya untuk mengantarkannya ketempat mengistirahatkan terakhirnya.

Entah itu Ratu Kunti ataupun Gayatri, tidak ada diantara keduanya yang berbicara. Mereka menatap kosong kearah perapian, dimana tempat peristirahatan terakhir orang-orang terkasih.

Meskipun tidak ditemukan jasad dari Pandawa, dengan kobaran sebesar itu. Mereka ditetapkan telah tiada. Akhirnya pemakamanpun diadakan untuk melepas kepergiannya.

Gayatri menatap kosong pada perapian itu, tidak ada yang tau apa yang dia pikirkan, bagaimana perasaannya. Karena dia sedari tadi diam dan tidak berbicara sedikitpun.

"Lihatlah Paman, dia terdiam seperti orang mati"ungkap Duryudana sambil menatap Gayatri dengan senyuman penuh kemenangan.

"Tenanglah keponakan ku, kamu harus terlihat sedih atas kepergian Pandawa. Kita perlu menghilangkan kecurigaan yang terarah pada kita "Sangkuni mencoba membujuk Duryudana untuk bersikap tenang, Duryudana juga paham saat ini tidak boleh ada kesalahan terjadi. Jadi dia kembali memasang ekspresi penuh kesedihan.

Gayatri saat ini seperti mayat hidup, dia tidak tau apa alasannya untuk hidup?

Mata kosong itu seketika jatuh ke wajah Duryudana dan Sangkuni, dia tau itu, jika mereka pasti adalah dalangnya. Hanya saja dia belum memiliki bukti apapun.

Kakinya melangkah kearahnya, Duryudana sedikit gugup karena hal ini.

"Adik Gayatri, mengapa kamu menatap ku seperti itu?"tanya Duryudana dengan senyuman canggung.

"Adik? Hehehe.... Pangeran Duryudana, Aku akan menganggap mu kakak, selama aku berhasil meletakkan kepala mu dibawah kaki ku"acuh Gayatri, dia pasti akan membalas dendam ini. Biarkan dirimu Yuda berhasil mencapai cita-cita mu, dan membuat mu berlutut pada ku.

Duryudana mendengus dingin, aku tidak akan melakukan apapun yang kamu inginkan?

Ini sungguh konyol, bisakah kamu membuat ku bertekuk lutut padamu? Dalam kehidupan ini sepertinya mustahil~

***

"Ibu, tolong makanlah sedikit"bujuk Gayatri pada Ratu Kunti.

"Bagaimana aku bisa makan, kakak-kakak mu juga belum makan"Kunti menahan air mata yang akan terjatuh, dia tidak ingin Gayatri khawatir. Tetapi sangat sulit bagi dirinya untuk lepas dari duka ini.

"Dengarkan aku ibu, tidak baik bagi mu untuk terus bersedih. Kematian ini harus dibalaskan, untuk membalas. Kami perlu hidup dengan sehat"Kunti mendongak dan menatap Gayatri dengan tatapan kebingungan.

"Balas dendam?"

"Kematian ini bukanlah sebuah kecelakaan, aku yakin dalang dibaliknya ada hubungannya dengan Duryudana!"

"Jangan katakan hal sembarangan, kamu tidak punya bukti. Jika ini terdengar ketelinga Raja Destarasta, kamu akan mendapatkan masalah"

"Entahlah, aku pasti akan mencari kebenarannya. Jika memang kematiannya benar-benar sebuah konspirasi, maka kita akan menghukum pelakunya. Untuk itu, aku ingin ibu yang menentukan hukumannya. Jadi ibu harus sehat dan menunggu waktu itu tiba "

Kunti tersenyum dan akhirnya mulai memakan sarapannya, dia tidak tau apakah kematian anak-anaknya adalah kecelakaan atau konspirasi.
Saat ini yang dia tau, dia tidak ingin Gayatri bersedih atas kondisinya, selanjutnya dia pasti tidak akan membiarkan kecelakaan terjadi pada anak-anaknya yang tersisa.

Tidak peduli apakah benar ada konspirasi ataupun tidak! Karna dan Gayatri, tidak akan Kunti biarkan terluka sedikitpun.

***

"Ini adalah hasil rapat terakhir"ungkap Raja Destarasta, mengakhiri persidangan istana.

"Nona Gayatri memasuki ruangan!"seluruh penghuni sidang istana menatap pengunjung yang datang tiba-tiba.

"Gayatri? Ada apa gerangan kamu  kemari?"

"Aku kemari untuk meminta kompensasi atas kematian kakak-kakak ku"

"Kompensasi? Apa maksud mu?"tanya Duryudana sambil mengerutkan keningnya.

"Kematiannya akibat hadiah dari Pangeran Duryudana, tidakkah kamu perlu menjelaskannya?"

"Aku turut berdukacita, tapi itu semua adalah kecelakaan"jelas Duryudana dengan nada menyayangkan.

"Kecelakaan? Baiklah, mari kita anggap itu kebenarannya. Lalu bagaimana dengan posisi Putra Mahkota? Apa itu akan diletakkan dikepala mu? Belum seminggu kakak ku tiada, kamu langsung buru-buru mengambil posisi itu?"ejek Gayatri dengan tatapan sinis.

"Urusan pemerintahan tidak boleh ditunda, anak ku"ungkap Destarasta dengan kesungguhan.

"Jika begitu, aku ingin keadilan untuk posisi itu"Duryudana mengerutkan keningnya, dia tidak paham dengan permainan teka-teki yang dituturkan Gayatri.

Gayatri tersenyum lembut, karena kamu membakar Pandawa didalam kobaran api. Maka Gayatri pastikan, bahwa impian Duryudana akan dia bakar didalam kobaran api yang sama. Gayatri tidak akan membiarkan Duryudana mendapatkan apa yang dia inginkan, dan hanya akan menyisahkan kesedihan untuknya.

"Keadilan apa?"

"Karena posisi Putra Mahkota awalnya menjadi hak Pangeran Yudistira. Maka aku ingin keadilan, dimana siapapun yang menduduki posisi itu perlu dilakukan penilaian ulang"Gayatri mengatakan keberatan untuk Duryudana yang ingin merebut posisi itu dengan mudah.

"Tapi Duryudana tidak memiliki satupun pesaing untuk posisi itu, bagaimana bisa ada kompetisi?"tanya Sangkuni, Gayatri menyipitkan matanya, ada ejekan dimata indahnya.

"Aku.... sebagai Putri Gayatri, tentu punya kesempatan untuk bersaing, bukan?"

***

"Kenapa kita tidak kembali? Gayatri dan ibu pasti khawatir"Yudistira menggelengkan kepalanya.

"Ini belum waktunya, kami harus bersembunyi dalam kegelapan untuk sementara waktu. Sambil mengumpulkan bukti dari tindakan Duryudana, kami tidak boleh kembali dengan tangan kosong. Dengarkan aku, Arjuna. Kami butuh bukti untuk menghukum Duryudana dan adik-adiknya!"

"Lalu bagaimana jika itu terbukti? Bukankah peristiwa keracunan kakak Bima saja, mereka tidak dihukum berat?!"marah Nakula, dia masih ingat ekspresi ketakutan Gayatri karena terkejut dengan keracunan Bima.

Bahkan sampai sekarang, Gayatri masih dibayang-bayangi oleh peristiwa itu. Saat ini, jika mereka berpura-pura mati, dia tidak tau bagaimana perasaan Gayatri.
Selanjutnya, ibu juga pasti akan sangat sedih dengan kabar kematian mereka.

"Tidak! Kali ini kami akan mengumpulkan banyak bukti. Sehingga Paman tidak dapat melindungi Duryudana lagi"

"Kakak, tolong mengertilah. Kami mengkhawatirkan Gayatri dan ibu di istana itu"ungkap Bima yang sedari tadi diam.

"Aku mengerti kalian khawatir, tapi ini juga penting. Jika kita berhasil, maka Duryudana dan saudara-saudaranya tidak akan bertindak tanpa batas lagi. Kemudian untuk keselamatan Gayatri dan ibu, untuk saat ini kita serahkan pada Raja Angga Karna "

***

Bersambung ~

See you

Variabel Mahabharata Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang