BAB 49: ES DAWETNYA JADI ENAK

36.4K 5.7K 407
                                    

SELAMAT MEMBACA
***
Tejo berjalan dengan tergopoh-gopoh membawa dua bungkus es dawet lengkap dengan gelas dan sendoknya dari arah dapur. Rewang setia sang Ndoro itu baru saja pulang menuruti yang katanya ngidamnya Ndoro Putri.

"Joooo lamanya Joooo. Anak Ndoro keburu ngeces Jo," ucap Sekar dengan kesalnya sambil mengipas wajahnya dengan kipas bambu di pendopo depan. Dengan wajah kesal Sekar menatap Tejo.

Tejo yang mendengar itu hanya bisa menghela napasnya dengan sabar. Bagaimana tidak lama, tukang es dawet yang biasanya mangkal di perempatan jalan entah kenapa hari ini justru keliling sehingga Tejo harus berputar-putar mencari penjual es dawetnya. Saat bertemu dengan penjualnya, Tejo harus rela antri lama dengan para pekerja proyek yang jumlahnya tidak sedikit. Wajar saja jika jadi se lama ini.

"Susah Ndoro Putri carinya, maklum kalau lama. Antri banyak juga." Jelas Tejo sambil meletakkan es dan gelas di hadapan Sekar.

Sudah dua hari Sekar pulang dari rumah sakit, dia hanya di rawat selama dua hari selebihnya istirahat di rumah. Dan selama dua hari ini Sekar selalu merepotkan Tejo dengan banyaknya permintaan. Bukan hanya Tejo, Ndoro Karso dan Mbok Sugeng pun ikut repot dengan kehamilan pertama Sekar ini. Yang entah sengaja atau memang keinginan jabang bayi di perut Sekar, selalu ada saja yang diminta oleh Ndoro Putri satu itu.

"Bukannya biasanya ada di perempatan ya?" Ucap Sekar meragukan ucapan Tejo barusan.

"Biasanya ya begitu Ndoro Putri. Tidak tau hari ini kok keliling, saya sampai pusing carinya." Jawab Tejo lagi.

Sekar yang mendengar itu hanya terkekeh pelan. Benarkan begitu, kasihan sekali kalau memang benar. Apalagi cuaca yang sangat terik seperti ini.

"Lihat keringat saya Ndoro Putri kalau tidak percaya," Tejo menunjuk keningnya yang berkeringat. Mencoba menyakinkan Sekar dengan memberinya bukti.

Sekar yang mendengar itu langsung meraih dompet Ndoro Karso yang ada di atas meja. Jangan lupa, dompet sang Ndoro masih ada di tangan Sekar sudah empat hari ini. Dan Sekar dengan tidak tau dirinya menggunakan uang yang ada di sana sesuka hatinya.

Sekar menarik uang pecahan lima puluh ribuan dan mengulurkannya pada Tejo.

"Ambil Jo, upah keringat beli dawet." Ucap Sekar.

Tejo langsung menggeleng, dia tidak mau meberima upah dari Sekar. Sungguh, dia melakukan pekerjaanya dengan senang hati meski kadang sedikit mengelus dada karena sikap Ndoro Putrinya itu. Sejak Ndoro menikah dan membawa Ndoro Putri kerumah itu Tejo memang merasa pekerjaanya semakin berat saja. Tapi bukan berarti dia meminta upah. Setiap bulan dia sudah mendapatkam bayaran yang sangat layak dan cukup dari sang Ndoro.

"Tidak usah Ndoro Putri, terimakasih saya tidak minta upah," tolak Tejo dengan halus.

"Ambil Jo," ucap Sekar lagi.

"Mboten (tidak) Ndoro Putri, saya tidak berani takut Ndoro marah." Tejo menggeleng dengan pelan.

"Kenapa marah, kan aku yang kasih."

"Tapi itu kan uangnya Ndoro," ucap Tejo lagi sambil melihat dompet di tangan Sekar yang Tejo tau betul jika itu adalah dompet sang Ndoro.

"Aku kan istrinya. Uang Ndoro berarti uangku juga. Lagi pula Ndoro sudah kasih dompetnya ke aku kok. Sudah ambil ini, terus sana istirahat nanti kalau aku butuh aku panggil lagi." Ucap Sekar panjang lebar. Namun, Tejo masih ragu menerimanya.

"Ambil Jo, sudah sana istirahat." Tiba-tiba Ndoro Karso sudah ada di dekat mereka dan berjalan menuju istrinya entah sejak kapan sang Ndoro ada di sana.

"Nggih Ndoro, maturnuwun," (iya Ndoro, terimakasih) setelah mengucapkan itu dan mengambil uang dari tangan Sekar, Tejo langsung pamit untuk ke belakang. Sekarang yang tersisa hanyalah Sekar dan Ndoro Karso.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 7 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

NDORO KARSO (DELETE SEBAGIAN) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang