Faisal memasuki kelas dengan pandangan tertunduk, merasakan tatapan tajam dari seluruh teman sekelasnya. Berbagai komentar mulai terdengar, mengisi ruang kelas dengan tawa yang menyakitkan.
"Gilaa, itu anak kayaknya mau jadiin Juli pelampiasan."
"Dia tuh mencari perlindungan. Kebetulan ada Juli yang emang bego."
"Gua baru pertama kali liat Juli ngedeketin cowok lembek kayak Faisal."
"Lah? Dia mah bukan cowok."
"Dia cewek berkedok cowok."
Gelak tawa itu semakin menyakitkan hati Faisal, membuatnya ingin segera pergi dari tempat itu. Namun, ia tahu ia harus bertahan hingga pelajaran usai.
Ia duduk di samping Dewa, yang tampaknya telah menatapnya dengan tajam. Tatapan itu membuat Faisal tak berani menatap kembali, menambah rasa malu yang menggerogoti dirinya. Dalam sekejap, kelas terasa semakin menyempit, dan harapannya untuk melewati hari itu dengan tenang semakin sirna.
Faisal menunduk sepanjang pelajaran, merasa terasing di kelas yang terpisah dari Juli. Tak ada tempat untuk berlindung di balik sosok kuat yang selalu melindunginya. Ia hanya berharap waktu berjalan cepat agar ia bisa pulang.
"Sal, jangan mentang-mentang sekarang lo di tangan Juli, lo bisa ngerasa aman," bisik Dewa, membuat Faisal terkejut. "Gua ga bakalan diem aja, walaupun lo lagi ada di tangan dia."
"Gua gak takut, ga pernah takut sama cewek brengsek kayak Juli," jawab Dewa, sambil menatap tajam ke papan tulis.
Faisal hanya bisa terdiam, menundukkan kepala lebih dalam. Ia merasakan air mata menetes tanpa sengaja, dan dengan lembut mengusapnya agar tak ada yang melihat. Berusaha fokus kembali, ia menanti guru masuk ke dalam kelas, berharap pelajaran ini segera berakhir.
***
Perasaan lega menyelimuti Faisal saat bel pulang berbunyi, menandakan akhir dari hari yang panjang. Ia bergegas merapikan mejanya, memasukkan buku-buku, dan bersiap untuk pulang. Namun, ketenangan tampaknya selalu menjauh darinya.
Brak!
Suara keras dari meja yang digebrak Dewa membuat Faisal terkejut. Cakra dan Arash segera menghampiri, bergabung dengan Dewa dalam mengerumuni Faisal. Jantungnya berdebar kencang, rasa takut menyelimuti dirinya.
Faisal menelan ludah, mundur perlahan saat Dewa mendekat. Tangan Dewa terangkat, siap menghantam wajahnya, sementara Faisal memejamkan matanya, menanti dampak yang pasti akan datang.
Tak ada rasa sakit yang dirasakan Faisal ketika Juli dengan cepat menahan tangan Dewa yang hendak memukulnya. Dengan gerakan sigap, Juli memutar pergelangan tangan Dewa, mengeluarkan suara retakan yang membuat semua orang terkejut.
Dewa mendesis kesakitan, wajahnya memerah karena marah dan rasa sakit. "AHKKKK, AMPUNN JULL!" teriaknya, suaranya penuh keputusasaan. Dalam sekejap, suasana kelas yang sebelumnya tegang kini berubah menjadi hening, semua mata tertuju pada pertarungan ketegasan antara Juli dan Dewa.
Juli melepaskan tangan Dewa, puas melihat ekspresi kesakitan di wajahnya. Ia beralih menatap Cakra dan Arash, yang segera mengangkat tangan mereka dengan tanda menyerah. "Kita nggak ikut-ikutan," ucap mereka serempak.
Juli menghela napas, merasakan ketegangan yang mulai mereda. Bersama keempat anggota Harlies, ia melangkah masuk ke dalam kelas 12 IPA, mengunci pintu di belakang mereka. Kelas itu dipenuhi dengan bisik-bisik dan tatapan curiga, terutama dari Dewa yang kini terlihat semakin marah.
Juli, Starla, Juni, Hasby, dan Gahar berdiri tegap di depan kelas, seolah-olah bersiap memberikan pengumuman penting kepada siswa-siswa 12 IPA. Dengan tatapan tajam, Juli berdiri di tengah, jari telunjuknya menunjuk Dewa.
"Gua peringatin ya, terutama buat lo, Dewa!" Suara Juli terdengar tegas, rahangnya mengeras, menandakan amarah yang mendalam. "Selama satu minggu ini, lo semua jangan pernah ngusik Faisal. Karena sekarang, Faisal punya gua" Ia menghentikan sejenak, memindai wajah-wajah di sekitarnya, yang tampak terdiam.
"Kalau ada yang berani mengusiknya, kalian semua bakal berhadapan dengan gua dan Harlies!" Dengan kekuatan suara dan kehadirannya, suasana kelas menjadi tegang. Tak satu pun yang berani melawan, Juli lalu menghampiri Faisal dan menariknya keluar dari kelas.
"Awas lo semua," kata Hasby, menegaskan peringatan itu. Ia menunjuk satu per satu orang di kelas, matanya menyiratkan ancaman.
Begitu Juli dan anggota Harlies membawa Faisal keluar, kemarahan Dewa semakin membara.
"Rhtghtthtttt!" geramnya, menendang meja di sampingnya dengan keras. "Liat aja lo, Harlies! Kalian bakal masuk ke dalam daftar orang yang paling gua benci setelah Faisal."
***
Juli menarik lengan Faisal menuju area parkir sekolah. Di depan motor Ninja-nya, dia langsung menawarkan helm, tetapi Faisal terdiam, terpesona dan terkejut.
Melihat Faisal tak bergerak, Juli mengerutkan dahi dan dengan cepat membuka helmnya, memakaikan helm itu di kepala Faisal. Saat helm terpasang, pandangan mereka bertemu, dan dalam momen singkat itu, dunia seakan berhenti. Juli tersenyum manis, sementara pipi Faisal memerah, membuatnya berpaling dan Juli tidak bisa menahan tawa.
"How cute," ucapnya, menatap sekeliling yang penuh mata-mata penasaran. Dengan senyum miring, ia kembali mengalihkan perhatian ke Faisal yang masih terdiam, jantungnya berdebar tak menentu.
"Mulai hari ini dan satu minggu ke depan, lo PP sama gua," katanya dengan bangga, menaiki motor dengan helm di kepala. Ia menoleh, menunggu reaksi Faisal.
"Kurang jelas?" Juli membuka kaca helm full face-nya, alisnya terangkat. Faisal mengangguk ragu, berusaha naik, tapi motor itu terlalu tinggi. Juli menegakkan kaca spion, melihat Faisal yang kesulitan. Senyum kecilnya merekah, merasa gemas.
"Kaya gini," katanya sambil membungkuk, membukakan step motor sebagai pijakan. Faisal terdiam sejenak, lalu mencoba, meski masih kesulitan. Dengan sabar, Juli menarik lengan Faisal, membantunya naik.
"Ini aku nggak bakal jatuh kan?" Faisal bertanya cemas, memandang ke bawah yang terlihat jauh. Rasa takut menyelimuti dirinya.
Juli tertawa kecil, mengatur kaca spion agar mengarah ke Faisal. Dia menoleh ke belakang dan menggelengkan kepala. "Nggak bakal," jawabnya, tiba-tiba terpikirkan ide usil. "Kecuali kalau gua jatuhin."
Dengan nakal, ia memiringkan motornya, dan Faisal yang ketakutan langsung memeluk erat. "Jul, jangan kayak gitu... Aku takut!" rengeknya, membuat Juli semakin tertawa.
Faisal memejamkan mata, merangkul Juli dengan erat, seolah berharap semua ini segera berakhir. Juli tersenyum dan menegakkan motornya kembali. Tangan kanannya beralih memegang tangan Faisal yang masih menggenggam perutnya, dia menepuk lembut.
"Selama masih ada gua di sini, lo nggak perlu takut," ujarnya dengan tegas. "Gua bakal ngelindungin lo dari apapun itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's falling in love with me (gxb)
FanfictionMendengar rumor yang mengatakan jika Faisal Khavian adalah cowok yang tidak normal, tidak suka perempuan membuat seorang Juliaz Asshira penasaran dengan rumor yang ia dengar. Untuk menghilangkan rasa penasaran nya, Juliaz Asshira yang merupakan seor...