33

260 53 7
                                    

"[Name] kamu yakin kalau kamu gak apa-apa?" tanya Yaya untuk kesekian kalinya.

"Makanya, sampai pakai selimut segala. . ." gumam Ying melihat [Name] agak khawatir.

Ya gimana gak pakai selimut?

Satu-satunya benda besar yang bisa dipakai untuk menutupi kucing-kucingnya itu cuma selimut!

Kucing-kucingnya masih ada dibawah kolong kursi!

Grrrrrrr gerem [Name].

[Name] gak bisa lagi terpikir cara yang pas untuk membawa mereka keluar dari bus.

Ya lihat aja, semua murid udah masuk. Gimana mau keluarin mereka diam-diam?

Untungnya, Ying dan Yaya tidak menghiraukan [Name] lagi. [Name] juga tidak mau mengangkat topik dan lebih memilih melihat pemandangan keluar jendela.

Ah. . . gimana jadinya ini ya?

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Singkat cerita, bus mereka berhenti di jalanan kosong. Semua murid disuruh untuk turun untuk melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan.

Alhasil, [Name] harus menunggu semua murid turun terlebih dahulu. Tapi yang namanya dia ada teman, Yaya dan Ying tetap nunggu [Name] untuk keluar sama-sama.

Mau gak mau [Name] beritahu, "Aku gak tau kapan mereka masuk, tapi ini lah mereka. . .", menunjukkan kucing-kucingnya yang masih berada di bawah kursi. Bahkan Ais, Duri, dan Blaze masih enak tidur.

Ying menepuk jidatnya.

"Kenapa sebelum berangkat gak bawa keluar dulu [Name]??" tanya Yaya.

"Mana mungkin– Gimana aku mau jelasinnya kalau Papa Zola tau?!"

"Bilang aja kek kemasukan kucing liar atau apa, kalau gini kan. . . . aiya. . ." kata Ying melemas.

Ying menghela napasnya.

"Baiklah, untuk saat ini, ayo kita sembunyikan mereka." ajak Yaya.

"Caranya? Aku gak punya tempat yang muat dengan semua kucing. . ." gumam [Name].

"Aa. . ." Yaya pun tak bisa berkata-kata.

"Atau suruh mereka ikuti kita dari belakang aja?"

"Tapi–"

"YAYA, YING, [Name]!!!" panggil Papa Zola dari luar.

"Aduh udah dipanggil loh itu!"

"Atau tinggal aja mereka di sini?" pikir Ying.

"I COUNT FROM THREE. . . , TWO. . !!"

Suara Papa Zola menggelegar lagi.

Dalam keadaan panik, [Name] akhirnya keluar bersama Yaya dan Ying.

Semua murid yang sedari tadi sudah menunggu diluar dan berbaris rapi menatap mereka dengan malas.

Sudah tertebak, wajah mereka seolah mengatakan– "Lama amat."

Apa lagi Fang dan Gopal, hanya saja mereka bingung. Kenapa mereka lama-lama di bus?

Syukurnya Yaya, Ying, dan [Name] tidak terlalu diperdulikan lagi. Grup kelas mereka jalan terus mengikuti jalan lain untuk ke tempat tujuan, sedangkan busnya. . . .

"Mereka bakal gak apa-apa kan di bus aja. . ?"

"Seharusnya gak apa-apa. . ." lirih Yaya.

"Bus ini kan nanti jalan terus sampai ke tempat tujuan kita. Jadi. . ya lebih baik berdoa dulu supaya mereka baik-baik saja."

Sialan.

Tau gitu, harusnya [Name] bangunin mereka aja gak sih? Kalau busnya gak langsung ke tempat tujuan gimana tuh?

Adduhhh, ini lah kan.

Ide siapa sih yang nyuruh mereka nyelinap ke bus?!

Lagian, gimana caranya mereka ke sekolah dulu? Naik ojek online?

Gak mungkin lah, kucing yang baru bisa jalan dan bicara, mana mungkin bisa main HP. . .

"Aku khawatir. . ." gumam [Name].

Yaya menepuk pundaknya pelan.

"Harap-harap lah semuanya akan baik-baik saja. Tenang aja. . ."

Ya lah tuh.

Rupa-rupanya dah mereong pula karena gak ada orang lagi di bus.

Mampus [Name].

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Setelah melakukan perjalanan yang panjang, mereka sampai di padang rumput yang cukup luas untuk kelas mereka.

Tidak ada bus di sana.

Panik mulai merayap diri [Name].

"Mana busnya. . ."

Tak ada pilihan lain selain melanjutkan aktivitas retreatnya seperti biasa.

Sampai lah malam hari tiba.

Mereka semua sudah memasuki tenda.

Sudah jamnya tidur.

Tapi mau Yaya, Ying, dan [Name] gak bisa tidur sama sekali!

Alasannya jelas, kucing-kucing [Name] dah dibawa lari oleh bus.

"Gimana ini– apa aku jujur aja sama Cigku biar kucing-kucing aku selamat?!" tanya [Name] masih di landa kepanikan.

"Kalau tidak ada jalan lain lah. Kita pikir dulu jalan lain [Name]. Bus itu tempat tujuan yang satu lagi mungkin?"

"Emang ada berapa tujuan dalam retreat ini? Bukannya tenda doang selama seminggu?"

Yaya menggeleng.

"Aku dengar kita akan ke sebuah villa di ujung puncak pegunungan ini. . ."

". . . Villa?" gumam [Name]

[Name] langsung sadar. "Berarti kucing-kucingnya dah di villa?"

"Harusnya."

"Waduh." spontan [Name].

"Berapa lama kita sampai villa?"

"Em. . . ." Yaya enggan menjawab.

"Tiga. . tiga hari lagi."

"HAH?!" melongo Ying dan [Name].

[Name] menatap Ying.

"Kok kau terkejut juga?" heran [Name].

"Ya habisnya aku juga gak tau. Aku baru dengar soal ini. . . kau dengar dari mana Yaya?"

"Dari kelas lain lah, apa lagi?"

Ya ampun. . . gimana lah nasih kucing-kucingnya itu ya. Sial.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Dalam bus yang minim cahaya itu, salah satu kucing akhirnya bangun dari tidurnya.

Blaze mengedipkan kedua matanya perlahan lalu melotot kaget saat melihat keadaan sekitarnya sudah gelap.

Tidak ada orang.

Tidak ada suara.

Blaze keluar dari kolong itu, naik ke kursi dan melihat keluar jendela.

Mereka sudah ada di mana ini?

Kenapa udah malam?

Mana [Name]?

[Name]??

Perasaan tak enak muncul dalam hatinya.

Apa [Name] meninggalkannya?

Dimana dia sekarang. . .

Kucing Penjaga Y/NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang