Setiap hari Felix masih terus memberi perintah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Setiap ada kesempatan, dia akan meminta Luca melakukan sesuatu. Seperti mengambilkan minum, atau menyuruhnya membuang sampah mereka setelah makan siang. Dan yang paling menyebalkan adalah teman-teman Felix yang ikut memanfaatkan situasi, seolah-olah Luca sudah resmi menjadi “pelayan” kelas.
Pada satu titik, Samuel yang tidak sengaja lewat depan kelasnya, sempat melirik Luca dengan tatapan heran. Dari kejauhan, dia memperhatikan bagaimana Felix memperlakukan Luca.
"Ah, si bodoh itu mau saja diperlakukan seperti itu."
James yang berjalan berdampingan dengannya sontak menoleh kearah yang di maksud oleh Samuel.
"Orang kaya yang tidak punya uang itu?" James mengernyitkan dahinya.
"Siapa lagi kalo bukan dia"
Samuel punya ide, karena waktu masih lama dia memutuskan untuk bermain-main dikelas Luca. Samuel berjalan dengan santai menuju kedalamnya yang diikuti oleh James. Gadis-gadis yang berada di lorong mulai berbisik-bisik dan beberapa bahkan berteriak kecil ketika melihatnya. Samuel, yang terbiasa dengan perhatian seperti itu, hanya tersenyum tipis tanpa banyak bereaksi. Dia tahu bahwa dirinya populer di sekolah ini.
Sampai di depan kelas Luca, Samuel berhenti sejenak, mengamati situasi di dalam. Felix sedang duduk di meja, dikelilingi oleh beberapa temannya, sementara Luca membersihkan sampah-sampah bekas makanan mereka.
“Dia benar-benar nggak bisa ngelawan ya?” gumam Samuel dalam hati.
Sebelum masuk ke dalam, James yang ikut bersamanya menepuk bahunya. “Kau yakin mau masuk, Sam?"
Samuel mendengus. “Biarin aja. Aku cuma mau bermain-main"
Akhirnya, Samuel melangkah masuk ke dalam kelas Luca tanpa ragu. Begitu melihat Samuel masuk, suara-suara kecil mulai terdengar di antara para siswa, terutama dari gadis-gadis yang tampak antusias dengan kedatangannya. Beberapa dari mereka bahkan berusaha menarik perhatian Samuel, tapi dia mengabaikan semua itu.
Dengan langkah santai, Samuel berjalan melewati Felix dan teman-temannya tanpa berkata apa-apa, langsung menuju kearah Luca.
Luca yang tengah berjongkok dilantai terkejut ketika melihat Samuel berdiri di samping. Matanya melebar sejenak, tapi dia segera menundukkan kepala lagi, tidak ingin menarik perhatian lebih banyak.
"Hey" panggil Samuel sambil mengetuk meja pelan.
"Mau aja diperlakukan kayak anj*ng kek gini"
Luca menoleh, menatap Samuel dengan bingung. Samuel menunduk sedikit, lalu berkata dengan suara rendah "bangun."
Luca terdiam, tidak tahu harus bagaimana menanggapi. Felix yang melihat Samuel berbicara dengan Luca mulai merasa terganggu. Dia berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekat. "Hey" panggilnya dengan nada santai, tapi ada sedikit ketegangan di suaranya. "Ngapain ngomong sama dia? dia bisu"
Samuel menoleh dengan senyum kecil. "Kenapa, lo keberatan?"
Felix menyipitkan mata, lalu melirik ke arah Luca yang masih kebingungan. "Dia ini udah biasa gue urus. Nggak usah ikut campur."
Samuel mengangkat bahu, mencoba terlihat santai, meski dalam hatinya dia merasa sedikit kesal. "Ehem, urus? apa begini cara mu mengurus orang?"
Samuel menarik keatas kerah Luca dengan paksa membuat ia sempat terhuyung dan kini berdiri diantara mereka berdua.
Felix tersenyum sinis. Dia menatap Luca sejenak sebelum menambahkan, "Bisu, pergi belikan aku minum sekarang juga."
Baru hendak Luca melangkahkan kakinya, Samuel menarik kerahnya lagi membuat dirinya kembali ke tempat asalnya ia berdiri.
Luca yang berada di antara keduanya merasa terjepit. Dia tahu kalau ini bisa menjadi lebih buruk jika terus berlanjut, tapi dia juga tidak bisa mengatakan apa-apa untuk menghentikannya.
Samuel memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah. Dia menepuk bahu Luca dengan lembut dan berkata, “Teruslah jadi anj*ngnya ya..” Lalu dia menoleh ke Felix dan berkata, “Santai aja, gue nggak ada urusan sama anj*ng lo.”
Setelah itu, Samuel berjalan keluar kelas dengan langkah santai, meninggalkan Felix yang masih berdiri dengan tatapan tidak senang. Gadis-gadis yang tadi menyambut kedatangannya hanya bisa memandang dengan kagum.
Felix menatap tajam ke arah Luca begitu Samuel meninggalkan kelas. Matanya menyiratkan kemarahan yang tertahan, dan Luca tahu persis apa artinya itu. Setiap kali ada masalah atau hal kecil yang membuat Felix marah, dia pasti akan melampiaskan kemarahannya pada Luca saat mereka kembali ke rumah.
Ketika bel sekolah berbunyi, menandakan akhir dari pelajaran, Luca merapikan buku-bukunya dengan cepat dan berharap bisa keluar lebih awal untuk menghindari Felix. Namun, harapan itu pupus ketika Felix berdiri di pintu kelas, menunggunya dengan senyum sinis yang tidak menyenangkan.
“Ayo, pulang,” ujar Felix dengan nada rendah tapi penuh ancaman.
Luca menunduk dan berjalan mengikuti Felix keluar dari sekolah. Mereka tidak berbicara sepatah kata pun sepanjang perjalanan pulang. Felix hanya berjalan di depan, sementara Luca mengikuti di belakang dengan perasaan takut.
Samuel, dengan senyum setengah mengejek, melambaikan tangan ke arah mereka dari kejauhan. “Eh, kalian berdua udah mau pulang?” tanyanya dengan nada yang seakan tidak peduli. Matanya kemudian melirik Luca yang berada di belakang Felix, wajahnya tampak ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Silent Lover [END]
RomanceKetika si bisu menjadi kekasih pria terpopuler disekolahnya