Kilas balik itu datang secara tiba-tiba, saat aku melihatmu. Sakit rasanya ketika kita menjadi asing satu sama lain.
Padahal.... Kamu yang datang terlebih dahulu, mengetuk pintu hatiku yang sudah lama tidak pernah ku buka untuk siapapun, kamu datang layaknya bintang yang bersinar terang, mengisi gelapnya hatiku dengan kilau indahmu. Terlalu indah dan terang hingga membuatku terlena. Terlalu banyak yang kamu ucapkan padaku dulu.... Sering kali kamu bilang "jangan terluka, teruslah bahagia" . Terus meyakinkan aku bahwa semua baik-baik saja, meyakinkan aku bahwa kita akan bahagia.
Kamu.. orang yang mengusap lembut wajahku saat air mata ini luruh, membawaku ke dalam dekapanmu yang hangat hingga aku terlelap. Kamu yang memanjakanku hingga aku begitu bergantung akan kehadiranmu, memberikanku sebuah kenyamanan, hingga tak pernah sekalipun terliputi kekhawatiran.
Namun ketika ia datang, ia mengalihkan perhatianmu, pandanganmu pun tidak lagi tertuju padaku.
Aku tahu, dari tatapanmu, bahwa hatimu tidak lagi untukku. Apa aku hanya rumah singgahmu? Jika iya, mengapa kamu harus memberikanku rasa itu, harusnya kamu jangan membuatku berharap padamu. Harusnya kamu tidak memberikan kenyamanan itu padaku, jika pada akhirnya kamu hanya akan menambah luka yang baru.
Senyum itu... Senyum itu yang dulu pernah kamu berikan untukku, kini tak lagi bisa ku lihat.
Pelukan itu... Pelukan yang hangat dan nyaman, nyatanya kini tak dapat lagi aku rasakan.
Cinta... Ha.ha..ha pikiranku semakin melantur, mana ada cinta yang kamu berikan untukku! Nyatanya itu bukan cinta, mungkin hanya rasa dalam sekejap saja.
Kini langkah kakiku semakin berat, lebih berat dari sebelumnya, ini membebaniku, memberiku rasa sakit yang tidak kasat mata hingga terasa menyesakkan di dada.
" Bisakah aku mengulang kembali waktu, rasanya semua akan lebih baik ketika aku belum mengenalmu"
**********
" Kau menangis?"
Narendra Kenan Barata
" Tidak! Ini karena debu diluar sana kian pekat, membuat mataku iritasi "
" Siapa yang sedang kau bohongi?"
Ahh laki-laki ini adalah suamiku, hasil perjodohan.
" Jika melupakannya begitu berat, aku tak akan memaksamu untuk melupakannya"
" Tapi rasanya tidak akan adil untukmu!"
"Kiara Cindra Sandika , dengan menerima kamu sebagai istri saya saja, saya sudah memikirkan resikonya, saya dan kamu itu sama, sama-sama pernah terluka, lalu berbicara tentang adil.. sejujurnya saya juga belum bisa melupakannya.."