Mireya baru saja kembali ke flat kecilnya di Notting Hill, setelah pertemuan tegang dengan Thierry di St. James’s Park. Udara dingin London terasa menggigit, dan pikirannya masih penuh dengan informasi tentang Thalassa dan Kazuo. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri sebelum memasukkan kunci ke pintu flat.
Namun, langkahnya terhenti. Di depan pintu, berdiri seseorang yang tak pernah ia sangka akan bertemu di London—Hestia de Clementine.
"Hestia?" Mireya berkata, suaranya penuh keterkejutan.
Hestia tersenyum tipis, matanya menatap Mireya dengan campuran rasa bersalah dan ketegangan. "Hai, Mireya. Bagaimana kabarmu?"
Mireya mengamati penampilan sahabatnya itu. Hestia mengenakan mantel wol berwarna krem yang mahal, dengan sepatu bot tinggi hitam, membuatnya terlihat seperti bangsawan yang tersesat di jalanan Notting Hill. Rambutnya terurai rapi, tetapi ada kilatan kecemasan di matanya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Mireya bertanya, suaranya datar. "Bagaimana kau tahu aku tinggal di sini?"
Hestia tersenyum kecil, tetapi ada nada gelisah dalam tawanya. "Aku mendengar kabar bahwa kau pindah ke London. Jadi aku mencarimu. Kita perlu bicara, Mireya."
Mireya membuka pintu flatnya tanpa berkata apa-apa, lalu melangkah masuk. "Masuklah. Kita bisa bicara di dalam."
Flat Mireya kecil tapi rapi, dengan suasana nyaman yang sederhana. Tidak ada kemewahan, hanya sofa berwarna krem, rak buku dengan koleksi yang teratur, dan meja kecil di dekat jendela. Hestia duduk di sofa, menggenggam cangkir teh yang Mireya buatkan.
Mireya menyilangkan tangan, berdiri di dekat jendela. "Jadi, apa yang ingin kau bicarakan, Hestia? Ini bukan sekadar kunjungan untuk nostalgia, kan?"
Hestia menunduk sejenak, lalu menatap Mireya. "Aku tahu tentang Thalassa."
Jantung Mireya berdegup kencang, tetapi wajahnya tetap tenang. "Apa yang kau tahu?"
"Dia bukan temanmu, Mireya. Dia bekerja untuk seseorang yang jauh lebih berbahaya dari yang kau pikirkan. Dan aku yakin dia sedang mencoba menjebakmu," ujar Hestia, suaranya serius.
Mireya mendekat, menatap Hestia tajam. "Bagaimana kau tahu semua ini? Apa yang kau sembunyikan, Hestia?"
Hestia menggigit bibirnya, tampak ragu. "Karena aku... pernah terlibat. Sebelum aku datang ke sini, aku berusaha mencari tahu lebih banyak tentang Ordo Noire. Dan salah satu nama yang terus muncul adalah Thalassa."
Mireya duduk di seberang Hestia, matanya memicing. "Jadi, kau mencariku untuk apa? Peringatan ini tidak datang begitu saja, Hestia."
Hestia mendesah berat, meletakkan cangkirnya. "Aku tahu aku tidak punya hak untuk meminta ini, tapi aku ingin kau berhenti menyelidiki Ordo Noire, Mireya. Mereka jauh lebih berbahaya dari yang bisa kau bayangkan. Jika kau terus maju, kau akan kehilangan segalanya."
Mireya menggeleng perlahan, senyumnya pahit. "Jadi kau di sini untuk memperingatkanku agar menyerah? Kau pikir aku akan mundur setelah mengetahui bahwa mereka mungkin bertanggung jawab atas kematian ayahku?"
Hestia tampak kaget. "Apa maksudmu? Kau pikir Ordo Noire ada hubungannya dengan itu?"
"Aku tidak berpikir, Hestia. Aku tahu," Mireya menjawab tajam. "Thierry memberiku bukti. Pesawat ayahku tidak jatuh karena kecelakaan. Itu sabotase, dan Kazuo van Heyst terlibat. Jika kau tahu sesuatu, katakan sekarang."
Hestia tampak terguncang, tetapi ia tidak menjawab. Mireya berdiri, menatapnya dengan dingin.
"Kau tahu lebih dari yang kau katakan, Hestia. Dan kau mungkin punya alasan untuk melindungi mereka. Tapi aku tidak akan berhenti. Ini tentang ayahku, dan tentang siapa aku. Kau tahu aku tidak akan pernah mundur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Crimson Secrets
RomantizmMireya menarik wajah Leonis mendekat dan menutup jarak antara mereka dengan mencium bibirnya. Ciuman itu, panas dan penuh keinginan, mengejutkan Leonis hingga ia terdiam. Setelah ciuman itu terlepas, Leonis mendekati Mireya, membelai pipinya dengan...