My Silent Lover : 02

12.4K 750 1
                                    

Luca duduk diam di kursi penumpang, bingung tapi tidak berani protes. Mobil itu mulai bergerak perlahan, melintasi jalan yang mulai sepi seiring sore hari menjelang malam. Setelah beberapa menit berkendara dalam keheningan yang canggung, mereka berhenti di sebuah bengkel kecil di pinggir kota. pria itu memarkir mobilnya di depan pintu bengkel yang terbuka, lalu keluar. Luca hanya bisa mengikutinya, merasa tak ada pilihan lain.

"Masuk" kata pria itu singkat sambil berjalan ke arah seorang mekanik yang sedang bekerja di dalam. Luca mengikuti dengan langkah ragu.

Pria asing itu berbicara dengan mekanik itu sejenak, menjelaskan tentang kerusakan mobilnya. Mekanik itu mengangguk, lalu mulai memeriksa bagian depan mobil yang penyok. Setelah selesai, dia berdiri dan menatap keduanya dengan serius. "Bro" panggilnya pelan.

"Kerusakannya cukup parah. Perlu waktu dan biaya lumayan banyak untuk memperbaikinya."

Pria bernama Samuel itu melirik Luca sekilas sebelum menjawab, "Itu bukan masalah. Anak ini yang akan bayar semuanya."

Luca membelalak, terkejut. Apa? pikirnya. Bagaimana mungkin dia bisa membayar? Bahkan untuk naik bus saja dia tidak punya uang. Luca merogoh kantong celananya dengan cemas, hanya menemukan beberapa lembar kertas kosong yang biasa ia pakai untuk berkomunikasi.

Mekanik itu menatap Luca dengan heran, seolah menunggu tanggapan. Luca buru-buru mengeluarkan pulpen dari tasnya dan menulis di selembar kertas "Aku tidak punya uang." Dia menyerahkan kertas itu kepada Samuel.

Samuel membaca tulisan itu, kemudian mendengus dengan nada jengkel. "Serius? Kau benar-benar nggak punya uang sama sekali?" Dia menatap Luca dari ujung kepala hingga kaki, seolah mencari tanda-tanda kebohongan, tapi akhirnya menyerah ketika melihat ekspresi Luca yang penuh rasa kasihan.

"Astaga, kenapa aku harus selalu ketiban sial..." gumam Samuel sambil memijat pelipisnya. Dia menoleh ke arah mekanik, lalu berkata, "Tunggu sebentar, aku urus dulu."

Samuel menarik Luca agar sedikit menjauh.
"Uang? Kau benar-benar tidak punya uang?" Samuel memegang bahu Luca dan menggoyangkannya berkali-kali.

Luca hanya bisa menggeleng-geleng. Samuel berdecak kesal melihat pria bisu yang tidak punya apa-apa tengah berdiri didepannya.

Bagaimana ia tidak kesal, baru saja kemarin ayahnya membekukan atmnya karena terlalu boros hari ini ia langsung tertiban nasib sial.

Samuel melirik jam tangannya, lalu berkata, "Kita nggak bisa tinggal di sini lama-lama. Aku coba bicara sama mekaniknya, minta supaya dia kasih waktu buat kau bayar. Tapi ingat, aku nggak main-main. Kalau kau kabur atau nggak bisa bayar, aku akan membawamu ke jalur hukum."

Luca mengangguk pelan lalu menulis lagi keatas kertas yang ada ditangannya "Beri aku 5 hari" tulisan yang ada diatasnya.

Setelah berbicara lagi dengan mekanik dan membuat kesepakatan untuk menunda pembayaran, Samuel kembali ke Luca. "Oke, selesai untuk sekarang, 5 hari dan setelah itu kau harus kembali kesini untuk membayarnya," katanya dengan nada datar.

Setelah selesai urusan mereka berdua, Samuel mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.

"Bro, bisa jemput aku di bengkel sekarang? Mobilku rusak, lama perbaikannya," Samuel berbicara singkat di telepon, nadanya masih sedikit kesal. Setelah mematikan panggilan, dia melirik ke arah Luca.

"Hey, Kau nggak punya uang, gimana kau pulang?" tanya Samuel dengan nada datar, namun ada nada heran di balik kata-katanya

Luca hanya bisa menunduk. Dia tidak punya jawaban, karena memang benar dia tidak punya uang sama sekali. Dan dia juga tidak tahu sama sekali sekarang lokasinya berada dimana.

Samuel menghela napas.

Samuel menunggu dalam keheningan, hingga akhirnya sebuah mobil hitam datang dan berhenti di depan bengkel. James, teman Samuel, keluar dari mobil dengan wajah yang terlihat tidak santai.

"Mobilmu kenapa?" tanya James sambil berjalan mendekat, menatap Samuel dengan alis terangkat.

"Long story. Bisa antar kami ke rumah bocah ini dulu?" jawab Samuel sambil menunjuk Luca dengan dagunya.

Luca menatapnya dengan sedikit terkejut, tidak menyangka bahwa Samuel akan bersedia mengantarnya pulang setelah kejadian tadi. Sebenarnya ia hendak menolak, namun jika ia menolak dengan siapa lagi ia akan pulang. Felix menjemputnya? Itu sungguh tidak mungkin.

James melihat Luca sebentar, lalu mengangguk tanpa banyak tanya. Mereka semua masuk ke dalam mobil, dan perjalanan menuju rumah Luca dimulai. Luca memberi tahu alamatnya lewat tulisan di kertas yang ia berikan kepada Samuel, yang kemudian menyerahkannya ke James.

Saat mobil mereka mendekati rumah Luca, Samuel dan James terdiam. Di depan mereka berdiri sebuah rumah megah dengan gerbang besar dan halaman yang luas, tampak sangat mewah. Samuel menatap Luca dengan kening berkerut.

"What the heck? Ini rumahmu?" tanya Samuel, suaranya sedikit ditinggikan. Luca mengangguk dan wajahnya datar.

James, yang sedang memarkir mobil, melirik kearah Samuel yang tengah tertawa kecil. "Bocah ini bilang nggak punya uang, tapi rumahnya kayak istana. Kau yakin dia nggak bohong, Jam?"

Samuel menatap Luca dengan sorot mata penuh kecurigaan. "Jadi, kau bilang nggak punya uang, tapi tinggal di tempat semewah ini?" Samuel bertanya dengan nada dingin, jelas dia mulai berpikir bahwa Luca mungkin menyembunyikan sesuatu.

Luca menunduk, lalu buru-buru menulis sesuatu di kertasnya. "Ini rumah ayah kandung dan ibu tiriku. Aku memang tidak punya uang sendiri." Dia menyerahkan kertas itu kepada Samuel.

Samuel membaca tulisan itu dengan ekspresi sulit ditebak. Dia tidak langsung berbicara, hanya menatap Luca sejenak sebelum menyerahkan kembali kertas itu. "Jadi kau hidup di sini, tapi nggak punya akses ke uangnya, gitu?" tanyanya, nada suaranya sedikit melunak meski masih ada keraguan.

Luca mengangguk lagi, merasa lega karena setidaknya Samuel mau mendengarkannya. James, yang mengamati dari kursi pengemudi, mendecak pelan.

Samuel menatap Luca sekali lagi, kali ini dengan sedikit lebih lembut di matanya. "Baiklah," katanya pelan. "Tapi ingat, kau tetap harus tanggung jawab soal mobil tadi. Aku nggak peduli seberapa ribet hidupmu. Kalau kau bikin masalah, kau harus selesaikan."

Luca hanya bisa mengangguk, menerima kenyataan bahwa masalah ini masih jauh dari selesai. Samuel menghela napas panjang sebelum membuka pintu mobil dan mengisyaratkan Luca untuk keluar.

Luca turun dari mobil, menundukkan kepala sebagai tanda terima kasih sebelum berjalan menuju gerbang rumahnya.

Begitu Luca melangkah masuk ke rumah, dia merasa kelelahan luar biasa. Ketika dia melewati ruang tamu yang megah dan menaiki tangga menuju kamarnya, dia merasa ingin segera merebahkan diri dan melupakan semua.

Namun, begitu pintu kamarnya tertutup, Luca mendengar suara langkah kaki mendekat dengan cepat. Sebelum dia sempat berbalik, pintu kamarnya terbuka dengan keras. Felix, adik tirinya, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi marah yang mengintimidasi.




My Silent Lover [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang