🦫

16 3 0
                                    

Yunho mendapati dirinya berada di tengah hutan gelap yang penuh dengan suara-suara aneh.

Tangannya masih gemetar, mengingat ledakan besar yang hampir saja membuatnya kehilangan nyawa.

“Aku bilang jangan memaksakan dirimu lagi!” suara tajam Hongjoong terdengar dari belakang.

Yunho berbalik dan mendapati pria itu berdiri dengan mantel panjangnya yang koyak di beberapa bagian, rambut hitamnya acak-acakan, dan ekspresi marah bercampur khawatir yang terlalu sering ia tunjukkan belakangan ini.

“Aku hanya ingin membantu,” jawab Yunho, suaranya pelan, hampir seperti bisikan.

Hongjoong mendekat, tatapannya menusuk. “Membantu? Dengan menghancurkan setengah hutan? Apa kau tahu betapa berbahayanya itu?”

Yunho menunduk, merasa kecil di depan pria yang lebih pendek namun jauh lebih karismatik itu. “Aku sedang belajar mengendalikan kekuatanku…”

Hongjoong mendesah keras. Ia menarik Yunho ke sebuah batang pohon besar yang tumbang, lalu duduk sambil memegangi pelipisnya. “Aku tahu kau sedang belajar, tapi kau tidak harus melakukannya sendirian. Bukankah itu tujuan kita bekerja sama?”

Yunho ragu-ragu sebelum ikut duduk di samping Hongjoong. “Tapi aku tidak ingin terus merepotkanmu. Kau sudah punya banyak masalah dengan pasukan Raja kegelapan. Kalau aku tidak belajar lebih cepat, aku hanya akan jadi beban.”

Hongjoong mendongak, menatap Yunho dengan ekspresi yang lembut tapi serius. “Dengar, Yunho. Kau bukan beban. Dan aku tidak keberatan jika harus menjagamu sepanjang waktu.”

Yunho mengangkat alis, terkejut dengan nada tulus di suara Hongjoong. “Benarkah?”

“Tentu saja. Kalau kau hancur, siapa yang akan membuatkan aku teh setiap pagi?” Hongjoong tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana.

Yunho mendengus, meskipun pipinya sedikit memerah. “Teh-ku tidak seburuk itu…”

“Yunho, teh buatanmu bisa membunuh naga sekalipun.” Hongjoong tertawa pelan, tapi tawa itu segera mereda ketika ia melihat ekspresi terluka di wajah Yunho. Ia menghela napas dan menyentuh bahu pria yang lebih tinggi itu. “Aku bercanda. Kau tahu aku selalu menghargai semua yang kau lakukan untukku, kan?”

Yunho hanya mengangguk pelan.

Beberapa saat kemudian, mereka berdua kembali menyusuri hutan, mencoba mencari jejak para prajurit Dark Lord yang kabarnya sedang merencanakan serangan besar. Hongjoong memimpin di depan dengan mata waspada, sementara Yunho mengikuti dengan tangan yang masih sedikit gemetar.

“Kalau kau terus gugup seperti itu, kau tidak akan bisa menggunakan sihirmu dengan baik,” kata Hongjoong tanpa menoleh.

“Aku mencoba…” gumam Yunho.

Hongjoong berhenti tiba-tiba, membuat Yunho hampir menabraknya. Ia berbalik, menatap Yunho dengan ekspresi yang lembut namun tegas. “Masalahmu bukan pada kekuatanmu, Yunho. Masalahmu adalah kau terlalu banyak berpikir. Kau harus belajar melepaskan rasa takutmu.”

“Melepaskan?” Yunho mengernyit. “Bagaimana caranya?”

Hongjoong mendekat, berdiri begitu dekat hingga Yunho bisa merasakan napasnya. “Kau percaya padaku, bukan?”

“Tentu saja,” jawab Yunho tanpa ragu.

“Kalau begitu, pegang ini.” Hongjoong mengambil belati kecil dari pinggangnya dan menyerahkannya kepada Yunho. “Kita akan berlatih.”

Latihan mereka berlangsung di sebuah lapangan kecil di tengah hutan. Hongjoong berdiri di tengah, menatap Yunho yang memegang belati dengan tangan gemetar.

“Aku tidak tahu apa yang kau rencanakan, tapi ini terasa tidak adil,” keluh Yunho.

“Kau selalu bilang itu,” jawab Hongjoong dengan senyum miring. Ia mengangkat tangannya, menciptakan lingkaran api kecil di udara. “Kali ini, kau harus menghancurkan api ini tanpa ragu.”

Yunho menarik napas dalam-dalam, lalu mengarahkan belatinya ke lingkaran api itu. Ia mencoba fokus, membiarkan kekuatannya mengalir, tapi di tengah jalan ia ragu. Api itu semakin besar, nyaris menyentuhnya.

Hongjoong melompat maju, menarik Yunho ke belakang tepat waktu. “Apa yang kau lakukan?” serunya.

“Aku… aku takut menyakiti seseorang…” Yunho menghindari tatapan Hongjoong.

“Yunho,” kata Hongjoong dengan nada rendah. “Kau tidak akan pernah bisa mengendalikan kekuatanmu kalau kau terus membiarkan rasa takut itu menguasaimu. Kadang, kau harus membiarkan semuanya pergi—rasa takut, rasa ragu, semuanya.”

“Aku tidak tahu bagaimana caranya…”

Hongjoong mendekat, menempatkan tangannya di atas tangan Yunho yang gemetar. “Aku ada di sini. Biarkan aku membantumu.”

Yunho menatap Hongjoong, lalu mengangguk perlahan. Ia menarik napas lagi, membiarkan kekuatannya mengalir tanpa hambatan. Kali ini, ia berhasil menghancurkan lingkaran api itu dalam sekejap.

Hongjoong tersenyum lebar. “Lihat? Aku tahu kau bisa melakukannya.”

Yunho tersenyum kecil, tapi sebelum ia sempat menjawab, suara langkah kaki terdengar dari balik pepohonan.

“Kita harus pergi,” kata Hongjoong, menarik tangan Yunho.

“Ke mana?”

“Ke mana saja, asal bersamamu,” jawab Hongjoong dengan nada menggoda, membuat wajah Yunho kembali memerah.

Dalam pelarian mereka, Yunho mulai menyadari bahwa bersama Hongjoong, ia bisa melepaskan rasa takutnya. Dan di tengah segala bahaya yang mereka hadapi, ia juga menemukan sesuatu yang lebih berharga—sebuah perasaan yang terus tumbuh setiap kali ia menatap Hongjoong.

“Hongjoong,” panggilnya ketika mereka berhenti di tepi sebuah sungai.

“Apa?”

“Terima kasih,” kata Yunho dengan senyum lembut.

Hongjoong menatapnya, lalu mengangguk kecil. “Kau tidak perlu berterima kasih. Selama aku di sini, aku tidak akan membiarkanmu jatuh.”

Dan untuk pertama kalinya, Yunho benar-benar merasa bebas.

Buxom Episode • All × YunhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang