Bab 28 : Harapan & keraguan ( END )

1.4K 56 7
                                    

Tok!
Tok!
Tok!

Juli berlari kecil ketika dirinya mendengar sebuah ketukan pintu. Rumah nya yang di tinggal oleh ibu dan ayah nya pergi ke luar kota itu membuat Juli harus membuka nya sendiri.

Ceklek!

Juli menegakkan tubuhnya, kedua mata nya membulat ketika ia melihat seseorang yang tiba tiba langsung memeluk dirinya. Aroma darah segar membuat penciuman Juli menegang. Lengan nya langsung membalas pelukan itu dan mengelus elus nya.

Juli menatap Faisal dengan lembut, merasakan ketegangan dalam pelukannya. "Kenapa??" tanyanya, suara penuh keprihatinan saat ia menyadari betapa berat beban yang ditanggung cowok itu. Dalam pelukan yang hangat, Faisal mulai menangis, suaranya tercekat oleh kesedihan.

"K-kak, maaf kalau kehadiranku justru jadi beban buat kakak..." Ucapan itu membuat Juli terdiam, bingung dan hatinya terasa nyeri.

"Maaf kalau kehadiranku malah bikin hidup kakak semakin hancur," lanjut Faisal, tatapannya penuh penyesalan. "Seharusnya kakak tidak pernah bertemu dengan aku. Mungkin hidup kakak akan baik-baik saja, tidak celaka seperti ini."

"Maksud lo apa?" Juli melepaskan pelukan, menatap dalam-dalam ke wajah Faisal yang dipenuhi air mata. Ada kerinduan dan kekhawatiran dalam pandangannya.

"Lo kenapa?!?" tanya Juli lagi, kali ini dengan nada lebih tegas dan heran.

"Kok lo nyalahin diri lo sendiri sih? Gua juga celaka karena si anjing Ian. Ini bukan gara-gara lo," Juli berkata, kemarahan masih tersisa dalam suaranya, mengenang insiden kemarin yang membuatnya ingin membalaskan dendam.

"Tapi, gara-gara aku, kakak jadi bonyok. Coba aja kalau kakak tidak ketemu sama aku, pasti kemarin kakak bisa bikin Ian dapat balasan," Faisal menjawab, suaranya bergetar oleh rasa bersalah yang mendalam.

Juli semakin di buat tak mengerti oleh Faisal. Ia kemudian menatap Faisal dengan tajam.

Juli menyilangkan tangannya dengan percaya diri. "Buat boyok si Ian mah gampang. Nggak perlu berharap kita ga ketemu, gua bisa," ujarnya dengan nada menantang.

"Lo kenapa sih, Sal? Tiba-tiba ngomong kalau kita nggak ketemu, kalau kita nggak ketemu ?!? Lo habis diapain sama Dewa?" tanya Juli, nada khawatir mencuat di suaranya.

Faisal menggeleng, menahan diri untuk tidak mengungkapkan apa yang terjadi dengan Dewa. Ia takut, jika Juli tahu, dia akan langsung membencinya.

"Bukan kak Dewa," jawab Faisal, berusaha mengalihkan perhatian.

"Terus??" Alis Juli terangkat, menunjukkan ketidakpastian.

"Aku ngerasa nggak pantes aja, kak," Faisal melanjutkan, suaranya pelan. Dia bingung, apakah ini cara yang tepat untuk mengalihkan pembicaraan.

"Untuk apa?" Juli mengerutkan dahi, tidak mengerti maksud Faisal.

"Nggak pantes deket-deket sama kak Juli," Faisal mengucapkan kalimat itu, membuat Juli menatapnya dengan datar.

"Gua nggak masalah," balas Juli tegas. "Kalau gua ngerasa pantes, ya pantes."

"Itu menurut kamu. Menurut aku, enggak, kak!" Faisal berkata cepat. "Aku nggak akan pernah pantes buat kak Juli. Tolong, jangan suka lebih sama aku ya? Sekarang kita kembali kayak dulu lagi aja. Cuma sekadar kenal..."

"Orang mana yang cuma sekadar kenal tapi udah pernah enak-enakan?" Juli menantang, mengingat momen-momen yang pernah mereka lewati. Faisal menghela napas berat.

"Lupain aja, kak," jawab Faisal, ragu-ragu.

"Aku gay..." Faisal menambahkan, suaranya hampir tak terdengar.

"Gua bisa buat lo lurus lagi," balas Juli spontan, tanpa berpikir panjang.

"Aku nggak pernah jatuh cinta sama kak Juli," Faisal mengucapkan kalimat itu, dan jantung Juli seakan terhenti.

Deg. Jika ia tidak pernah jatuh cinta kepada Juli, lalu semua yang sudah terjadi selama ini untuk apa?

Juli menarik napas dalam-dalam, menatap Faisal dengan tajam. Ia mulai berpikir, mungkin ada yang salah di sekolah tadi. Mungkin ada yang mengatakan hal aneh tentang mereka, sehingga Faisal merasa harus berbohong.

Faisal menundukkan kepalanya, tidak berani menatap Juli.

"Maaf..." ujarnya pelan.

"Ngga semudah itu, Faisal Khavian," Juli menegaskan. Faisal mengangkat wajahnya, melihat bahwa Juli tampaknya tidak akan mudah melepaskannya.

"Just wait and see," Juli menambahkan dengan penuh keyakinan, wajahnya mendekat, jarinya menghitung dengan cermat di dekat wajah Faisal.

"I will make you fall in love with me," ujarnya sembari mengelus rambut Faisal, membuat pipi Faisal memerah.

Juli tersenyum, mempertanyakan dalam hati, apakah ini yang disebut tidak jatuh cinta?

"Lo yakin soal lo yang nggak pernah jatuh cinta sama gua?" tanya Juli, menatap Faisal yang mengangguk ragu. Ia tidak bisa menahan tawanya yang kecil.

"Buktiin," titah Juli.

Faisal terdiam, bingung apa yang harus dilakukannya.

"Buktiin kalau lo bener-bener nggak jatuh cinta sama gua, Faisal," ulang Juli, suaranya penuh tantangan.

Faisal terdiam sejenak, lalu berbalik hendak pergi. Melihatnya ingin pergi, Juli segera menahan tangan Faisal, merasakan kekecewaan dan sakit saat melihatnya ingin menjauh.

"Oke, kalau lo belum jatuh cinta sama gua. Tapi, perlu lo ingatin lagi ya, Faisal. I will make you fall in love with me," Juli menegaskan, "Gua bakal ngelakuin apapun supaya lo jatuh cinta sama gua."

Ketegangan di antara mereka semakin kuat, sementara harapan dan keraguan saling beradu.

Let's falling in love with me (gxb)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang