My Silent Lover : 23

6K 474 30
                                    

Hari dimana keberangkatan Samuel ke Eropa akhirnya telah tiba. Lapangan sekolah penuh sesak dengan siswa-siswi yang ingin mengantar tim basket sekolah itu untuk menaiki bus pribadi mereka yang hendak menuju ke bandara. Samuel, seperti biasanya ia akan menjadi pusat perhatian orang-orang. Para gadis berkumpul di sekitarnya berusaha untuk mendapatkan perhatian pria itu sebelum ia pergi untuk waktu yang lumayan lama.

Di sisi lain, di kerumunan belakang Luca berusaha untuk mendekati dan melihat kepergian pria itu. Tubuhnya yang kecil dan tenaganya yang lemah membuatnya kesulitan menerobos kerumunan yang padat. Ia terdesak ke belakang beberapa kali, hingga akhirnya ia kehilangan keseimbangan dan jatuh.

Di tengah keramaian itu, Samuel sibuk berbicara dengan teman-temannya, ia tidak menyadari bahwa Luca sedang berjuang untuk mendekatinya. Samuel bahkan sempat berpikir kemungkinan Luca memang belum tiba karena ia meminta Jameslah yang menjemputnya.

Namun, James yang berdiri tidak jauh dari Luca, ia memperhatikan bagaimana Luca yang jatuh di belakang kerumunan. James segera bertindak, ia juga mendorong beberapa siswa untuk membuka jalan, lalu berjalan cepat ke arah Samuel.

"Samuel, ikut aku sebentar!" kata James dengan nada yang serius, ia juga terlihat menarik lengan Samuel untuk keluar dari kerumunan itu. Perilaku James berhasil membuat orang-orang disekitarnya terheran-heran dan bahkan ada yang mengamuk karena menganggap James pengganggu.

"Ada apa, James?" Samuel bertanya bingung, tapi James tidak menjawab. Ia hanya menunjuk ke arah Luca yang masih berdiri sendirian di belakang.

Melihat itu, Samuel langsung bergerak cepat, menerobos kerumunan tanpa peduli dengan teriakan para gadis yang memanggil namanya. Ketika ia sampai di depan Luca, ia langsung berjongkok untuk memeriksa kondisi pria itu.

"Kau baik-baik saja kan?" tanyanya cemas sambil mengecek tubuh Luca.

Luca hanya mengangguk, tetapi wajahnya yang pucat membuat Samuel khawatir melihatnya.

"Kalian bisa menunggu sebentar, bukan?" ujar Samuel dengan nada tegas kepada kerumunan di belakangnya. Gadis-gadis itu tampak kecewa tetapi tidak berani membantah. Mereka kembali membalikkan badan dan mengerumuni teman-teman Samuel yang lainnya.

Samuel membawa Luca menjauh dari kerumunan, lalu mereka mencari tempat yang lebih sepi di tepi lapangan. Setelah memastikan Luca duduk dengan nyaman di sebuah kursi Samuel berlutut di depannya.

"Mengapa kau tidak mengirimiku pesan kalau kau sudah tiba?" tanya Samuel dengan suaranya yang dipenuhi oleh rasa bersalah.

Luca mengeluarkan ponselnya dan mengetik pesan singkat "Aku tidak ingin mengganggumu.

Samuel membaca pesan itu, lalu menatap Luca dengan sorot mata yang lembut. "Luca, kau benar-benar..." katanya sambil tersenyum tipis. "Tapi aku senang kau ada di sini. Aku akan memenanginya untukmu....tunggu aku pulang.." Ujarnya sambil mencium punggung tangannya Luca.

" ... tapi aku tidak bisa berjanji akan menyambutmu pulang kelak." Ketik Luca di ponselnya.

Samuel tiba-tiba saja merasakan hawa yang berbeda disekitarnya setelah melihat kata yang tertulis disana. Entah mengapa ia merasa sedih dan hampa. Padahal sebelumnya ia sangat bersemangat.

Luca  mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, lalu ia menunjukkannya tepat didepan wajah Samuel. Itu adalah sebuah gelang sederhana yang terbuat dari anyaman benang. Dengan perlahan, ia memakaikan gelang itu ditangan Samuel.
"Anggap ini adalah jimat keberuntunganmu." ketik Luca di ponselnya lagi.

Samuel memegang gelang itu dan ia tersenyum melihat gelangnya yang benar-benar seindah orang yang membuatnya. "Aku akan memakainya sepanjang waktu di Eropa. Jadi, jangan khawatir. Aku pasti pulang dengan membawa kemenangan."

Sebelum pergi, Samuel mendekat lalu ia menempatkan kedua tangannya di bahu Luca. "Jaga dirimu baik-baik selama aku tidak di sini. Kau janji kan?"

Luca mengetik, Aku janji.

Samuel tersenyum, lalu tanpa ragu-ragu lagi, ia menarik Luca ke dalam pelukannya. "Tunggu aku pulang, ya," bisiknya, sebelum akhirnya kembali ke teman-temannya yang sudah menunggunya.

Begitu Samuel pergi, Luca tidak mampu lagi untuk menahan emosinya. Air mata mengalir tanpa henti di pipinya. Ia berdiri di tempatnya dan menatap ke arah dimana bus yang membawa mereka perlahan menjauh membawa Samuel dan tim basket sekolahnya. Dadanya juga terasa begitu sesak. Luca menyeka air matanya dengan punggung tangannya, tapi tangisannya tidak kunjung berhenti.

Ia menggenggam erat ponselnya. Foto terakhir yang ia ambil bersama Samuel saat hari ulang tahunnya muncul di layar. Di dalam foto itu, Samuel tersenyum cerah. Melihatnya hanya membuat hati Luca semakin perih.

Bagaimana jika aku tidak sempat melihatmu lagi, Samuel? batinnya berkata.

Luca mengeluarkan gelang yang ia buat untuk dirinya sendiri yang merupakan pasangan dari gelang yang ia berikan pada Samuel. Ia memakainya di pergelangan tangan yang terlihat begitu kurus.

Luca mendongak memandangi langit pagi hari yang berwarna biru cerah dan terlihat menakjubkan. Angin yang berembus perlahan menyapu wajahnya. Ia berpikir alangkah indahnya jika ia bisa menghabiskan sisa hidupnya di tempat yang nyaman dan tenang seperti ini.






My Silent Lover [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang