🪰

15 2 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hujan deras mengguyur kota malam itu, meninggalkan kilauan seperti berlian di permukaan jalanan yang basah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Hujan deras mengguyur kota malam itu, meninggalkan kilauan seperti berlian di permukaan jalanan yang basah. 

Yunho berjalan dengan langkah tergesa, mantel panjangnya terjuntai lemas, basah oleh hujan yang tak kunjung berhenti. Ia baru saja keluar dari sebuah toko kecil di ujung jalan, membawa sekantong obat yang ia beli untuk seorang kenalan yang sakit. Namun, langkahnya terhenti saat ia merasakan sesuatu—bukan sesuatu yang nyata, tapi lebih seperti desiran di udara. Pandangannya terarah ke gang gelap di sebelah kanan.

"Yunho," sebuah suara lembut memanggilnya. Ia mengenali suara itu. Dingin namun memikat, seperti malam itu sendiri.

“Seonghwa,” gumamnya, hampir berbisik, saat seorang pria keluar dari bayangan gelap. Rambut hitamnya basah oleh hujan, menempel di wajahnya yang tampak sempurna seperti patung marmer. Matanya yang merah bersinar samar, menatap lurus ke arahnya.

“Kamu tidak seharusnya berada di sini,” lanjut Yunho, nadanya terdengar ragu. “Sudah kubilang jangan mendekatiku lagi.”

Seonghwa hanya tersenyum kecil, senyum yang dipenuhi misteri sekaligus rasa sakit. “Aku tidak bisa menjauh, Yunho. Kau tahu itu.”

Yunho memutar bola matanya, mencoba mengalihkan pandangan dari Seonghwa, tapi tidak bisa. Ada sesuatu dalam cara Seonghwa menatapnya yang membuatnya terpaku. Daya tarik itu, seperti jaring yang tak terlihat, membuat Yunho sulit bernapas.

"Aku bukan orang yang kau butuhkan," Yunho melanjutkan, suaranya melemah. "Kau... berbeda. Dunia kita tidak sama, Seonghwa."

Seonghwa melangkah maju, semakin mendekat hingga jarak mereka hanya beberapa inci. Jari-jarinya yang dingin menyentuh leher Yunho, menciptakan sensasi aneh—dingin yang menyakitkan sekaligus menggoda.

“Dan kau pikir aku peduli tentang itu?” balas Seonghwa, suaranya rendah tapi penuh intensitas. “Aku sudah hidup lebih lama daripada yang bisa kau bayangkan. Dunia kita mungkin berbeda, tapi kau adalah satu-satunya hal yang membuatku merasa... hidup.”

Yunho tertawa kecil, meski tidak ada humor dalam tawa itu. "Ironis sekali. Seorang vampir berbicara tentang hidup."

Namun, Seonghwa tidak tersenyum. Matanya tetap menatap Yunho, dalam dan penuh emosi. “Kau tidak mengerti. Aku telah melalui ratusan tahun tanpa arti, hanya meminum darah dan berjalan tanpa tujuan. Tapi kau…” Seonghwa berhenti sejenak, mengangkat tangan Yunho ke dadanya. “Kau membuat jantungku yang mati ini hampir terasa berdetak lagi.”

Kata-kata itu menusuk hati Yunho, tapi ia menahan diri. Ia tahu hubungan ini salah. Dunia sudah terlalu berbahaya, dan menjalin hubungan dengan makhluk abadi seperti Seonghwa hanya akan membawa lebih banyak bahaya. Namun, ia tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Ada sesuatu tentang Seonghwa—sesuatu yang membuatnya merasa terikat, seolah-olah mereka telah ditakdirkan untuk bertemu.

“Kenapa malam ini?” Yunho bertanya, mencoba mengalihkan pikirannya dari perasaan yang bercampur aduk. “Kenapa kau muncul sekarang?”

Seonghwa tidak menjawab. Sebaliknya, ia mencondongkan tubuhnya lebih dekat, menghapus jarak di antara mereka. Yunho merasakan napas dingin Seonghwa di pipinya, sebelum akhirnya bibir mereka bertemu.

Ciuman itu lembut tapi penuh hasrat, seperti badai yang tersembunyi di balik keheningan. Yunho merasakan jantungnya berdetak kencang, seolah-olah tubuhnya menolak untuk menerima kenyataan bahwa ia jatuh lebih dalam untuk seseorang yang tidak seharusnya ia cintai. Ia bisa merasakan dinginnya Seonghwa, tapi di balik itu ada kehangatan yang sulit dijelaskan—kehangatan yang membuatnya merasa aman meski dunia di sekitarnya begitu gelap.

Saat Seonghwa menarik diri, ada noda darah tipis di bibirnya. Yunho terdiam, menyadari bahwa darah itu berasal darinya—sebuah luka kecil yang Seonghwa buat saat ciuman mereka.

“M-maaf…” kata Seonghwa, matanya membelalak dengan rasa bersalah. “Aku tidak bermaksud—”

“Tidak apa-apa,” potong Yunho, suaranya gemetar tapi tulus. Ia menyentuh bibirnya sendiri, lalu menatap Seonghwa dengan campuran kebingungan dan kasih sayang. “Aku tidak peduli.”

Seonghwa tampak terkejut. “Kau tidak takut?”

“Aku takut,” jawab Yunho jujur. “Tapi aku lebih takut kehilanganmu.”

Seonghwa tidak tahu harus berkata apa. Dalam hidupnya yang panjang, ia telah bertemu banyak manusia, tapi tidak ada satu pun seperti Yunho—seseorang yang tidak hanya menerima keberadaannya, tapi juga mencintainya terlepas dari segala kekurangan yang ia miliki.

“Aku tidak bisa menjanjikan apapun,” Seonghwa akhirnya berkata. “Aku mungkin akan menyakitimu lagi. Dunia ini terlalu kejam untuk kita.”

“Tapi aku di sini, kan?” Yunho menjawab, matanya penuh keyakinan. “Kita bisa mencoba.”

Untuk pertama kalinya dalam ratusan tahun, Seonghwa merasa sesuatu yang hangat memenuhi hatinya—sesuatu yang ia pikir telah hilang. Harapan.

Dua dunia yang berbeda bersatu dalam keheningan. Tidak ada kata-kata yang perlu diucapkan lagi.

Mereka tahu jalan yang mereka pilih akan sulit, tapi mereka juga tahu bahwa cinta—seperti halnya abadi—tidak pernah menyerah pada takdir.

Buxom Episode • All × YunhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang