Jangan lupaa comment sama vote yaa readerss, biar bisa ngobati lelahnya abis pulang kuliah🥺.
Keesokan paginya Samuel kembali menjemput Luca ke sekolah. Namun, kali ini ia tidak langsung mengarahkan motornya ke jalan menuju sekolah mereka.
Setelah beberapa menit berkendara, Samuel menghentikan motornya di sebuah tempat makan yang cukup sederhana namun ramai oleh pengunjung berupa pelajar dan pekerja pagi yang sarapan disana.
"Kita sarapan dulu," ujar Samuel sambil menoleh ke arah Luca. "Aku tahu kau sering melewatkan sarapan." sambungnya.
Luca hanya mengangguk, ia mengikuti Samuel masuk ke dalam tempat itu. Mereka duduk di salah satu meja di pojok, sedikit jauh dari keramaian. Samuel memesan dua porsi bubur dan dua gelas teh hangat.
Sambil menunggu makanan datang, Samuel menyandarkan punggungnya ke kursi, sedangkan matanya fokus menatap kearah Luca yang sibuk memeriksa ponselnya. "Ada sesuatu yang ingin kukatakan," katanya, membuka pembicaraan.
Luca menghentikan tangannya dan menatap Samuel dengan ekspresi penuh tanda tanya.
"Bulan depan," lanjut Samuel, sambil memainkan gelas tehnya, "Tim basket kami akan berangkat ke Eropa. Kami akan bertanding melawan sekolah-sekolah elit di sana untuk mewakili sekolah kita"
Mata Luca melebar dan ekspresi terkejutnya tidak bisa disembunyikan. Dengan cepat, ia meraih ponselnya dan mengetik pesan. "Kau sangat hebat." Pesan itu ia tunjukkan kepada Samuel sambil tersenyum indah.
Samuel tertawa, namun ia juga merasa sedikit malu setelah membaca pujian dari Luca "Ah, itu bukan hanya aku. Semua ini hasil kerja keras tim. Tapi, ya... rasanya menyenangkan bisa mendapat kesempatan seperti ini."
Makanan mereka datang, dan Samuel segera menyuapkan bubur kedalam mulutnya. "Tapi," lanjutnya di sela-sela makannya itu, "itu juga berarti aku akan pergi cukup lama. Mungkin sekitar 2 atau 3 minggu."
Luca terdiam sejenak, lalu ia memandangi makanan di hadapannya dengan tatapan mata kosongnya. Meski ia ingin menunjukkan senyum, namun rasa sedih telah menyelubungi raut wajahnya setelah mendengar bahwa Samuel akan pergi. Ia menunduk dan mengetik pesan lain di ponselnya. "Jadi aku akan sendirian disini."
Samuel membaca pesan itu, dan ia tersenyum lembut padanya. "Kau tidak sendirian, James akan menemanimu dan dia juga sudah aku perintahkan untuk mengantar dan menjemputmu sekolah," jawabnya jujur, sambil menatap langsung ke mata Luca.
"James?" ketik luca diponselnya
"Yah dia punya cedera lutut yang parah sebelumnya jadi dia tidak bisa bermain lama, mau tidak mau dia tidak diikutsertakan kedalam tim."
Luca mengangguk-angguk tanda ia mengerti setelah mendengar jawaban dari Samuel.
"Ngomong-ngomong nanti aku akan merindukanmu, tapi...... apa kau tidak akan merindukanku?" goda pria yang ada didepannya itu secara tiba-tiba.
Luca dapat merasakan kedua belah pipinya yang memanas, ia refleks menunduk berpura-pura untuk memeriksa ponselnya lagi. Samuel hanya bisa tertawa pelan melihat tingkah lucu Luca saat menahan sikap salah tingkahnya.
Setelah selesai makan, mereka berdua kembali ke parkiran motor mereka dan pergi kesekolah dengan waktu yang hampir mepet. Dalam perjalanan ke sekolah, Luca tidak bisa berhenti memikirkan bahwa Samuel akan pergi meninggalkannya. Meski hanya untuk dua minggu, tapi rasanya berat sekali seperti ia akan kehilangan sesuatu yang sangat berharga di dalam hidupnya.
Tiba di sekolah, Samuel menerobos masuk gerbang yang beberapa detik hampir tertutup. Ia sempat panik sesaat sebelum berhasil menerobos masuk kedalamnya. Luca turun dari motor dan Samuel menepuk pelan helm yang masih dipakai Luca. "Hei," katanya, "maaf, hampir saja kita telat."
Luca merogoh ponselnya didalam tas dan ia mengetik "Gapapa, lagian kita berhasil menerobos masuk"
Samuel tersenyum, lalu melambai sebelum Luca beranjak pergi. Karena keduanya mempunyai arah kelas yang berbeda mau tidak mau mereka harus berpisah.
Samuel yang baru saja tiba dikelasnya, ia meletakkan tasnya di meja. Tak biasa melihat Samuel datang terlambat James mendekatinya. "Tumben telat?" tanya James dengan nada menggoda, ia juga menyeringai sambil menyilangkan tangannya di dada.
Samuel tertawa kecil sambil duduk di kursinya. "Biasalah, anak sibuk," jawabnya bercanda sambil menirukan gaya bicara seorang selebriti. James menggeleng melihat kelakuan temannya itu. Namun begitu James tetap ikut duduk di sebelahnya.
Setelah beberapa saat keheningan menyelubungi mereka berdua, wajah James tiba-tiba berubah menjadi lebih serius. "Sam," panggilnya pelan, yang berhasil membuat Samuel menoleh kearahnya.
"Hm?" raut wajah penasaran Samuel tidak bisa ia sembunyikan.
"Bagaimana hubunganmu dengan Luca sekarang?" James bertanya langsung, tetapi suaranya ia buat sedikit lebih pelan agar tidak didengar oleh orang lain.
Samuel menatap James dengan alis yang sedikit terangkat. "Hubungan apa maksudmu?" tanyanya, Samuel berusaha mencoba untuk terdengar santai, meskipun hatinya tiba-tiba berdetak tidak karuan.
James menghela napasnya panjang setelah melihat betapa keras kepalanya Samuel. "Kau sebenarnya tahu apa yang ku maksud bukan?" jawabnya dengan nada penuh penekanan. "Jangan pura-pura bodoh, Sam."
Samuel terdiam. Ia memalingkan pandangannya ke arah luar jendela, seolah-olah mencari jawaban di luar sana. "Aku..." katanya pelan, lalu menghela napas panjang. "Aku menyadari, aku memang menyukainya, tapi aku takut dia hanya menganggapku sekedar temannya."
James mengangguk-angguk pelan dan membiarkan Samuel berbicara.
"Tapi," Samuel melanjutkan lalu ia menatap James kembali, "Apa yang harus aku lakukan?"
James tersenyum kecil lalu ia menepuk pelan bahu Samuel. "Gini baru temanku, kalau emang suka jangan diam-diam."
Samuel menghela nafasnya lega, ternyata percakapannya dengan James berhasil membuatnya merasa sedikit tenang, pasalnya sebelumnya ia mengira James akan mengejeknya karena dia seorang G namun James malah memberikan respon positif padanya.
"Jadi, apa kau sudah bilang sesuatu padanya?" tanya James lagi, mencoba menghidupkan suasana.
"Bilang apa?" Samuel balas bertanya, meskipun ia tahu apa yang dimaksud James.
"Sesuatu seperti... 'confess' ?" goda James sambil tertawa lebar.
Samuel memutar bola matanya, ia mengambil buku dari dalam tasnya. "Aku rasa itu bukan urusanmu," jawabnya setengah bercanda.
James tertawa kecil, tapi ia tidak melanjutkan godaannya. Di sisi lain, Samuel merasa dirinya mungkin harus mulai jujur tentang perasaannya pada Luca, ia merasa sedikit lebih terdorong setelah mendapat dukungan penuh dari sahabatnya James.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Silent Lover [END]
RomansaKetika si bisu menjadi kekasih pria terpopuler disekolahnya