Samuel mengangguk tanpa ragu. "Iya, kita bawa sekarang juga," katanya dengan suara tegas. Dengan gerakan hati-hati, Samuel memposisikan tubuh Luca agar lebih nyaman di punggungnya, sebelum mulai melangkah cepat menuju UKS.
Meskipun Luca adalah seorang pria, tubuhnya tampak ringan, seolah tidak ada banyak beban. Namun, panas yang terasa pada punggungnya membuat Samuel semakin khawatir.
Sesampainya di UKS, Samuel berhenti sejenak, bernapas berat. "Perawat" teriaknya ke perawat yang ada di dalam. Perawat itu segera berdiri, terkejut melihat keadaan Luca yang lemas.
"Segera bantu dia," ujar perawat itu dengan cepat. Samuel dengan hati-hati meletakkan Luca di atas ranjang pasien, lalu berdiri di sampingnya. Luca hanya terbaring dengan mata tertutup, tubuhnya menggigil dan keringat dingin masih mengalir di dahinya.
Perawat itu dengan cepat memeriksa suhu tubuh Luca. “Dia demam tinggi,” gumamnya sambil meraih beberapa obat dari lemari medis di dekatnya. Setelah memberikan obat penurun demam dan menempatkan kompres di dahinya, ia berbalik menatap Samuel.
Setelah memastikan Luca dalam kondisi yang lebih baik dan diberi obat oleh perawat, Samuel akhirnya memutuskan untuk kembali ke kelasnya.
Ketika ia masuk, beberapa teman sekelasnya menatapnya dengan penasaran karena Samuel terlihat berantakan, termasuk James, yang duduk di deretan bangku belakang.
James melambai kecil, memberi isyarat kepada Samuel untuk duduk di sebelahnya. “Gimana dia?” tanya James pelan saat Samuel mendekat dan duduk.
“Dia kena demam parah, udah diobatin sama perawat,” jawab Samuel sambil menatap lurus ke depan. "Dia harus istirahat, katanya."
James mengangguk. “Yah sepertinya Felix nggak berhenti nyusahin dia.”
Samuel menghela napas panjang. “Aku nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka berdua”
"Yah aku juga ngga tau, dengar-dengar bisu itu pindahan dari sekolah lain."
"Pindahan?" gumam Samuel pelan. Bagaimana seorang murid pindahan bisa menjadi sahabat seperti yang dikatakan oleh Felix sebelumnya.
Setelah jam pelajaran usai, Samuel dan James langsung bergegas menuju UKS. Mereka berjalan cepat melewati koridor yang sudah mulai sepi karena sebagian besar siswa sudah pulang.
Begitu sampai di depan pintu UKS, Samuel mengetuk pelan sebelum membuka pintu. Di dalam, mereka melihat Luca sudah duduk di atas ranjang, bersandar di dinding. Wajahnya masih terlihat pucat, tapi setidaknya ia sudah sadar dan terlihat lebih baik dari sebelumnya.
Luca menoleh saat melihat Samuel dan James masuk. Tanpa berkata apa-apa, dia mengambil kertas dan pulpen yang tergeletak di meja samping ranjangnya. Perlahan, dia mulai menulis sesuatu di atas kertas itu.
Samuel dan James saling bertukar pandang sebelum mendekat ke tempat tidur Luca. Ketika Luca selesai menulis, dia mengangkat kertas itu, memperlihatkan tulisannya kepada mereka.
"Terima kasih," begitu isi tulisan Luca, diikuti dengan senyuman tipis di wajahnya.
Samuel membaca tulisan itu, lalu menggeleng pelan. "Nggak perlu." katanya.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Samuel yang masih terlihat canggung.
Luca kembali memegang pulpen dan menuliskan sesuatu keatas kertas.
"Aku sudah baik-baik saja."Tanpa aba-aba tiba-tiba pintu terbuka dengan keras. Felix muncul di ambang pintu, wajahnya tampak muram. Dengan langkah cepat, dia langsung menuju Luca tanpa memperhatikan Samuel dan James yang berdiri di dekat ranjang.
"Luca, pulang sekarang," perintah Felix dingin, suaranya tajam dan mengintimidasi. Tanpa menunggu jawaban, dia meraih lengan Luca, berniat menariknya keluar.
Namun, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Luca, yang biasanya diam dan menurut, mendadak menepis tangan Felix. Itu adalah pertama kalinya Luca secara terang-terangan menolak perintah Felix. Matanya tampak penuh ketakutan.
Felix terkejut. Dia menatap Luca dengan mata membelalak, tidak percaya kakaknya yang bisu dan selama ini patuh, berani menolaknya. "Apa yang kau lakukan?" tanya Felix, suaranya rendah dan mengancam.
Samuel, yang sejak tadi memperhatikan dengan waspada, langsung melangkah ke depan, berdiri di antara Felix dan Luca. “Dia nggak mau pulang sama lo."
Felix menatap Samuel dengan marah. "Lo pikir lo siapa, sok ngurusin urusan gue sama dia."
James ikut maju, berdiri di sisi Samuel. “Biar kita yang antar dia pulang."
Felix menatap tajam ke arah mereka berdua, tapi kali ini dia tidak langsung bertindak. Dia tahu Samuel dan James tidak akan mudah dihadapi.
Luca, yang bersembunyi di belakang Samuel dan James, tampak ketakutan, tapi juga sedikit lega karena ini adalah pertama kalinya dia mencoba melawan Felix.
Setelah beberapa detik yang terasa sangat lama, Felix menghela napas tajam dan melangkah mundur. “Baik. Tunggu saja kau bisu,” katanya, suaranya dingin.
Felix berbalik dan berjalan keluar dari UKS tanpa berkata apa-apa lagi, pintu tertutup keras di belakangnya. Samuel dan James saling bertukar pandang.
"Hey, ngapain kau masih dekat sama bajingan sialan itu."..
Luca hanya menunduk, tidak mungkin ia akan menceritakan kepada mereka berdua bahwa sebenarnya mereka adalah adik kakak dan tinggal serumah. Apalagi Felix yang melarang keras Luca untuk memberitahu siapapun. Bagi Felix itu hanyalah aib baginya.
Berakhir ia hanya tersenyum pada mereka berdua dan menuliskan kata terima kasih keatas kertas yang ada di meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Silent Lover [END]
RomansaKetika si bisu menjadi kekasih pria terpopuler disekolahnya