BAB 4: CALON SUAMI

37.6K 3K 47
                                    

SELAMAT MEMBACA
***
Sekar pulang dengan wajah berseri-serinya. Harti dan Parmin yang melihat hal tersebut merasa sedikit heran, sejak di bawa pindah ke desa, baru sekarang mereka melihat wajah Sekar kembali sumringah tidak murung seperti beberapa hari ini.

"Kamu bawa apa Kar?" tanya Harti pada Sekar.

"Buah Bulik," jawab Sekar. Dia lalu membuka buah naga yang dia bawa di depan Parmin dan Harti.

"Dapat dari mana buah naga sebanyak itu?" tanya parmin dengan herannya.

"Di kasih sama orang Paklik." Jawab Sekar dengan santai. Dia lalu mengambil pisau kedapur karena tidak sabar ingin mencicipi rasa buah naga itu.

Sedangkan Parmin dan Harti kembali terheran-heran orang mana yang memberi keponakan mereka buah naga sebanyak itu.

"Orang mana yang ngasih Kar?" tanya Harti lagi saat Sekar sudah kembali membawa sebuah pisau dan piring kosong.

"Itu lo Bulik yang punya kebun buah naga di ujung desa. Yang kebunnya luas. Tadi aku lewat sana, kebetulan lagi panen. Niatnya mau beli, eh malah di kasih gratis." Jawaban Sekar membuat Parmin dan Harti saling menoleh.

"Kebun buah milik Ndoro Karso?" tanya Parmin lagi.

"Iya mungkin, lupa namanya tadi. Yang punya Laki-laki pakai tongkat." Jawab Sekar lagi.

"Terus Ndoro bilang apa?" tanya Harti dengan penasarannya.

"Tidak bilang apa-apa Bulik. Bapak itu cuma nawarin buah terus di bayar tidak mau. Habis itu aku pulang, ngapain lama-lama disana." Sekar masih tidak mengerti dengan maksud pertanyaan bulik dan paklinya. Kenapa penasaran sekali dengan sang pemberi buah.

"Lagian orangnya aneh, masa zaman sekarang masih ada orang di panggil Ndoro. Pakai tongkat lagi, kaya orang zaman dulu." Komentar Sekar lagi pada orang yang baru dia temui tadi.

Masih dengan santainya Sekar menikmati buah naga miliknya, tidak peduli jika barusan dia mengkritik si pemberi buah nyatanya buah yang di berikan itu rasanya sangat manis.

"Orangnya kamu kritik, buahnya kamu makan. Dasar Sekar," cibir Harti pada sikap menyebalkan keponakannya.

Sekar yang mendengar itu hanya terkekeh pelan dan terus saja memakan buah naganya.
***
Sore hari setelah mandi sore, Sekar sedang duduk termenung didalam kamarnya. Memikirkan kelanjutan hidupnya. Sejak awal tujuannya kembali ke desa katanya untuk di nikahkan. Tapi sudah beberapa hari dirinya di desa obrolan tentang pernikahan itu sama sekali tidak terdengar.

Sekar jadi berfikir, apa mungkin pernikahannya di batalkan. Alangkah bersyukurknya jika memang seperti itu adanya.

Sekar terkejut melihat buliknya yang tiba-tiba mesuk kekamarnya dan menyerahkan satu set gamis panjang lengkap dengan jilbabnya.

"Nanti malam di pakai ya Kar." Ucap Harti sambil menyerahkan baju di tangannya.

"Mau ada acara apa Bulik?" Tanya Sekar dengan bingungnya.

"Kita mau kerumah calon suamimu," jawaban Harti hanya bisa membuat Sekar menghela nafas dengan berat. Baru saja di fikir pernikahannya di batalkan karena tidak adanya obrolan tapi tiba-tiba saja dia di ajak kerumah siapa tadi, calon suami. Ahh sudah lah, ikuti saja takdir.

"Rumahnya di mana Bulik?" Tanya Sekar pelan.

Sejak tau di punya calon suami, Sekar sama sekali belum bertanya siapa nama dan di mana rumah dari calon suaminya itu. Apakah dia sudah tua atau masih muda. Apakah Sekar akan di jadikan istri satu-satunya atau salah satunya. Bukan karena Sekar tidak penasaran, lebih tepatnya di memang tidak mau tau banyak hal. Takut, jika dia mengetahui banyak hal keraguan di hatinya akan kembali muncul.

NDORO KARSO (DELETE SEBAGIAN) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang