Felix meronta, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman orang yang menariknya menjauh dari kafe. "Sialan, lepaskan aku!" teriaknya penuh amarah, namun suara itu hanya menggema di lorong yang sepi. Ketika dia berbalik untuk melihat siapa yang berani menariknya, wajah James muncul di hadapannya.
"Jangan ganggu mereka," kata James dengan suara rendahnya. Cengkramannya pada lengan Felix semakin kuat, memastikan bahwa Felix tidak bisa bergerak lebih banyak.
Felix mendengus kesal. "Apa urusanmu?" Dia mencoba menarik lengannya lagi, tapi cengkeraman James tidak mengendur.
Felix menatap James dengan mata penuh kebencian. "Apa kau pikir kau bisa menghentikanku? Kau tahu siapa aku?"
James mengangkat bahu dengan acuh tak acuh. "Aku tahu kau siapa. Dan..,. aku bahkan tahu apa yang tidak mereka ketahui."
Felix menatap James dengan mata menyipit, raut wajahnya penuh dengan kebingungan. "Apa maksudmu?"
Sebuah senyuman tipis muncul di bibir James, tapi senyuman itu tampak dingin dan menakutkan. "Jangan ganggu mereka kalau kau tidak mau aku memberitahu semua orang bahwa kau hanyalah anak hasil hubungan gelap."
Felix tertegun. Kata-kata itu seperti pukulan keras di wajahnya. Wajahnya memucat seketika, dan untuk pertama kalinya, dia tidak tahu harus berkata apa. Rahasia yang selama ini dia jaga rapat-rapat, rahasia yang membuatnya begitu membenci Luca, kini berada di tangan James.
"Apa maksudmu? Ba-bagaimana kau .. bajingan...?" suara Felix bergetar, dan sepertinya dia ketakutan.
James mendekatkan wajahnya ke Felix, dan dengan suara yang rendah dia berbisik. "Aku tahu lebih banyak daripada yang kau pikir. Aku tahu tentang ibumu, aku tahu tentang hubungan gelap ayah ibumu, dan aku bahkan tahu betapa kau membenci Luca karena dia adalah anak yang sah sementara kau bukan."
Felix merasa tenggorokannya tercekat. Napasnya terasa berat untuk pertama kalinya, dan dia merasa benar-benar terpojok. Selama ini, dia berpikir tidak ada yang tahu kebenaran tentang dirinya, tapi James...
"Kau... kau sialan..tidak mungkin kau berani mengatakan semuanya." desis Felix dengan nada penuh ancaman, meskipun hatinya dipenuhi ketakutan.
James mengangkat alis, tetap tenang. "Yah, kalo kau terus mengganggu Luca, aku tidak akan ragu untuk mengatakan semuanya ke orang-orang."
Felix terdiam, ia pikir-pikir lagi jika rahasia ini tersebar, hidupnya akan hancur. Semua orang akan tahu bahwa dia hanyalah anak hasil perselingkuhan, seseorang yang selama ini dianggap terhormat tapi ternyata memiliki aib besar. Dan yang paling dia benci adalah dirinya yang tenggelam dalam kehinaan.
James akhirnya melepaskan cengkeramannya pada Felix, tapi tetap berdiri di dekatnya, mengawasinya dengan mata tajam. "Pergilah, ingat jangan berbuat bodoh lagi."
Felix menggertakkan giginya, menahan amarah yang hampir meledak. Dengan wajah dinginnya, dia melangkah mundur. James ikut menyusul Felix, untuk memastikan Felix benar-benar meninggalkan tempat itu
Sementara itu, di dalam kafe, Luca masih menikmati momen langka di mana dia merasa diterima dan dicintai. Samuel dan teman-temannya mengelilinginya dengan canda dan tawa, membuat Luca merasa bahwa untuk sekali ini, dia merasa di hargai.
James memasuki kafe dan ikut bergabung dengan mereka. Dia langsung menuju ke arah Samuel, yang sedang duduk bersama Luca dan teman-teman lainnya, James tersenyum seolah semuanya baik-baik saja. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, James duduk di sebelah Samuel dan menyandarkan tubuhnya sedikit ke depan, berbisik pelan ke telinga Samuel.
"Dia sudah pergi," kata James singkat, suaranya rendah namun cukup jelas untuk didengar Samuel.
Samuel mengangguk, meskipun ekspresinya masih datar. "Bagus," balasnya, tidak terlalu ingin membicarakan Felix di tengah suasana yang seharusnya menyenangkan ini
James yang tahu rahasia besar Felix memilih untuk tidak mengungkapkannya pada Samuel, dia akan menyimpannya untuk dirinya sendiri. Hari ini dia hanya akan membuat seolah-olah Felix pergi dengan sendirinya tanpa sepengetahuan teman-temannya bahwa Jameslah yang mengancamnya.
Setelah pesta ulang tahun itu selesai dan teman-teman Samuel mulai berpamitan, suasana kafe mulai sepi, hanya ada mereka berdua yang masih duduk di sana.
"Ayo pulang," ujar Samuel, bangkit dari kursinya. Dia mengambil helmnya, lalu melirik Luca yang sudah bersiap.
Luca mengangguk pelan, di perjalanan pulang, Samuel tak banyak bicara. Suara mesin motor mereka yang meraung lembut dan hembusan angin malam menemani perjalanan itu. Luca duduk diam di belakang, sedikit memeluk Samuel yang ada didepannya.
Saat tiba di depan rumah Luca, Samuel memarkir motor dengan hati-hati. "Sudah sampai," katanya sambil menoleh sedikit ke belakang, melihat Luca yang masih duduk di motornya, sepertinya enggan turun.
Luca perlahan turun dari motor, berdiri di depan gerbang rumahnya. Dia memandangi Samuel yang masih duduk di atas motor. Tangannya mengeluarkan ponselnya, dan mengetik sebuah pesan dengan cepat "Terima kasih untuk semuanya hari ini. Ini adalah ulang tahun terindahku."
Samuel tersenyum sambil mengacak pelan rambut Luca saat membaca pesan itu. "Sama-sama, jika kau mau setiap hari aku akan memberimu kejutan tidak hanya di hari ulang tahunmu," jawabnya sambil mengangkat helmnya sebentar, memperlihatkan wajahnya yang penuh senyum hangat. "Oh iya kalau ada apa-apa jangan lupa mengirimiku pesan."
Luca mengangguk dan tersenyum manis pada Sam. Lalu dia hanya melambai pelan pada Samuel sebelum berbalik dan berjalan menuju pintu rumah.
Luca berbaring di tempat tidurnya, memeluk bantal sambil menatap ponselnya. Di layar ponsel, sebuah foto yang diambil secara tidak sengaja selama perayaan ulang tahunnya. Itu adalah foto dirinya bersama Samuel. Mereka terlihat bahagia. Dia menatap foto itu sangat lama.
Luca menghela napas panjang "Sepertinya... aku jatuh cinta pada Samuel," batinnya berkata. Dia memalingkan wajahnya dari layar ponsel, menyembunyikan pipinya yang mulai memerah. Perasaan ini aneh dan baru baginya. Luca tak pernah membayangkan dirinya bisa merasakan hal seperti ini dalam seumur hidupnya.
Dia juga menggulirkan layar ponselnya, kembali melihat pesan-pesan singkat yang dikirim Samuel selama beberapa minggu terakhir, pesan-pesannya sederhana namun bisa membuatnya bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Silent Lover [END]
RomansaKetika si bisu menjadi kekasih pria terpopuler disekolahnya