Felix berjalan cepat ke arah Luca, tatapan matanya penuh kebencian. "Kau pikir kau siapa? Sok-sokan pergi tanpa bilang apa-apa lalu pulang jam segini!" seru Felix dengan nada rendah namun berbahaya.
Luca mundur selangkah, mencoba menjauh dari Felix, tapi ruangan terlalu sempit. Sebelum dia sempat menulis sesuatu untuk menjelaskan, Felix sudah mencengkeram lehernya. Tekanan di leher Luca cukup kuat untuk membuatnya sulit bernapas, tapi Felix tidak mencekik terlalu keras, lebih seperti ancaman yang menunjukkan bahwa dia bisa melakukan lebih dari itu jika dia mau.
"bisu sialan" desis Felix di telinga Luca, matanya penuh dengan kebencian. "Kau pikir kau aman di sini? Kau cuma anak titipan yang nggak pernah diinginkan siapa pun, termasuk Ayah."
Luca berusaha mengangkat tangannya, mencoba mengisyaratkan bahwa dia tidak ingin masalah, tapi Felix hanya mengencangkan cengkeramannya sebentar sebelum akhirnya melepaskan Luca dengan dorongan kasar. Luca terhuyung ke belakang, menabrak meja kecil di samping tempat tidurnya, napasnya tersengal-sengal.
Felix melangkah mundur sedikit, masih menatap Luca dengan tatapan meremehkan. "Jangan bikin masalah di sekolah Luca. Kau cuma mempermalukan keluarga ini jadi jangan berteman dengan siapapun," katanya dingin sebelum berbalik dan keluar dari kamar, menutup pintu dengan keras.
Luca terdiam, tangannya memegangi leher yang masih terasa sakit. Perasaan takut dan terhina bercampur menjadi satu, namun dia hanya bisa duduk di tepi tempat tidurnya, menatap lantai dengan hampa. Felix selalu memperlakukannya seperti ini, dan tidak ada yang bisa Luca lakukan. Dia bisu, tidak punya tempat untuk mengadu, dan yang paling menyakitkan adalah bahwa dia tahu, sebagian besar dari apa yang Felix katakan... benar adanya.
Keesokan paginya, Luca kembali pergi ke sekolah dengan perasaan cemas seperti biasanya. Bekas cengkeraman Felix masih terasa di lehernya, meninggalkan sedikit kemerahan yang sulit ia tutupi. Ketika ia berjalan melewati koridor sekolah, ia bisa merasakan tatapan aneh dari beberapa siswa. Dia tidak memikirkan hal itu terlalu serius, mengira mungkin orang-orang hanya menatapnya seperti biasa karena dia murid baru.
Namun, saat Luca sampai di kelas, dia mulai menyadari ada yang berbeda. Bisikan-bisikan di belakangnya terdengar lebih keras dari biasanya, dan beberapa anak secara terang-terangan menunjuk ke arah lehernya. Luca bingung, tapi tetap berusaha untuk tidak menanggapi. Ia duduk di tempatnya, membuka buku, dan berpura-pura tidak melihat atau mendengar apa-apa.
Sayangnya, bisikan itu semakin lama semakin jelas.
"Eh, lihat deh, lehernya Luca. Ada bekas merah," bisik seorang siswa perempuan dengan nada geli.
“Iya, kamu pikir dia habis ngapain?” sahut yang lain sambil terkikik pelan.
“Jangan-jangan dia lagi main kasar sama seseorang. BDSM, kali?” salah satu anak laki-laki di belakangnya berkata, nadanya setengah bercanda tapi jelas ada ejekan di baliknya.
Luca tersentak. Dia mengangkat tangannya, meraba lehernya, dan tiba-tiba menyadari apa yang mereka bicarakan. Bekas di lehernya yang ditinggalkan Felix malam sebelumnya sekarang malah disalahartikan sebagai sesuatu yang lain. Luka itu terlihat seperti bekas cekikan, dan entah bagaimana, rumor yang menyebar adalah dia terlibat dalam semacam hubungan kekerasan. Seketika rasa malu menjalar di tubuh Luca. Dia ingin menjelaskan, tapi bagaimana? Menulis di atas kertas tidak akan cukup untuk meredakan rumor yang sudah terlanjur beredar.
Saat istirahat, rumor itu semakin parah. Beberapa anak secara terang-terangan menunjuk-nunjuk Luca, terkikik, dan membuat gestur leher yang jelas merujuk pada bekas itu. Luca hanya bisa menunduk, berusaha menghindari tatapan mereka. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Bahkan beberapa guru tampak memperhatikan lehernya dengan tatapan penuh tanya, tapi tidak ada yang berani menanyakan secara langsung.
Luca berjalan menjauh dan pergi kebelakang sekolah untuk melarikan diri. Begitulah dirinya seringkali menghindari masalah layaknya seorang pengecut.
Luca menghentikan langkahnya saat tidak sengaja melihat dua sejoli yang tengah berciuman disana. Takut mengganggu keduanya, Luca balik badan tanpa melihat-lihat dan berakhir ia tidak sengaja menabrak meja yang sudah rusak didepannya. Ia mendengus kesakitan sambil memegang perutnya.
Gadis itu langsung berlari meninggalkan kekasihnya sendirian setelah ketahuan oleh Luca bahwa dirinya melakukan perbuatan mesum itu berduaan dibelakang sekolah, dimana sekolah mereka yang sebenarnya melarang keras untuk berpacaran sesama siswa yang bersekolah disana.
Luca bisa mendengar dengan jelas umpatan pria di belakangnya, namun anehnya suara itu terdengar tidak asing.
"Hey sialan, kemarilah" panggilnya
Luca berbalik dan ia mengenali dengan baik pria yang berdiri tidak jauh darinya itu.
"Samuel?" Pikirnya.Lagi-lagi ia harus bertemu dengan pria itu, padahal tadi malam ia sudah berdoa agar tidak bertemu dengannya sementara waktu.
Karena Luca tidak beranjak sama sekali, Samuel lah yang menghampiri.
"Hah, bisa ngga jangan muncul di hadapanku lagi. Kekasih kecilku baru saja kabur gara-gara kau."
Luca mengeluarkan ponselnya dan menulis dengan cepat 1 kata.
"MESUM"
Samuel terbelalak kaget saat melihat kata itu, ia mendorong tubuh Luca hingga menyentuh dinding dan ia menarik paksa kerah Luca untuk melihat lebih jelas.
"Kau mengatakan aku mesum? Tapi lihat sendiri dirimu. Siapa yang lebih mesum sialan"
Luca panik, dia tidak bisa menjelaskan apapun dalam situasi ini. Dengan cepat, dia mendorong Samuel menjauh, menggunakan semua kekuatan yang ia punya. Tindakan itu cukup untuk membuat Samuel sedikit terhuyung, meski tidak sepenuhnya jatuh. Luca segera merapikan pakaiannya, tangannya gemetar saat dia membetulkan kerah seragam yang kusut akibat ditarik Samuel.
Tanpa berkata apa-apa lagi, Samuel berbalik dan pergi, meninggalkan Luca yang masih berdiri terpaku di sudut ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Silent Lover [END]
RomanceKetika si bisu menjadi kekasih pria terpopuler disekolahnya