"Baiklah, baiklah, jaga dia disana sementara ayah dalam perjalanan," ujar ayahnya sebelum menutup telepon.
Felix menurunkan ponselnya perlahan, lalu ia menatap lantai dengan pandangan kosong. Felix menghapus air matanya dengan kasar, ia juga menenangkan diri sebelum kembali ke dimana dokter dan James berada.
Ketika Felix kembali, James langsung menyadari ada sesuatu yang berbeda. Mata Felix terlihat sangat merah dan sedikit bengkak.
"Sudah selesai?" tanya James
Felix mengangguk perlahan. "Ayah sedang dalam perjalanan," jawabnya singkat.
"Kau menangis?"
Felix terdiam, lalu ia mendengus kecil mencoba menyembunyikan rasa malunya. "Bukan urusanmu," jawabnya dengan nada yang tidak meyakinkan.
Dokter menghampiri mereka lagi. "Kami akan memulai prosedur stabilisasi sementara menunggu tanda tangan persetujuan dari ayah kalian. Semoga kita bisa menemukan pendonor yang cocok secepatnya."
Felix mengangguk pelan, ia merasa sedikit lega bahwa ada harapan, meskipun sangat tipis.
Waktu berjalan dengan sangat lambat. Felix dan James duduk di bangku lorong dan keduanya terdiam, masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri.
James akhirnya berbicara, suaranya rendah dan terdengar sedikit serak. "Kau tahu.... Luca selalu memikirkanmu, Bahkan ketika kau bersikap buruk padanya, dia tetap menganggapmu merupakan bagian dari keluarganya."
Felix menoleh perlahan ia menatap James dengan ekspresi bingung.
"Dia pernah bilang padaku," lanjut James, "bahwa dia ingin sekali punya adik laki-laki yang bisa dia ajak bermain. Dia tidak pernah membencimu. Bahkan setelah semua yang kau lakukan."Kata-kata itu berhasil menusuk hati Felix seperti pisau. Ia menundukkan kepala, tidak tahu harus berkata apa. "Aku..." gumamnya hampir tidak terdengar.
James melanjutkan "Tapi masih ada waktu untuk memperbaiki semuanya. Nanti dia sembuh kalian bisa memulai dari awal hubungan kalian."
Felix mengangguk pelan, jika Luca bisa melewati ini, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi adik yang lebih baik.
Tiba-tiba telepon James berdering, James melirik layar ponselnya dan nama Samuel tertera di sana. Ia langsung menjawab panggilan itu.
"Sialan, tadi kau tidak menjawab panggilanku."
"Aku tadi latihan, apa yang terjadi Mes?" suara Samuel terdengar panik di ujung telepon. "dan juga kenapa nomor Luca tidak aktif?"
James menarik napas panjang sebelum menceritakan apa yang terjadi pada Luca. "Tadi Luca tiba-tiba pingsan dan sekarang dia berada dirumah sakit," jawabnya langsung, tanpa basa-basi.
Hening sejenak. Sepertinya Samuel membutuhkan waktu untuk mencernaa informasi itu. "Apa maksudmu? Rumah sakit? Apa yang terjadi padanya?"
James mengusap wajahnya dengan satu tangannya "Dia pingsan dalam perjalanan pulang tadi. Setelah sampai di rumah sakit, dokter bilang dia dalam kondisi kritis dan Luca ....... "
"Ia butuh transplantasi sumsum tulang belakang sesegera mungkin."
Di ujung sana, Samuel terdiam cukup lama. James bisa mendengar dengan jelas napas Samuel yang tiba-tiba saja ngos-ngosan.
"Aku akan pulang" ujar Samuel tanpa berpikir panjang.
James tentunya terkejut, ia tahu Samuel keras kepala tapi bagaimana pria itu rela melepaskan mimpinya hanya untuk Luca. "Samuel, kau sedang di Eropa. dan perjalannya bukan perjalanan yang bisa kau lakukan begitu saja!"
"Aku tidak peduli!" bentak Samuel, dan emosinya meluap. "Aku akan cari cara untuk pulang. Beri tahu aku rumah sakitnya!"
James mendesah berat. "Samuel, dengarkan aku. Kami sudah mengurus semuanya di sini. Kau tidak perlu panik. Luca sedang mendapat perawatan terbaik."
"James," potong Samuel dengan suara yang lebih tenang, tetapi masih penuh ketegasan. "kau bilang dia berada dalam kondisi yang kritis, itu berarti aku bisa saja kehilangan dia kapanpun."
"Dan aku tidak mau, hal ini menjadi penyeselan dalam seumur hidupku! pertandingan atau apapun itu FUCK IT, i don't need them." sambungnya dengan penuh tekad
James akhirnya menyerah, ia tahu bahwa tidak ada gunanya mencoba menghentikan Samuel. "Baiklah. Dia sedang dirawat di Rumah Sakit Umum Kota."
"Aku akan mengatur penerbangan secepat mungkin," kata Samuel sebelum menutup teleponnya.
James menurunkan ponselnya dan ia mendesah panjang. James menoleh ke arah Felix, yang telah mendengarkan pembicaraan itu dengan penuh perhatian.
"Apa itu Sam?" tanya Felix dengan suara pelan.
James mengangguk. "Dia berencana untuk pulang secepatnya."
Felix mengernyit. "Bukankah dia sedang di Eropa? dan bagaimana dengan pertandingannya?"
"Aku tidak tahu" ujarnya sambil mengangkat kedua belah bahunya.
Felix lalu memandang kearah James dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu.
"Sebenarnya, apa hubungan mereka berdua? Mengingat Samuel hanya demi Luca dia akan meninggalkan pertandingannya. Itu terdengar berlebihan untuk... seorang teman biasa."James jelas terkejut dengan pertanyaan itu. Tapi ia tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ia menyandarkan tubuhnya ke dinding rumah sakit. "Apa maksudmu?" Tanya James berusaha untuk mengulur waktu.
"Kau tahu apa yang kumaksud," desak Felix. "Aku tidak buta. Aku tahu ada sesuatu di antara Samuel dan Luca. Mereka... lebih dari sekadar teman, bukan?"
"Kalau memang ada sesuatu kenapa? apa itu penting untukmu?"
Felix menghela napas panjang "Aku hanya ingin tahu apa alasan sebenarnya Samuel selalu bersikap seperti itu terhadapnya. Dan... aku juga ingin memastikan sesuatu."
"Jadi kau benar-benar ingin tahu? baiklah sebenarnya Samuel menyukai Luca. Bukan sekadar teman. Lebih dari itu."
Felix menatap James dengan pandangan tidak percaya. "Menyukainya? sebagai seorang pria?"
James mengangguk perlahan. "Dan juga Luca merasakan hal yang sama"
Felix menelan ludahnya dan mencoba sekali lagi untuk mencerna kata-kata itu. "Jadi, selama ini, mereka..."
"Mereka saling mencintai, melindungi, dan saling mendukung," potong James. "Sesuatu yang seharusnya kau lakukan sebagai saudaranya. Tapi kau malah memilih untuk menjauhkan dirinya"
Ia tidak bisa menyangkal fakta yang diucapkan oleh James, selama ini ia telah bersikap dingin dan bahkan kejam terhadap Luca.
"Aku tidak pernah membencinya," gumam Felix pelan hampir tidak terdengar karena kata-kata itu lebih untuk dirinya sendiri.
"Aku hanya cemburu padanya, ia punya segalanya sedangkan aku hanya...."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Silent Lover [END]
RomanceKetika si bisu menjadi kekasih pria terpopuler disekolahnya