#story14
(FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA UNTUK MEMBUKA BAB YANG DI PRIVATE ACAK)
Apakah ada yang percaya dengan cinta pada pandangan pertama? Beberapa orang mungkin berpikiran jika ungkapan tersebut sangat mustahil, karena cinta butuh waktu untuk tumbu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
****
"Semuanya udah siap?” tanya Septian, menatap ke arah Arona yang masih duduk dalam diam di atas kasur.
Perempuan itu baru saja selesai memasukkan semua barang-barang mereka ke dalam koper. Beberapa jam lagi, mereka akan berangkat ke bandara untuk kembali ke Jakarta. Niatnya, Septian akan lebih lama di sini, ingin berlibur dulu dengan Arona. Tapi, sepertinya Arona tidak dalam suasana hati yang ingin berlibur. Perempuan itu banyak diam semenjak bangun tidur, dan semalam pun Septian tidak berani memeluk Arona.
Septian menghela napas pelan, merasa di abaikan oleh Arona. Laki-laki itu menarik kakinya mendekati kasur, ikut duduk di sebelah Arona. “Kamu marah, Rona?” Arona masih belum menjawab, Septian kembali menghela napas. “Percaya sama aku, Rona. Niat aku dekatin kamu enggak seburuk itu. Aku tahu, diri aku enggak sebaik yang kamu kira, tapi aku bisa jamin kalau tujuan aku dekatin kamu bukan hanya tentang seks semata. Aku tertarik sama kamu.” Septian menjeda ucapannya, menatap Arona yang masih belum menatapnya. “I have a feeling for you.”
Akhirnya, Arona menatap Septian. Arona tidak marah. Dia hanya tidak menyangka saja jika Septian sering melakukan cinta semalam. Lagi pula, rata-rata, mana ada laki-laki yang mampu menahan hasrat seksualnya. Septian, laki-laki yang sudah memasuki umur 30 tahun, dan kehidupan cintanya sudah panjang. Dia sudah menyelami berbagai lautan cinta. Dia pasti tahu lautan mana yang bisa dia selami berulang kali, dan lautan mana yang tidak akan dia selami lagi.
“Aku enggak mau aja setelah dari LA hubungan kita merenggang. Aku mau selesaiin semuanya di sini. Tapi, kalau kamu masih butuh waktu buat mikir ulang, aku akan tunggu, Rona,” ucap Septian. Dia akan menunggu sampai Arona bisa menerima keburukannya.
“Kamu yakin bukan karena seks?”
Septian mengangguk yakin. “Aku yakin, Rona. Kamu pikir, buat apa aku usaha dekatin kamu kalau hanya buat seks? Aku bisa ngelakuin cinta semalam aja kalau cuman mau seks, enggak perlu usaha dekatin kamu. Aku bukan laki-laki yang suka buang-buang waktu, Rona. Bahkan, untuk Chelsea sekalipun, perempuan yang pernah jadi pacar aku, aku enggak mau buang waktu aku buat nyusul dia ke Aussie.” Bukan karena Septian tidak sanggup LDR, melainkan karena dia merasa waktunya lebih berharga untuk bekerja dari pada di habiskan untuk menyusul Chelsea. Tapi, dengan Arona, waktu bersama perempuan itu terasa lebih berharga.
“Dalam hidup aku, aku punya banyak perhitungan. Waktu, tenaga, bahkan uang, semuanya aku perhitungkan. Aku terbiasa berbisnis, dan kehidupan pribadi aku pun suka tercampur dengan bisnis. Cuma sama kamu, Rona. Sama kamu aku enggak memiliki perhitungan, aku bisa kasih semuanya ke kamu, waktu aku, uang aku, bahkan diri aku.” Septian berhenti sejenak, menatap Arona yang kini juga menatapnya. “Aku tahu ini bakal terdengar seperti rayuan buaya darat, tapi aku benar-benar enggak ada niat buruk buat dekatin kamu, Rona.”