Bab 15 : Perjalanan pulang.

1K 61 0
                                    

Hari telah larut, dan anak-anak Harlies baru tersadar bahwa mereka memiliki tempat yang disebut rumah. Dengan keputusan bulat, mereka beranjak pulang, meninggalkan basecamp yang kini sepi.

"Gua duluan ya!" Berlin pamit, motor yang baru dinyalakan melesat cepat hingga menghilang dalam gelap.

"Iya, kalian semua duluan saja. Gua mau nganterin calon pacar gua," kata Juli sambil memakaikan helm ke kepala Faisal, yang langsung mencubitnya dengan gemas.

Juli meringis sejenak sebelum menaiki motor ninja-nya dan membantu Faisal untuk naik. Setelah Faisal sudah nyaman di belakang, Juli mengenakan helmnya.

"Duluan, Jul!" seru Hasby dan Starla, mengepalkan tangan dan memberikan tanda akan mendahului.

Juli mengangguk setelah mengenakan helm, lalu menoleh ke arah Faisal, memastikan dia sudah aman di belakangnya.

"Udah siap?" tanya Juli. Faisal mengangguk, meski tangannya tak memegang tubuh Juli.

Juli menghela napas, menarik kedua tangan Faisal agar tubuhnya menempel hangat di punggungnya. "Nanti lo jatuh, bahaya," katanya lembut sebelum menyalakan motor. Dengan senyuman Faisal yang merekah, keduanya melaju, merasakan perasaan yang semakin nyata antara mereka.

***

Malam di Bandung terasa istimewa bagi Juli dan Faisal, yang menghabiskan hari itu berdua, merasakan cinta yang tumbuh di antara mereka. Namun, Faisal masih ragu untuk mengungkapkan perasaannya.

Saat hawa dingin Bandung menusuk, Faisal menggigil. Merasa empati, Juli menepikan motor, menstandarkan, lalu turun untuk melepas jaket kebanggaannya yang berlogo Harlies dan membalutkannya kepada Faisal. "M-makasih, kak," ucap Faisal, matanya berbinar. Juli mengangguk, lalu kembali menaiki motornya, memastikan Faisal sudah merasa hangat. Dalam kebahagiaan itu, Juli lupa bahwa jaketnya adalah simbol identitas geng yang seharusnya tidak sembarangan dipakai, terutama di daerah musuh.

Juli berusaha tenang, tidak ingin menakuti Faisal. Namun, ketika Faisal menyadari dua motor ninja mengikuti mereka, ketegangan mulai terasa. "Kak, kayaknya ada yang ngikutin kita berdua," ucap Faisal, menoleh ke belakang.

"Udah, jangan liatin mereka. Mungkin kebetulan arah kita sama," balas Juli sambil berusaha mengalihkan perhatian Faisal. Namun, pikiran Faisal melambung jauh, menyadari bahwa Juli adalah ketua geng yang banyak diburu orang.

Juli mempercepat motor, menarik lengan Faisal agar lebih dekat dalam pelukannya. Dengan tegas, ia menengok ke kaca spion, melihat kedua motor itu menghilang, menghela napas lega.

"Mereka siapa?" tanya Faisal saat motor Juli melambat.

"Bukan siapa-siapa," jawab Juli. Faisal menghela napas, menyadari bahwa ia hanyalah orang baru di dunia ini, dan mungkin bukan waktu yang tepat untuk bertanya lebih lanjut.

"Rumahku masuk gang, nanti aku turun di situ. Takutnya motor kamu tidak muat," ucap Faisal sambil menunjuk gang kecil yang membuat Juli menghentikan motornya.

Juli menatap gang itu, menyadari bahwa motor tidak bisa masuk ke dalamnya. "Aku bisa jalan dari sini," kata Faisal sambil membuka helm. Juli dengan sigap membantu melepas helmnya.

"Makasih ya, kak, untuk hari ini," ucap Faisal dengan senyuman, bersiap untuk pergi.

"Tunggu, Sal," sahut Juli, memanggilnya sebelum Faisal melangkah jauh. Juli membuka helmnya, meletakkannya di atas motor, menarik kunci, dan berencana menemani Faisal pulang.

"Gua antar sampai rumah," katanya. Faisal menatap lembut, "Ga perlu, kak. Nanti motor Kakak gimana?" Alisnya terangkat, khawatir akan motor ninja Juli yang ditinggal di tempat rawan.

Juli menghela napas, menatap Faisal dengan penuh keyakinan. "Biarin aja. Gua lebih memilih kehilangan motor gua daripada kehilangan lo," ujarnya. Sebuah tatapan penuh makna terjadi di antara mereka sebelum akhirnya mereka berjalan bersama hingga tiba di rumah Faisal.

Setibanya di rumah, Faisal melambaikan tangan. Ia tidak mengundang Juli masuk, takut jika rumahnya yang sederhana akan membuatnya malu.

"Hati-hati, kak! Jangan sampai terluka," teriak Faisal saat melihat Juli berlari kembali ke motornya.

***

Juli bergegas menaiki motornya, mengenakan helm untuk melindungi dirinya dari segala risiko. Begitu semuanya siap, ia melaju ke jalanan, bertekad pulang dengan cepat.

Namun, di tengah jalan yang sepi, dua motor ninja muncul kembali, bersiap untuk membalap satu sama lain. Salah satu dari mereka tiba-tiba menghimpit Juli, membuat motornya oleng.

Dengan refleks yang tajam, Juli menahan kendaraannya, meski kemarahan mulai menyelimuti pikirannya. Ia membuka kaca helmnya, menatap tajam salah satu anggota geng motor itu dan meluapkan emosinya, "Kampret! Berani-beraninya lo nyenggol gua!"

Salah satu dari mereka kemudian membuka kaca helm full face-nya, menoleh dengan tatapan tajam. "And then, berani-beraninya ketua Harlies masuk ke wilayah Segiteks," ujarnya, tantangan tersirat dalam setiap kata.

Juli menyudutkan senyumnya dengan penuh keberanian. "Ya, gua beranilah. Gua bukan pengecut seperti ketua Segitex kebanggaan lo itu," tantangnya, suaranya mengandung tantangan yang membuat Arhan, salah satu anggota Segitex, murka.

Dalam sekejap, Arhan menghimpit motor Juli, dan tak terhindarkan, Juli kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke trotoar. Motornya terlempar jauh, tetapi beruntung, helm yang dikenakannya melindungi kepala Juli dari cedera serius saat terkena tepi trotoar.

"Anjing! Lihat saja, lo Segitex. Gua bakal bakar markas lo habis-habisan!" teriaknya, meski rasa sakit dari lukanya membuat darah segar mengalir, membasahi helmnya.

Let's falling in love with me (gxb)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang