Di depan Kirana aku bisa sepercaya diri itu, tapi ketika sampai rumah, semua kepercayaan diri itu, ketegasan itu, hilang entah kemana.
Sepi.
Tidak ada Mas Nata, tidak ada Mbok Lina, tidak ada suara bising yang berasal dari tetangga, seolah-olah semuanya mendukung untuk membuatku melepas topeng sok tegas, sok kuat dan sok tidak terpengaruh apa pun.
Aku terdiam di depan cermin, melihat wajah dan tubuhku. Tiba-tiba saja rasa insecure itu datang. Bukan insecure dengan penampilanku yang unyu-unyu kata Kirana, tapi aku insecure melihat beberapa perubahan di diriku selama hamil.
Aku insecure dengan jerawat di wajahku yang tiba-tiba muncul selama hamil. Aku insecure dengan kulitku yang tidak lagi putih bersih, tapi dihiasi beberapa bentol-bentol kemerahan karena akhir-akhir ini sering gatal dan kulitku jadi sensitif. Aku insecure dengan ukuran payudaraku yang bertambah. Aku insecure dengan berat badanku yang makin hari makin bertambah. Aku insecure dengan stretch mark yang tersebar di beberapa bagian tubuhku. Ada di perut, payudara, bokong dan paha.
Aku sekali lagi melihat cermin.
Aku tak secantik dulu.
Aku menatap angka yang tertera di timbangan.
Aku tidak selangsing dulu.
Semuanya berubah.
Aku terduduk lesu di sudut ranjang layaknya orang bodoh. Membisu dengan tatapan kosong.
"Badan kamu gini, Mas Nata enggak pernah komen ya? Padahal dulu pas kami pacaran, Mas Nata paling anti kayaknya kalau aku gendut, diajakin olahraga mulu haha."
Perkataan Kirana beberapa jam lalu terngiang-ngiang.
Saking sibuknya melamun, aku sampai tidak menyadari Mas Nata masuk ke kamar. Baru tersadar begitu dia memanggilku beberapa kali.
Aku menoleh.
"Kamu kenapa duduk di situ?"
Aku tidak menjawab apa pun.
"Udah makan?" Mas Nata memilih bertanya hal lain.
Sejak kapan dia perhatian segala nanya aku udah makan apa belum?
Lagi-lagi aku tidak menjawab.
Helaan napas Mas Nata terdengar. Pasti dia capek dan lelah sendiri melihat tingkahku.
Aku melihatnya membuka kancing baju bagian atasnya, tanda bahwa dia akan mandi. Ketika Mas Nata hendak berlalu dari hadapanku, kakinya tidak sengaja menyenggol alat penimbang berat badan hingga berbunyi dan terpental jauh.
Mas Nata diam cukup lama, tapi tidak mengatakan apa-apa. Bagi Mas Nata itu pasti tidak penting.
Begitu Mas Nata mandi, aku memilih pindah duduk di kasur. Sedih boleh, tapi aku juga harus peduli dengan bokongku yang kedinginan dan kebas karena sedaritadi duduk di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kemelut Rumah Tangga
Romance🌹UPDATE SETIAP HARI JUMAT!🌹 Biasanya ketika kabar kehamilan seorang istri terdengar, suami akan bahagia. Memeluk istrinya penuh sayang dan rasa syukur. Namun rumah tangga Binar dan Nata tampaknya agak lain, karena setelah Binar tahu dirinya hamil...