Hari ini, Juli memutuskan untuk tidak berangkat ke sekolah. Tubuhnya terasa remuk setelah pertempuran kemarin; setiap gerakan memicu rasa sakit yang menyiksa. Ia menghela napas, mengenang betapa melelahkannya pertempuran itu. Keputusan untuk izin dan beristirahat di rumah adalah satu-satunya pilihan yang terasa masuk akal.
Sambil terbaring di tempat tidur, Juli merasakan dinginnya seprai yang menyentuh kulitnya. Ia menutup mata, berharap bisa mengusir semua rasa sakit dan kelelahan yang menggerogoti. Momen tenang ini menjadi kesempatan baginya untuk merenung, memikirkan semua yang telah terjadi, dan merencanakan langkah selanjutnya.
***
Di sekolah, suasana kini sepi. Jam kosong melanda karena semua guru sedang rapat, sementara bisik-bisik tentang Juli memenuhi setiap sudut kelas. Berita mengenai pengorbanannya untuk Faisal, yang dibenci banyak orang karena rumor yang disebarkan Dewa, dengan cepat menyebar.
"Gila, anak itu kayaknya pengaruh buruk banget buat Juli," bisik salah satu siswa.
"Dia itu sengaja, kan? Sengaja biar Juli celaka," sahut yang lain, nada sinis mengisi pembicaraan.
"Emang. Pada dasarnya orang yang deket sama orang gay bakalan celaka" tambah seorang siswa lainnya.
"Gue kalau jadi temannya Juli, udah ngingetin buat jauh-jauh dari Faisal," ungkap seorang siswa, menyuarakan pendapatnya.
"Gua lebih suka era Faisal di bully habis habisan sama Dewa. Dari pada era dia songong karena lagi deket sama Juli," sambung teman lainnya, penuh kepuasan.
"Kita lihat saja, pasti setelah ini Juli bakal jauhin Faisal," kata yang lain dengan yakin.
Di tengah semua itu, Faisal menghela napas panjang, berusaha menahan setiap kata buruk yang menerpa telinganya. Meskipun ia berusaha untuk tidak mempedulikannya, sulit rasanya mengabaikan begitu banyak kebencian. Tanpa bisa membela diri, ia hanya bisa mendengarkan dengan hati yang berat.
Langkahnya terhenti ketika ia berpapasan dengan Gahar dan Juni, yang tampak berangkat ke sekolah saat Juli, Starla, dan Hasby izin tidak masuk.
Faisal menatap mereka dengan penuh harapan, "Har, Jun..." panggilnya, namun keduanya mengabaikannya, membuatnya merasa semakin terasing.
Dengan keberanian yang tersisa, ia menahan langkah mereka. "Kak Juli mana?" tanyanya tanpa rasa malu, menyadari bahwa semua ini terjadi karena dirinya.
Gahar menghela napas kasar, matanya melirik tajam ke arah Faisal. "Lo masih nanya?" jawabnya, suaranya penuh emosi, membuat suasana semakin tegang.
Faisal membulatkan matanya, harapan berkilau di dalam tatapannya saat ia menunggu jawaban dari Gahar.
"Dia sakit. Gara-gara kemarin, dia jadi orang lemah," sahut Juni. Meskipun biasanya pendiam, ia merasakan perubahan pada Juli dan menjadi salah satu yang paling memperhatikannya.
Deg. Jantung Faisal mendadak terhenti mendengar kabar itu. Ia tak terkejut, sebenarnya; kemarin ia melihat sendiri betapa sakitnya Juli menerima pukulan dari anak-anak Sergitex. Semua itu terjadi karena dirinya, dan rasa bersalah menggerogoti hati Faisal.
"Maaf," katanya pelan, menghela nafas dan menundukkan kepala, mencoba menanggung beban yang terasa berat.
"Maaf aja ga cukup," sambut Gahar, matanya tajam menatap Faisal. Ia kini menyadari betapa Faisal bisa menjadi kelemahan bagi Juli, dan potensi bencana bagi Harlies.
"Terus, aku harus ngapain?!" tanya Faisal, berusaha menegakkan kepalanya.
"Jauhin dia," jawab Gahar dengan nada dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let's falling in love with me (gxb)
FanfictionMendengar rumor yang mengatakan jika Faisal Khavian adalah cowok yang tidak normal, tidak suka perempuan membuat seorang Juliaz Asshira penasaran dengan rumor yang ia dengar. Untuk menghilangkan rasa penasaran nya, Juliaz Asshira yang merupakan seor...