Hari itu tidak berlalu dengan tenang. Mireya kembali pada perannya sebagai ahli strategi, menyusun rencana balas dendam dengan presisi. Namun, sore harinya, sesuatu yang tidak terduga datang mengetuk pintunya—surat dari Lomira Schultz, ibunya.
Seorang utusan membawa pesan singkat yang berisi instruksi tegas: "Kembalilah ke dunia aristokratmu. Ada acara amal keluarga Heyst akhir pekan ini. Kehadiranmu tidak bisa ditawar."
Mireya mencengkeram surat itu dengan erat, jemarinya memucat karena kekuatan genggamannya. Leonis, yang duduk di sudut ruangan dengan sebuah peta terbentang di hadapannya, memperhatikan perubahan ekspresi Mireya.
“Apa isinya?” tanya Leonis tanpa banyak basa-basi.
Mireya menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. “Ibuku memerintahkanku untuk kembali. Ada acara amal keluarga Heyst. Tentu saja, aku harus hadir sebagai salah satu ‘pewaris’ Schultz yang tersisa.”
Leonis mengangguk pelan, lalu berkata, “Itu kesempatan yang bagus.”
Mireya mengangkat alis, setengah tidak percaya. “Kesempatan? Untuk apa? Berpura-pura peduli pada mereka yang telah menghancurkan hidupku?”
“Kesempatan untuk mengamati,” jawab Leonis dengan nada tenang. “Semakin dekat kau dengan mereka, semakin mudah untuk melihat kelemahan mereka. Kau tahu bagaimana dunia mereka bekerja, Mireya. Kau bisa menggunakan pengetahuan itu untuk keunggulanmu.”
Mireya terdiam, merenungkan kata-kata Leonis. Meski enggan, ia tahu pria itu benar. Dunia aristokrat adalah dunia yang selalu ia kuasai, dan ia bisa menjadikannya alat untuk membalaskan dendam ayahnya.
Tiba-tiba suara ketukan di pintu terdengar. Mireya menoleh dengan tatapan curiga sebelum Emilie masuk bersama empat orang lain, langkah Emilie anggun dan percaya diri.
Emilie, yang selalu tampil anggun dengan baju formal. "Nona Mireya, kita perlu membahas jadwalmu. Acara amal itu hanya satu dari sekian banyak agenda yang telah dirancang ibumu. Nona harus bersiap untuk menghadiri serangkaian acara lainnya—dari makan malam diplomatik hingga pertemuan filantropi.”
Mireya mendesah panjang, merasa tercekik oleh tuntutan yang tiba-tiba ini. Namun, ia menyembunyikan rasa frustasinya dengan baik. “Baiklah,” jawabnya singkat. “Aku akan menyesuaikan jadwalku.”
Emilie mengangguk puas, kemudian menambahkan, “Madame Lomira juga mengingatkan bahwa ini adalah kesempatan untuk memperkuat pengaruh keluarga Schultz. Nona diharapkan tidak membuat kesalahan, Mireya.”
Setelah Emilie pergi, Mireya menjatuhkan dirinya ke sofa dengan ekspresi muak. “Ibu selalu begitu. Baginya, semuanya hanya tentang pengaruh dan reputasi.”
Isabella tersenyum sopan, meski matanya memancarkan ketegasan. “Kami di sini untuk memastikan keselamatan Anda dan mendukung Anda dalam segala cara, Nona.”
Leonis mendekatinya, menepuk bahu Mireya perlahan. “Anggap saja ini adalah bagian dari permainan. Kau bisa memainkan peranmu di dunia aristokrat, sementara aku kembali ke dunia bawah.”
Mireya menatap Leonis dengan tajam. “Kau akan kembali ke dunia bawah? Apa maksudmu?”
“Aku akan kembali untuk menyusup ke dalam Ordo Noire,” jawab Leonis serius. “Aku butuh informasi lebih banyak, dan satu-satunya cara untuk mendapatkannya adalah dengan masuk ke sarang musuh.”
Mireya terdiam. Hatinya bergolak antara ketakutan dan kekaguman pada keberanian Leonis. “Berhati-hatilah,” ucapnya akhirnya. “Aku tidak akan memaafkanmu jika kau kembali menghilang.”
Leonis tersenyum tipis, menyentuh lengan Mireya dengan lembut. “Aku tidak akan menghilang lagi, Mireya. Aku akan selalu berada di sini untukmu.”
Meski ragu, Mireya mengangguk. “Kalau begitu, kita akan memulai ini bersama-sama. Kau di dunia bawah, dan aku di dunia atas. Mereka tidak akan pernah melihat kita datang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Crimson Secrets
Roman d'amourMireya menarik wajah Leonis mendekat dan menutup jarak antara mereka dengan mencium bibirnya. Ciuman itu, panas dan penuh keinginan, mengejutkan Leonis hingga ia terdiam. Setelah ciuman itu terlepas, Leonis mendekati Mireya, membelai pipinya dengan...