18✨

51 3 0
                                    

.

.

.

Happy Reading!!

Celline kembali merasakan nyeri pada hatinya, ia terlalu jahat. Bagaimana bisa putrinya mengetahui tentang bunuh diri di saat usianya terbilang sangat muda? "Saya terlalu jahat, bagaimana bisa Veline berfikiran seperti itu, di mana dia belajar hal seperti itu di saat usianya masih menginjak 7 tahun?" Gumam Celline.

"Non Velline selalu menghabiskan waktunya untuk membaca buku dan menonton, mungkin dia tau dari membaca ataupun menonton." Balas Ainun.

"Buku dan film apa yang dia tonton, Ainun?" Tanya Celline.

"Buku yang dia baca sih masih tentang pembelajaran, tapi kalau tontonan saya kurang tau nyonya apa ya namanya, dia pakai bahasa jepang gitu. Detekif-detektif gitu nyonya." Ucap Ainun.

Celline tengah berfikir. "Detektif? Jepang?" Beo Celline. "Detektif Conan?" Tebak Celline.

"Nah iya nyonya, itu detektif conan!!" 

Celline membelalakkan matanya. "Astaga!" 

Mobil Naven berhenti di sebuah jembatan yang menampilkan pemandangan kota. Naven terus memperhatikan Veline yang masih menangis, terlihat menyedihkan dan Naven tak suka saat melihat gadis itu meneteskan air matanya. "Apakah kamu belum puas menangis?" Tanya Naven.

Veline menoleh pada Naven. "Lo muak ya denger gue nangis?" Tanya Veline dengan lirih.

"Tidak seperti itu Veline, saya hanya tidak suka melihat kamu menangis." Ucap pria itu sembari menghapus air mata Veline yang terus saja menangis.

"Kenapa?"

"Entahlah, saya hanya tidak suka saja melihat kamu menangis." 

"Gue boleh minta peluk nggak? Sebentar aja." Minta Velin.

Naven tersenyum mendengar permintaan dari istrinya. "Kenapa harus izin, saya masih suami kamu. Kamu bebas mau peluk tubuh saya Veline." Ujar Naven. Tanpa berkata apapun Veline langsung memeluk tubuh Naven dan menangis kembali. "Suut, sudah. Jangan menangis lagi." Bisik Naven.

"Kenapa mereka jahat banget sama gue ya, Ven. Apa salah gue sama mereka sampai-sampai mereka lebih sayang orang itu dari pada sama putrinya sendiri." Tangis Veline semakin menjadi, suara tangisannya semakin tersendat-sendat. "G-gue cuman mau d-di sayang sama me-mereka, kenapa rasanya su-susah banget!"

"Suuut hey, dengar saya Veline." Naven melepaskan pelukan Veline dan menangkup kedua pipi Veline. "Dengar, kalaupun kamu tidak mendapatkan kasih sayang dari mereka. Masih ada saya dan mama yang akan sayang sama kamu." Ucap Naven dengan wajah serius.

Veline mengangguk dengan menyedot ingusnya yang terus meler. Naven tersenyum tipis, bagaimana bisa ada perempuan yang dengan percaya diri menyedot ingusnya di depan seorang pria? Karena merasa gemas Naven kembali memeluk Veline menyembunyikan wajah gadis itu di dada bidangnya, pria itu mengecup pucuk kepala Veline beberapa kali untuk menenangkannya.

"Nanti malem lo bakalan pergi dinner sama ayah lo ya?" Tanya Veline mendongakkan kepalanya menatap Naven yang juga tengah menatapnya balik.

"Tidak jadi."

Veline menyenyitkan dahinya. " Kenapa?" 

"Karena kamu masih menangis."

"Loh kok gue?!" Tanya Veline tak terima dirinya di jadikan tumbal.

NavelineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang