Setelah beberapa jam menunggu dengan perasaan yang cemas dan tegang, dokter akhirnya memberi izin untuk James dan Felix masuk ke dalam ruang rawat Luca. Pintu ruang ICU terbuka pelan, dan suasana di dalam ruangan itu terasa begitu dingin dan sepi. Hanya terdengar suara alat medis yang berdering pelan, dan lampu-lampu terang yang menyinari tubuh Luca yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit. kulitnya pucat dan wajah tertidurnya terlihat begitu damai. Meskipun matanya terpejam, nafasnya yang terengah-engah pelan memberikan sedikit harapan bahwa ia masih bisa bertahan. Felix dan James melangkah perlahan masuk dan keduanya terdiam sejenak ketika melihat kondisi Luca.
“Kak........Luca,” bisik Felix dengan suaranya yang hampir tidak terdengar. Dengan langkah ragu, ia mendekat dan duduk di tepi ranjang, matanya yang penuh air mata tak bisa menahan rasa penyesalan yang begitu dalam. Tangan Felix gemetar saat ia memegang tangan Luca yang terkulai lemah. “Aku... aku minta maaf. Aku minta maaf karena selama ini aku kasar padamu. Aku salah, maafkan aku...”
Felix terisak dan air matanya berhasil jatuh membasahi tangan Luca. Melihat Felix yang begitu terpukul, James merasa sedikit lega. Setidaknya Felix sekarang sadar dan mengakui kesalahannya.
Perlahan Luca membuka matanya saat ia merasakan kehadiran seseorang disisinya dan meskipun masih tampak lemah, ia bisa melihat sosok Felix yang duduk di sampingnya dan tengah menangis.
Sebuah senyum kecil muncul di bibir Luca, walaupun senyuman itu terlihat tidak sempurna. Felix menundukkan kepalanya sedangkan mulutnya tidak berhenti untuk mengoceh kata maaf untuk Luca.
Luca perlahan mengangkat tangannya yang lemah dan meletakkannya di kepala Felix. Gerakan itu sangat lembut, saking lembutnya seperti angin yang menyentuh kulit, tetapi cukup untuk memberi rasa tenang pada Felix yang masih terisak. Luca membelai pelan kepala Felix, seolah memberi penghiburan meskipun dirinya sendiri sedang terbaring lemah.
Felix sontak terdiam saat merasakan sentuhan itu, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama akhirnya ia merasakan belaian kakaknya itu. Rasa bersalah yang menggerogoti dirinya selama ini terasa sedikit menghilang saat melihat tindakan Luca yang penuh kasih. Perlahan, air matanya berangsur surut.
Luca dengan sisa kekuatannya yang ada, ia perlahan mengangkat tangannya yang lemah untuk meraih telapak tangan Felix yang masih terpegang erat di tangannya, lalu ia mulai menulis di telapak tangan Felix dengan jarinya satu huruf demi satu huruf. Felix tidak berani memalingkan sedikitpun wajahnya meskipun gerakan jari Luca sangat pelan.
Felix menatap tangan Luca yang bergerak perlahan. Setelah beberapa detik, ia bisa membaca kata-kata yang tertulis di telapak tangannya.
"Jangan menangis" adalah dua kata yang tertulis untuknya.
Air mata Felix kembali mengalir karena rasa bersalahnya.
Luca, dengan sisa tenaganya yang terakhir, perlahan-lahan mengangkat tangan Felix kembali dan menulis di telapak tangan Felix dengan gerakan yang semakin lambat dan lemah. Setiap goresan jarinya bagi Felix terlihat seperti perjuangan, namun Luca terus berusaha. Akhirnya, kata-kata itu tertulis di telapak tangan Felix dengan tulisan yang tidak begitu jelas, namun masih bisa dibaca olehnya.
"Maafkan aku, aku yang bisu dan juga bodoh ini memang tidak pantas untuk menjadi kakakmu, jadi kau tidak perlu terpaksa untuk memanggilku kakak."
Felix setelah membaca tulisan itu membuat hati dan pikirannya benar-benar terasa kosong. Air matanya kembali jatuh, lebih deras dari sebelumnya. Ia menggigit bibirnya, berusaha menahan isak tangis yang datang begitu kuat. “Kak Luca…” bisiknya, suaranya terdengar serak "Aku... aku yang salah, maafkan aku dan izinkan.... izinkan aku memanggilmu dengan sebutan kakak mulai sekarang."
Luca menanggapinya dengan tersenyum kecil lalu ia memejamkan kedua belah matanya dan dirinya langsung kembali tertidur pulas untuk memulihkan energinya yang sempat terbuang begitu banyak karena menggerakkan tangan dan jari-jarinya.
James yang sedari tadi berdiri dibelakang Felix ia berjalan mendekat dan dengan lembut menarik pergi Felix dari sisi ranjang Luca. James membawa Felix keluar dari ruang perawatan, dan keduanya duduk di ruang tunggu rumah sakit yang sunyi.
Mereka duduk tanpa berkata-kata satu sama lain dan hanya menunggu kabar dari dokter atau ayah Felix yang sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit. Waktu terasa berjalan begitu lambat, dan setiap detik yang berlalu semakin membuat mereka tersiksa.
Tak lama setelah itu, ayah Felix tiba. Wajahnya tampak lelah karena perjalanannya yang cukup memakan waktu yang lama, namun ia segera menuju ke meja pendaftaran untuk menandatangani surat perjanjian begitu ia tiba.
James berdiri dan memberikan ruang bagi ayah Felix untuk berbicara dengan pihak rumah sakit. Felix ikut berdiri, meskipun langkahnya sedikit terhuyung. Ia menatap ayahnya dengan mata yang penuh harap. Setelah ayah Felix menandatangani dokumen yang diperlukan, dokter segera mengonfirmasi bahwa pencarian pendonor sumsum tulang belakang akan dimulai.
“Kami akan segera mencari pendonor yang cocok untuk Pasien,” kata dokter dengan suara yang tenang namun terdengar serius. “Mudah-mudahan kita bisa menemukan kecocokan dalam waktu dekat dan operasi akan segera dilaksanakan."
Felix, yang mendengar kata-kata itu, merasa sedikit lebih lega, meskipun ia tahu masih banyak yang harus dilalui oleh mereka. "Terima kasih, Dok," katanya pelan, suaranya penuh dengan rasa syukur. Ia menunduk dan merasakan setidaknya beban di dadanya sedikit terangkat.
sengaja pake sebutan kakak karna terdengar lebih masuk ke kuping daripada "abang" 😭
KAMU SEDANG MEMBACA
My Silent Lover [END]
RomansaKetika si bisu menjadi kekasih pria terpopuler disekolahnya