17✨

853 17 0
                                    

.

.

.

Happy Reading!

 Esok harinya Naven dan Veline benar-benar datang ke kediaman orang tua Veline. Di sana terlihat beberapa pelayan yang sibuk memindahkan barang, saat seorang pelayan hendak melintasinya ia terpaku dengan salah satu barang yang ia kenali.

"Tunggu, ini bukannya barangnya Veline ya? Kok di bawain gitu?" Tanya Veline.

"Maaf non, kata nyonya kami di suruh mindahin barang non Veline ke lantai satu di ruang tamu, karena katanya non Billa mau tidur di kamar non Veline." Ucap pelayan tersebut. "Maaf nona, saya permisi dulu." Pamitnya dan di balas anggukan oleh Veline.

Veline mengepalkan kedua tangannya. "Apa lagi kali ini." Geram Veline, ia segera naik ke lantai dua di mana letak kamarnya berada. Naven yang melihat istrinya seperti menahan amarah sudah tau apa yang akan terjadi ke depannya.

"Apa sebenarnya yang belum saya ketahui dari gadis ini." Gumam Naven lalu mengikuti kemana gadisnya pergi.

"Apa-apaan ini bun? Kenapa barang-barang Veline di pindahin semua gini?" Tanya Veline dengan nada yang sedikit meninggi.

"Loh sayang udah datang." Celline hendak memeluk Veline namun Veline terlebih dahulu memundurkan tubuhnya menjauh, senyum Celline pudar seketika di gantikan dengan wajah sedihnya.

"Kenapa barang Veline di pindahin?" Tanya Veline lagi dengan wajah datarnya.

"Billa katanya mau di kamar kamu, tadinya bunda udah bilang kalau kamu tidak suka jika barangnya di pindahkan tetapi ayahmu tidak mendengarkan perkataan bunda." Ucap Celline sedih.

"Billa, Billa, Billa terus. Kenapa sih kalian selalu memanjakan anak itu di bandingkan putri kandung kalian sendiri? KENAPA?!" Teriak Veline marah. Naven hendak menenangkan strinya. Namun, handponennya tiba-tiba berdering yang membuat Naven harus mengangkat panggilan tersebut.

Sial!

"Bukan gitu sayang, bunda hanya-"

"Veline selalu aja mengalah untuk perempuan itu, semua barang Veline di ambil dia semua, dan sekarang kamar Veline juga mau di ambil?" Tanya Veline tak percaya.

"Bukan seperti itu sayang, dengerin bunda dulu."

"Apa lagi sih bun yang harus Veline dengerin?" Tanya Veline terdengar jengah. "Veline harus dengerin, 'Mengalah dulu ya sayang, Billa kan datang dari jauh, dia pasti mau kaya kamu juga.' Atau 'Maaf ya sayang, kamu harus mengalah duu kamu kan sudah sering dapat dari bunda dan ayah.' Yang mana bun, yang mana yang harus bunda dengerin lagi?" Tanya Veline.

"Maafin bunda sayang." 

"Ada apa ini?" Suara bariton itu menghentikan Veline yang hendak berbicara. Jevan datang bersama dengan seorang perempuan yang di perkirakan seumuran dengan Veline. "Kenapa wajah bundamu terlihat sedih seperti itu Veline?" Tanya Jevan pada Veline.

Veline melirik Billa sekilas lalu menatap ayahnya. "Udah lama ngga ketemu ya ayah, terakhir kali ketemu waktu hari pernikahan aku Veline ya? Itu juga ayah langsung pulang karena ada urusan pekerjaan." Ucap Veline terdengar sarkas tapi menyedihkan. "Bahkan saat bertemu kembali seperti sekarang pun ayah ngga memeluk Veline lagi, tapi ayah menggunakan nada tinggi dan sarkas untuk putri ayah." Kekehnya.

NavelineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang