Hestia tidak beranjak dari tempatnya. Tubuhnya bersandar di sisi pilar marmer yang dingin, namun pikirannya terasa jauh lebih dingin daripada malam yang membungkus taman belakang.
Bayangan percakapan yang ia dengar tadi terus menghantui, membuatnya resah. Nama Mireya Sabine Schultz yang disebutkan secara gamblang di tengah diskusi para aristokrat menjadi peringatan besar.
Dunia ini tidak pernah membiarkan seseorang hidup dengan damai tanpa ada tujuan tertentu.
Hestia menghela napas panjang. Mireya tidak pernah meminta untuk terlibat dalam kekacauan ini. Dia hanyalah seseorang yang mencoba bertahan dengan kepribadiannya yang lurus dan prinsip yang kuat.
Tapi dunia yang mereka masuki tidak pernah membiarkan seseorang seperti Mireya tetap berdiri tanpa dihancurkan.
Saat Hestia masih larut dalam pikirannya, langkah-langkah ringan namun tegas terdengar mendekat. Sosok wanita itu muncul dari sudut taman, berbalut gaun hitam yang pas membalut tubuh rampingnya. Senyum miring yang tadi ia tunjukkan dalam bayang-bayang kini terpampang jelas. Matanya yang tajam menyala di bawah cahaya remang lampu taman.
"Hestia," panggil wanita itu, suaranya lembut namun mengandung ancaman yang tersembunyi. "Sendirian di sini? Sepertinya tidak seperti biasanya."
Hestia memutar tubuhnya dengan perlahan, berusaha menguasai diri. "Ada urusan yang perlu aku pikirkan," jawabnya singkat, nadanya tegas, tanpa memberi ruang untuk basa-basi.
Wanita itu tersenyum, melangkah mendekat dengan gerakan seperti seorang pemburu yang mendekati mangsanya. "Kukira, urusan itu berkaitan dengan Mireya Sabine Schultz. Nama yang sedang hangat dibicarakan malam ini."
Hestia memicingkan matanya, waspada. "Aku tidak mengerti maksudmu. Mireya tidak ada kaitannya dengan semua ini."
"Oh, tapi dia ada di sini, bukan?" Wanita itu melanjutkan, suaranya sedikit menekan. "Dan kehadirannya... menarik perhatian yang seharusnya tidak ia tarik. Apa dia benar-benar siap menghadapi konsekuensi dari langkah kecilnya masuk ke dunia ini?"
Hestia mendekatkan dirinya, menatap langsung ke mata wanita itu. "Jangan libatkan Mireya. Dia tidak pantas menjadi bagian dari semua ini."
"Tidak pantas?" wanita itu terkekeh pelan, kemudian melipat tangannya di depan dada. "Lucu sekali mendengar itu darimu, Hestia. Kau dan aku sama-sama tahu, tidak ada yang bisa menghindar setelah melangkahkan satu kaki di dunia ini. Mireya mungkin terlihat seperti gadis tak berdosa, tapi dia telah menarik perhatian yang salah, dan aku hanya memastikan dia mendapatkan... tempatnya."
Hestia merasakan hawa dingin menjalari tubuhnya. Ia tahu wanita ini bukan hanya berbicara, tapi menyusun sesuatu. Mireya, dengan segala kepolosannya, kini menjadi target.
"Jadi ini permainanmu?" Hestia menekan nada suaranya, penuh amarah yang terkontrol. "Kau ingin membuatnya terjebak dalam dunia ini, menghancurkannya seperti yang kau lakukan pada orang lain?"
Wanita itu tersenyum lebih lebar, seolah menikmati kemarahan Hestia. "Bukan aku yang memulainya, sayang. Dunia ini sendiri yang melakukannya. Aku hanya memanfaatkan apa yang sudah tersedia. Mireya akan menemukan dirinya sendiri di tempat yang paling gelap, tanpa siapa pun di sisinya. Dan saat itu terjadi... mungkin aku akan menawarkan tanganku. Tapi tentu saja, dengan harga yang sesuai."
Hestia mengepalkan tangannya, menahan dirinya agar tidak terpancing. Ia tahu wanita ini tidak bisa dibiarkan begitu saja, tetapi menyerangnya langsung hanya akan membuat keadaan semakin buruk untuk Mireya.
"Aku tidak akan membiarkanmu melakukannya," ucapnya dengan tegas, matanya tajam menatap wanita itu. "Mireya bukan seperti mereka yang lain."
"Tidak ada yang bisa menghindar dari permainan ini, Hestia," jawab wanita itu santai, memutar tubuhnya untuk pergi. "Kita lihat saja nanti, siapa yang menang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Crimson Secrets
RomanceMireya menarik wajah Leonis mendekat dan menutup jarak antara mereka dengan mencium bibirnya. Ciuman itu, panas dan penuh keinginan, mengejutkan Leonis hingga ia terdiam. Setelah ciuman itu terlepas, Leonis mendekati Mireya, membelai pipinya dengan...