My Silent Lover : 13

25.1K 1.9K 46
                                    

Saat Luca membuka pintu dan masuk ke dalam rumah, suara tawa yang sebelumnya terdengar dari ruang tamu mendadak lenyap. Ayahnya, ibu tirinya, dan Felix yang semula sedang bercakap-cakap riang kini terdiam, menatapnya dengan tatapan yang berbeda-beda. Ayahnya memandangnya malas, sementara ibu tirinya menatap dengan sorot mata dingin yang sudah biasa Luca terima. Felix, di sisi lain, menatap Luca dengan sinis. Luca sedikit terkejut karena tidak menyangka ayah dan ibu tirinya akan pulang dari luar negeri hari ini, pasalnya mereka bilang akan pulang bulan depan.

"Luca, kemari," suara berat ayahnya memanggil, berhasil memecah keheningan.

"Kenapa pulangnya terlambat?" Nada suara ayahnya seperti pisau yang menyayat, tajam dan menusuk.

Luca mengeluarkan ponselnya, ia ingin mengetik sesuatu tapi apakah dia harus mengatakan yang sebenarnya? Bahwa dia pulang telat karena menunggu Samuel latihan basket selesai?

Felix menatap Luca dengan seringai kecil. "Sepertinya Luca bermain-main lagi." Suaranya penuh ejekan, membuat Luca sedikit terpojok.

Ayahnya hanya menghela napas, menatap Luca dengan pandangan kecewa. "Luca, kamu sudah kelas 3 SMA, berhenti main-main! kalau nilaimu jelek nanti kamu tidak bisa masuk ke universitas terkenal.."

"Ayah berkata begini karena ayah peduli kepadamu"..

Kata-kata itu terdengar kosong di telinga Luca. Sejak kapan mereka peduli? Dia hanya bisa menunduk, ia tidak ingin melihat ke arah mereka. Jari-jarinya menggenggam erat tas yang masih dipegangnya.

Melihat Luca tidak merespons apa-apa, Felix tertawa pelan dan bangkit dari duduknya. "Sudahlah, ayah. Nanti biar Felix yang membantunya."

Ibu tirinya menghela napas panjang sebelum mengangguk pada Felix. "Felix benar. Felix adalah adik yang bisa diandalkan.

"Felix pintar dan juga berprestasi, jadi nanti biarkan Felix yang membantu Luca."

"Ehem, kamu bisa naik ke atas sekarang." pinta ayahnya pada Luca sesaat setelah mendengarkan perkataan istrinya dan Felix.

Luca hanya mengangguk lagi, ia menahan air matanya agar tidak jatuh di depan mereka. Dengan langkah cepat, dia berjalan menuju tangga meninggalkan suasana yang mencekam di ruang tamu. Saat menaiki tangga, dia mendengar suara tawa Felix yang kembali bergema.

Sampai di kamarnya, Luca menutup pintu rapat-rapat dan bersandar di belakangnya dengan napasnya tersengal. Matanya memandang sekeliling kamar yang sepi dan dingin. Di tempat inilah, tapi dia selalu merasa aman.

Ponselnya berbunyi. Luca meraih ponselnya dan melihat pesan dari Samuel, yang mengatakan bahwa dia sudah tiba dirumahnya. Luca hanya bisa menatap layar ponselnya dan tangannya gemetar saat berusaha mengetik balasan "Baik,"

Beberapa menit kemudian, Samuel membalas lagi. "Besok aku jemput jam yang sama, ya. Jangan telat." Pesan itu sederhana, tapi bagi Luca, itu seperti pegangan kecil yang bisa menyelamatkannya. Samuel adalah satu-satunya orang yang membuatnya merasa masih punya harapan untuk hidup.

Luca tersenyum kecil, meski air mata mulai menggenang di matanya. Dia mengetik balasan singkat, "Oke." Lalu, dia merebahkan tubuhnya ke tempat tidur dan menatap langit-langit kamarnya, ia mencoba mengatur napasnya yang masih tidak stabil.

"Aku lelah...." batinnya berkata.

~

Sudah 1 bulan berlalu semenjak Samuel menjemput dan mengantar Luca pulang dan pergi sekolah, namun baru kali ini Samuel akan membawa Luca ke suatu tempat.

Luca pulang bersama Samuel seperti biasanya. Tetapi Samuel tampak lebih bersemangat, meski Luca tidak begitu menyadarinya. Di tengah perjalanan, tiba-tiba Samuel menghentikan motornya di depan sebuah kafe kecil yang tampak ramai oleh sekelompok orang.

"Ayo, turun sebentar. Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan," kata Samuel dengan senyum misterius.

Luca mengernyit, sedikit bingung, tapi mengikuti Samuel kemana dia akan pergi. Mereka berjalan masuk ke kafe, dan saat pintu terbuka, sekelompok teman-teman Samuel langsung bersorak. "Selamat ulang tahun".

Luca terkejut. Dia tidak menyangka sama sekali. Mata besarnya melebar, dan jantungnya berdegup kencang. Dia bahkan lupa bahwa hari itu adalah hari ulang tahunnya. Luca menatap Samuel yang tertawa melihat ekspresi terkejutnya, dan hanya bisa tersenyum malu-malu. Tangannya gemetar saat dia meraih ponselnya dan mengetik, “Terima kasih.”

"Ini semua ide Sam" kata salah satu teman Samuel. "Teman Sam, juga temannya kami." sahut yang lainnya.

Meskipun Luca tidak mengenali mereka tapi ia merasakan kehangatan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Luca menatap Samuel dengan mata berkaca-kaca. Dia tidak tahu harus berkata apa. Ucapan terima kasih rasanya tidak cukup untuk menggambarkan betapa terharunya dia saat itu. Semua orang tampak begitu hangat dan ramah, berbeda dengan apa yang biasa dia alami.

Di tengah kegembiraan itu, ternyata Felix berdiri di luar kafe, memperhatikan dari kejauhan. Tanpa sengaja, hari ini dia melihat Luca dan Samuel pulang bersama dan ia pun diam-diam mengekori mereka.

Felix mengepalkan tangannya erat dan ia merasakan kemarahan menjalar didirinya. Luca terlihat begitu bahagia di antara orang-orang? Hatinya bertanya-tanya, kenapa dia merasa begitu terganggu?

Di dalam kafe, perayaan berlangsung sederhana namun penuh tawa. Kue kecil dengan lilin yang menyala diletakkan di depan Luca. Semua orang berseru agar Luca meniup lilin itu. Dengan tangan gemetar, Luca menutup matanya dan membuat permohonan.
"Aku harap aku bisa kembali berbicara" batinnya memohon. Saat membuka mata dan meniup lilin, tawa riuh terdengar, dan semua orang bertepuk tangan.

Salah seorang teman Samuel meletakkan sebuah topi pesta kecil di kepala Luca yang membuatnya terlihat semakin malu-malu. Samuel mendekatkan bibirnya ke telinga Luca dan ia berbisik, "Kau terlihat sangat menggemaskan"

Luca merasakan panas dipipinya dan ia sontak menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya. Samuel tersenyum lebar setelah berhasil menggoda Luca dan membuatnya malu.

Felix yang melihat semua itu merasa semakin marah. Baru saja dia hendak melangkahkan kakinya kedalam kafe itu tiba-tiba seseorang dari belakang datang dan menariknya agar menjauh dari tempat itu.

"Sialan lepaskan"... umpat Felix

Namun orang itu malah memperkuat cengkramannya dan menarik Felix semakin jauh.

My Silent Lover [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang