21✨

25 3 0
                                    

.

.

.

Happy Reading

"Siapkan pesawat, aku akan ke Indonesia untuk melihat perempuan itu." Ucap seorang pria dengan setelan jas.

"Tapi tuan, dua hari lagi akan ada pertemuan penting yang tidak dapat tuan tinggal." Balas sang asisten.

"Gantikan aku."

"Maaf tuan, tapi kali ini tuan tidak dapat menghindari pertemuan ini, sudah cukup sikap kekanak-kanakan tuan yang selalu kabur di acara tertentu."

"Ayolah bung, aku hanya ingin ke negara asal ku."

"Tidak bisa."

Pria itu menghela nafas. "Baiklah, aku hanya akan melihat perempuan itu lalu aku kan kembali lagi Jeff, kau jangan selalu menekan ku seperti itu, mentang-mentang kau teman ku kau seenaknya memerintah ku." 

"Dan jangan mentang-mentang aku teman mu kau seenaknya membolos pekerjaan." Balas Jeff ketus. "Aku akan menyiapkan pesawat dalam 10 menit, jika kau tak kembali dengan waktu yang di tentukan akan aku pastikan perusahaan ini hancur di tangan keluargaku." Ancam Jeff.

"Ck! Iya." Kesal pria itu. "Baiklah mari kita lihat seperti apa perempuan itu." Gumam pria itu.

"VELINE!!" Naven menghampiri Veline yang sudah tergeletak di lantai dekat tangga dengan darah yang sudah bercucuran di lantai. "Hey, jangan bikin saya panik, buka matamu." Naven mengangkat kepala Veline agar bersandar pada dadanya. "Bangun Eveline, jangan bikin saya takut."

"Astaga!" Teriak Cellin saat melihat putrinya yang sudah tak sadarkan diri dengan darah yang terus mengalir. "V-veline." Bibir Celline bergetar saat menyebutkan nama putrinya, baru saja beberapa menit yang lalu ia melihat senyum dari putrinya, lalu kenapa sekarang putrinya terluka. "Yatuhan." Tubuh Celline hampir saja jatuh jika tidak di tahan oleh suaminya.

"Apa yang terjadi, kenapa putri saya terluka?!" Marah Jendra.

Tak mengatakan apapun lagi, Naven segera membawa Veline menuju mobilnya. "Tolong bantu saya mengemudi, ayah." Mohon Naven. 

Jendra mengangguk. "Ayo, bun." Ajak Jendra. 

Billa yang melihat itu pandangannya kosong. "A-apa yang terjadi, apa tujuan dia gitu, mau bunuh diri?" Gumam Billa yang masih belum mengerti dengan keadaan.

Setibanya di rumah sakit, Veline segera di bawa menuju ruangan UGD. "Segera periksa istri saya." Suruh Naven.

"Baik pak, bapak bisa menunggu di luar." Ucap salah satu perawat.

"Tapi-"

"Maaf pak, ini demi kenyamanan dokter dan kefokusannya. Mohon bekerja sama." Ucap perawat itu lalu menutup pintu UGD tersebut.

"Mas, putri kita." Tangisan Celline tak dapat terhenti, ia tak bisa melihat putrinya seperti tadi.

"Dia akan baik-baik saja, kau duduklah dulu, tenang kan dirimu."

Naven mengusap wajahnya dengan kasar. Bagaimana ia begitu lalai dalam menjaga istrinya? 

"Semuanya aka baik-baik saja Naven." Ucap Jendra menenangkan Naven. 

"Dia akan baik-baik saja, kan?" 

Jendra mengangguk. "Veline gadis yang kuat, dia bisa melewatinya." Ucap Jendra dengan tenang walaupun sebenarnya dalam hatinya ia ingin menangis. Bagaimana bisa, bukankah baru beberapa saat yang lalu ia baru saja tertawa bersama putrinya? Tapi kenapa bisa putrinya sekarang berada di ruangan dingin penuh alat rumah sakit tersebut?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 7 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NavelineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang