Bab 19 : Hukuman

495 38 1
                                    

“Gua udah ga heran kalau lo telat, Jul,” ucap Axelio Savara, ketua OSIS yang tinggi dan bertubuh besar, dengan tatapan tajam ke arah Juli dan Faisal yang baru saja tiba.

“Tapi gua heran, kenapa lo telat bawa-bawa orang?” matanya beralih ke Faisal yang menundukkan kepala, jelas merasa tertekan.

“Lo bacot mulu,” balas Juli, langsung mendapatkan perhatian Axel. “Yang penting gua datang ke sekolah, ga bolos atau mencemarkan nama baik sekolah ini.”

“Sekolah punya aturan. Lo ga bisa seenaknya sendiri,” jawab Axel, nada mereka semakin tinggi, “Tapi setidaknya gua masih punya kemauan buat datang ke sekolah walaupun terlambat.”

“Lo ngerti konsep aturan ga?” Axel mendekat, wajahnya menunjukkan ketegasan. “Lo ketua geng motor, seharusnya tau dong apa itu aturan.” Tangannya menunjuk ke arah wajah Juli.

“Jangan sangkut pautin gua sama jabatan gua di sana,” Juli menatap Axel tanpa rasa takut.

“Gua di sekolah berbeda sama gua di geng motor.”

“Apa bedanya?” tanya Axel menantang.

“Kalau di sekolah aja lo ga taat aturan, gimana lo mau mimpin anggota lo?” Alis Axel terangkat, rasa ingin memukul Juli semakin kuat.

Faisal melihat tangan Juli sudah mengepal, refleks ia menahan pergelangan tangannya, berusaha menenangkan.

Juli menghela napas panjang, memejamkan matanya sejenak.

“Kalau bukan di sini, lo udah habis sama gua.”

“Silakan,” jawab Axel, tersenyum sinis. “Gua ga takut sama lo.”

Juli semakin mengepal tangannya, emosi meluap di bawah terik matahari. Melihatnya siap menyerang, Faisal terus berusaha menahan.

“Udah, kak! Kita di sini yang salah...” kata Faisal, berusaha menenangkan Juli.

“Jangan berantem,” ia mengelus bahu dan tangan Juli.

“Tarik napas, kak...” Juli menoleh, melihat wajah Faisal yang cemas. Dengan berat, ia menarik napas dan membuangnya.

Setelah sedikit tenang, Juli menatap Axel. “Apa hukuman gua?”

“Berdiri di sini, hormat ke bendera sampai jam istirahat selesai,” jawab Axel tanpa ragu.

Juli mengerutkan wajahnya, menarik lengan Axel yang hendak pergi. “ANJING! GA NGOTAK BANGET HUKUMAN LO?”

Axel terdiam sejenak, melihat ekspresi Juli yang tak terima. Dengan senyum menyudut, ia berkata, “Oke, kalau mau yang ngotak. Hukuman ditambah jadi lari 10 keliling lapangan.”

“KOK JADI NAMBAH SIH ANJING?!?” teriak Juli semakin tak terima.

“Kalau lo ngomong lagi, gua ga bakalan segan buat nambah hukuman lo,” jawab Axel, juga menoleh ke Faisal. "Dan lo juga pastinya"

Juli mulai merasa khawatir, menyadari bahwa hukuman ini juga akan menimpa Faisal. Ia merasa kasihan, karena mereka harus bertahan di bawah sinar matahari sampai jam istirahat, ditambah lagi lari 10 keliling lapangan.

“Awas lo, Axelio Savara...”

***

Juli menghela napas, menyimpan tasnya di pinggir lapangan sebelum ia dan Faisal berdiri di tengah lapangan, menghormati bendera yang berkibar di tiang tinggi. Di bawah sinar matahari yang semakin terik, Juli menjalankan hukumannya sambil mengeluarkan cibiran.

"Kan apa kata gua, Sal?" bisiknya saat masih menghormati bendera. Faisal menoleh, menatap Juli yang lebih tinggi darinya.

“Ketua di sini tuh ga berprikemanusiaan,” cibirnya.

Let's falling in love with me (gxb)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang